BAB 35 : MENARA SELATAN

718 138 10
                                    

Tawa riang anak kecil bisa dia dengar. Cuaca yang cerah dengan semilir angin membisik ke telinganya. Dia bisa melihat masa kecilnya yang bahagia itu. Setelah kematian kakaknya, Noah. Cinzel ragu untuk mendekati Daniel. Mereka berdua--Daniel dan Noah--memang anak kembar. Akan tetapi, perbedaan mereka sangat terlihat jelas. Bagaimana sikap dan potongan rambut mereka.

"Emm... Kakak."

Daniel yang tengah duduk terdiam di taman menikmati sinar mentari pagi sudah menjadi rutinitasnya sejak kematian Noah hari itu. Daniel yang pendiam semakin menutup diri dan menyadari seseorang memanggilnya Daniel menoleh dan mendapati saudaranya.

Cinzel Tael Easter. Berusia tiga tahun lebih muda darinya dan anak polos.

Daniel tersenyum melihat anak kecil itu.

"Iya, Cinzel. Kenapa?"

Cinzel yang masih malu-malu memainkan jemarinya merasa gugup dan bingung seketika. Daniel segera menggeser tempat duduknya dan menepuk tempat kosong disampingnya.

"Kemarilah."

Cinzel menurut dan mulai duduk disamping Daniel.

"Apa kau bosan?"

Itu pertanyaan yang Daniel lontarkan untuknya.

Cinzel lekas menggelengkan kepalanya, "Tidak, hanya saja. Kakak... Apa kakak sibuk? Bisa kah kakak bermain bersama ku." Cicitnya dengan pipinya yang chubby khas anak kecil.

Daniel hanya diam untuk sesaat segala pemikirannya bercampur aduk. Hingga satu pertanyaan besar yang membuatnya melihat Cinzel.

Apa dia harus membunuh anak kecil lainnya lagi?

Daniel sering kali menutup dirinya terus menghabiskan waktu bersama Lily akhir-akhir ini. Bagaimana perubahan dirinya yang mulai berubah membuatnya harus mengabdikan sisa waktunya di kamar dan menolak semua kelasnya untuk sementara waktu.

Cinzel yang melihat kenangan masa lalunya pernah menghabiskan waktu bersama Daniel cukup terteguh diam. Ini kenangan indah yang tak pernah dia sangka. Hingga kejadian itu merubah segalanya. Daniel mulai terdiam lagi dan mulai menolak bermain bersamanya. Dia hanya anak kecil berumur dua tahun. Itu membuat hati nya sakit tentunya.

"Maaf, kakak... Maaf Cinzel. Aku merasa tidak enak badan akhir-akhir ini. Mungkin lain kali."

"Emm... Baiklah, semoga kakak lekas sembuh dan bisa main sama Cinzel lagi."

Daniel tersenyum dan mengelus kepala Cinzel yang hanya setinggi dadanya itu, "Tentu."

Hingga perubahan Daniel yang aneh membuat seisi istana gempar adalah Daniel mulai menghancurkan barang-barang di kamarnya. Melemparnya ke tempat yang sama membuat para pelayan ketakutan melihatnya.

"KELUAR! JANGAN GANGGU AKU!"

Hal apa yang tidak pernah Cinzel sadari adalah ibunya. Dia melihat mendiang ibunya tengah mengelus kepalanya. Matahari masih bersinar terang, bisa dia duga dia sedang tidur siang sekarang.

"... Ibu."

"Iya sayang."

"Apa kakak baik-baik saja? Kapan bisa main sama Cinzel lagi."

"Nanti, sekarang putra ibu harus tidur siang ya."

"Hmm, baik ibu. Cinzel sayang ibu."

Wanita itu perlahan mencondongkan tubuhnya dan mengecup lama dahi putranya itu. Cinzel yang melihat itu sontak menyentuh dahi dimana letak ibunya pernah menciumnya.

Ini bukan mimpi indah.

Ini mimpi buruk.

Apa yang Cinzel lihat adalah bagaimana cara ibunya meninggal tanpa dia tau. Bagaimana tiba-tiba ibunya memuntahkan cairan berwarna merah itu mulai dari mulut hingga kedua matanya. Dia seperti mengucapkan sesuatu dan menatap tempat yang sama terus menerus. Hingga dia menoleh dan menatap Cinzel yang tengah menatapnya.

How to be Main CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang