8 ♡ HMFL

85 8 0
                                    


Alara PoV

Beberapa hari kemudian~~~

Aku baru saja bangun dari tidurnya, aku meregangkan tanganku keatas dan melihat sekeliling kamarku.

Yaps, aku masih berada di rumahku, belum kembali ke apartemen, dan kini aku sudah jauh lebih baik dari hari sebelum sebelumnya.

Aku bangkit dari ranjangnya dan hendak ke kamar mandi dan melaksanakan kewajibanku sebagai sorang muslim.

Setelah itu, aku menyibukkan dirinya dengan bermain ponsel.

Tok, tok, tok

Aku mendengar suara pintu diketuk, dan segera ia buka pintunya.

"Lho Mita, ada apa?"

"Kakak turun kebawah, ada yang ingin ketemu sama kakak" Jawab Mita

"Oh.. Yaudah bentar" Aku masuk kedalam kamar untuk mengambil jilbab instan dan mengikuti Mita dari belakang.

Sesampainya di ruang tamu, ada kedua orang tua Nadia dan orang tua bang Arfa termasuk bang Arfa juga ada disana.

Aku sempat bingung karena kedatangan mereka yang datang di sangat pagi.

"Alara.. Duduk dulu.." Titah bundanya, Alara langsung menurut dan duduk disebelah bundanya.

"Ini ada apa ya bun?" Tanyaku bingung

"Biar.. Kita jelasin dulu ya.." Sela mamanya Nadia

"Jadi, kedatangan kami kesini, ingin memberikan suatu surat yang bisa dibilang permintaan terakhir Nadia kepda Alara, Dibaca dulu ya nak.."

Aku mengambil saja kertas itu dari mamanya Nadia.

'Assalamualaikum Ra..

Aku gak tau kenapa aku merasa harus menulis surat ini, perasaanku tak enak beberapa hari ini, jadi aku ingin surat ini untukmu.

Alara, pada awalnya aku minta maaf ya, waktu itu aku gak sengaja membaca buku pribadimu, buku diary kan?'

Deg

Aku terkejut membaca hal itu, apa Nadia membaca bahwa aku menyukai Arfa?

'Aku jadi merasa bersalah karena aku baru tahu kau menyukai sepupumu.

Aku egois gak sih Ra? Karena mengambil lelaki yang kamu suka? Yang kamu idam idamkan selama bertahun tahun? Kok aku merasa jahat banget sih..'

Aku menggigit bibir nya, perasaanya tak enak semakin kesini.

'Jadi.. Jika aku.. Tiada atau ada sesuatu hal lainnya, kau bisa menggantikan diriku sebagai pasangan bang Arfa. Aku ingin kau yang menggantikanku, jangan yang lain. Anggap saja ini permintaanku yang terakhir. Bahagia terus ya Ra..

Nadia'

Aku meneteskan air matanya, sejak kapan Nadia menulis surat ini? Kenapa ia tak merasakan jika sahabatnya sedang ada apa apa?

Aku melirik sebentar bang Arfa yang sedang terduduk rapih dengan tatapan yang tak tau arah, apa dia sudah tahu hal ini?

"Apa maksudnya ini tante? Jangan bercanda deh.." Ujarku mengelak

"Ini bukan candaan Ra, ini asli tulisan Nadia, tante nggak sengaja menemukannya di atas meja belajar Nadia"

Aku jadi terdiam mendapat penjelasan dari mama Nadia.

Aku langsung berdiri dari duduknya.

"Pada awalnya kalian tak memberi tahu jika Nadia kecelakaan, dan sekarang apa ini? Dengan tiba tiba kalian memberikan surat ini?"

Aku terkekeh pelan. "Aku mengerti jika kalian saat itu juga sedih dan terkejut mendengar berita kalau Nadia kecelakaan, tapi setidaknya saat itu kalian memberi tahu ku! Justru karena begini aku semakin terpuruk karena dengan tiba tiba Nadia meninggal!!"

Aku kembali mengeluarkan air matanya, begitu deras ketika kembali mengingat kesalahanku.

Aku mengatur nafasku yang sempat memburu. "Maaf jika Alara udah ngebentak kalian, Alara permisi dulu"

Dia menahan tanganku yang hendak pergi.

"Ayo kita lakukan" Ujarnya, aku melihat sorot matanya begitu serius

"A, apa maksud abang?" Aku berusaha untuk tak mengerti

"Mari kita nikah...

Alara"

Jantungku berpacu cepat, aku terkejut mendengar hal seperti itu dari mulut bang Arfa langsung.

Aku terdiam, tanganku masih dipegang erat oleh bang Arfa.

"Aku.."

Aku menggelengkan kepalaku, aku tak boleh mengambil keputusan secepat ini.

"Bisakah kalian beri aku waktu? Aku butuh berpikir untuk memutuskan hal ini"

Aku merasakan bang Arfa mulai melepas genggamannya, aku melihat dia tertunduk.

"Alara permisi" Aku pergi begitu saja kembali ke kamarku, aku menutup pintu kamarku dan menguncinya.

Aku terperosot kebawah, ini benar benar rumit. Memang benar jika aku menyukai dan mencintai bang Arfa, tapi jika bang Arfa menikahi diriku karena permintaan Nadia, itu juga melukai hatiku.

Aku bingung, apa yang harus kulakukan sekarang? Aku harus mencari saran dari siapa? Nadia telah pergi, sahabatku yang selalu mendengar keluh kesahku telah pergi, sekarang aku harus bercerita pada siapa?

Aku menutupi wajahku yang basah karena air mataku yang tak henti hentinya mengalir.


-^-^-^-

Maaf kalo ceritanya makin aneh, maklumi ya saya masih pemula soalnya ':

Hello My First Love ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang