41. D

311 84 47
                                    

Bagi Darwine Arkawiseta, tahta hanyalah singgasana yang amat kejam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bagi Darwine Arkawiseta, tahta hanyalah singgasana yang amat kejam. Pada tempat itu, si pemilik kursi dituntut untuk menjadi bijaksana bahkan di pilihan sulit sekalipun. Tak jarang sang pemiliki justru mengorbankan banyak hal yang ia sayangi. Seperti sahabatnya dulu. Nicander mungkin dikenal sebagai raja kejam dalam sejarah. Padahal, dibiarkannya peristiwa masa lalu akan menjadi cikal bakal akhir dunia dari Alaturi andai saja Nicander tidak bertindak.

Darwine ingat. Malam dimana pria itu memutuskan untuk menyerang istana Dominic. Cahaya kehidupan dalam matanya sudah redup, tepat ketika ia memutuskan untuk membunuh perempuan yang ia cintai. Bersamaan dengan itu hati dan jiwanya mati bersama perempuan itu.

Sebab itulah, Darwine memilih untuk pergi meninggalkan dunia yang menjadi asalnya. Ia tak ingin perebutan harta menjadi alasan untuk peperangan yang selanjutnya, juga ia tak pernah memiliki selera untuk menyicip singgasana Raja.

Sore ini, Gideon Izzul berhasil menemukannya dari persembunyian yang ia lakukan selama ratusan tahun.

"Lo terlihat berbeda dari terakhir gue ngeliat lo, tapi sepertinya kekuatan iblis itu tak cukup kuat untuk bertahan lebih lama menutup mata batin para makhluk Alaturi untuk nggak mengenali lo, Darwine. Sebab, perlahan lo terlihat seperti dulu."

Darwine menghela nafas, ia menatap sekitar dengan lelah. Para manusia kini sedang menatap mereka, seakan kedua makhluk di depannya adalah super hero atau justru villain yang mengancam bumi.

Ia menaruh helmnya di aspal, kemudian berdiri menatap Izzul dengan lekat.

"Perjanjian itu berisi kalau salah satu dari kalian berhasil menemukan gue, maka tabir itu akan terbuka sepenuhnya itu sebabnya gue terlihat seperti gue yang sebenarnya."

Izzul tertawa remeh, menatap seragam SMA yang Darwine kenakan.

"Lo menyamar jadi bocah SMA?"

"Nggak penting bahas itu sekarang. Yang terpenting, kita harus oblivis mereka semua."

Izzul dan Darwine menatap kerumunan manusia yang semakain ramai, beberapa bahkan sudah sedari tadi merekam dengan heboh.

"Kita bagi-bagi tugas gimana?" Tawar Darwine.

"Gue membereskan semua kekacauan ini dan menghapus vidio dari hape mereka dan lo, oblivis mereka satu-satu."

Darwine berdecak. "Anjir kenapa gue yang paling menguras energi?!"

"Anggap sebagai hukuman sudah menghilang selama ratusan tahun."

"Ck. Bullshit."

***

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALATURITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang