10. Choice is a Burden

17 3 1
                                    

Aldo menemui Gia di lapangan sekolah. Terlihat banyak pasang mata yang masih cemburu dengan hubungan mereka. Hubungan yang romantis dari awal mereka pacaran sampai sekarang. Tidak pernah dengar mereka bertengkar sehari saja.

"Gi, gimana Joanna?" Aldo duduk disamping Gia.

"Joanna udah baikan. Udah boleh pulang tapi dia tetep mau di rumah sakit sampai Mommy juga pulang,"

"Oh. Tante Sessa masih belum boleh pulang?"

"Belum. Luka Mommy agak serius sih."

"Nih makan. Sandwich isian baru. Kata Bima sih enak. Jadi aku ambil 2,"

"Haha... Kebetulan tadinya juga pingin nyoba tapi pingin disini dulu."

Ada beberapa anak yang sedang bermain basket di lapangan. Diantaranya adalah Billy. Billy memerhatikan Aldo dan Gia. Tanpa sadar, ia keluar dari permainan basket hanya karena memperhatikan Gia.

"Bro, tembak dong kalau lo suka," Kata salah seorang teman.

Billy tertawa kecil. "Nggak liat tuh udah ada Aldo,"

"Belum dilamar ini kan? Sikat aja. Ya buktiin aja ke Gia siapa yang paling baik buat dia,"

Hati Billy merasa tertantang tapi kemudia ia ingat dengan status keluarganya yang tak ada bandingannya dengan keluarga Aldo. Ia hanya lelaki biasa, dari keluarga yang biasa bahkan mungkin terbilang miskin. Dia bisa sekolah disini karena beasiswa dari sebuah perusahaan yang mempekerjakan bapaknya.

Billy tertunduk sebentar lalu melihat kearah Gia lagi. Aldo menghilang. Hanya ada Gia disana. Pikirnya, apakah ini sebuah kesempatan? Mungkin iya.

Langkah Billy berani menemui Gia. Awal dengan senyum hangat Billy yang disambut senyum hangat dari Gia juga.

"Pacar lo kemana?" Tanya Billy canggung.

"Eum... Dipanggil sama guru tadi dari ruang guru." Gia menunjuk sebuah ruangan yang ada di belakangnya.

"Ah... Gitu. Boleh gue duduk sini," Billy berharap 'boleh'.

"Boleh sini." Gia bergeser sedikit agar Billy dan dia ada jarak. Demi kenyamanan.

Lama mereka diam. 10 menit sudah berlalu. Hanya menatap lapangan dan langit cerah bergantian.

"Ehem... Canggung ya," Billy memecah keheningan diantara mereka berdua.

Gia terkekeh. "Tujuan kamu nyapa aku apa?"

Billy menatap mata Gia yang menurut dia sangat indah. Dalam hatinya "aku-kamu banget nih. Manis banget emang ini anak,"

"Billy? Hello?" Gia menyadarkan Billy dari lamunannya.

"Oh.. Ta-tadi mau nanya, soal hati—eh! Bukan, maksudnya soal pelajaran," Billy sangat gugup sekarang.

"Boleh... Tapi, aku nggak pinter banget. Coba, mau tanya pelajaran apa?"

Belum Billy menjawab, Gia kepikiran sesuatu. "Eh, tapi kita kan beda kelas? Emang bisa nyambung?"

Billy tertawa terbahak-bahak.

"Gi, kita cuma beda kelas. Bukan beda tingkatkan sekolah. Ya pelajaran tetep sama. Jam ajarnya aja yang beda,"

"Ah oke. Mau tanya apa?"

"Soal kesenian."

"Wah... Aku payah kalau seni. Tapi, Mommy aku kan guru seni. Coba nanti aku tanyai pertanyaan kamu."

"Loh, Ibu Sessa itu ibu kamu?" Billy terkejut.

"Iya. Siniin nomor whatsapp kamu. Nanti kalau ada yang di tanyakan, lewat aku aja. Ntar aku sampaikan ke Mommy,"

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang