25. Penyesalan Dan Kehidupan Baru

13 0 0
                                    

Aku terbangun karena terganggu oleh deringan dari ponselku yang tanpa henti. Entah siapa yang menelfon di tengah malam seperti ini. Aku hanya pasrah mengangkatnya.

"Hallo.." Aku masih setengah sadar.

"Tante, ini Jodi, temennya Jeff. Maaf banget. Ini aku liat Om Thomas ada di bar punyaku, Tan. Dia mabuk parah,"

"Hah? Thomas?"

"Iya, Tante. Ini lagi di amanin sama security. Bikin onar, godain perempuan disini. Tante tolong dong jemput Om."

Aku beranjak dari ranjang lalu menyetujui menjemput Thomas di bar sekarang.

Masih mengumpulkan nyawa yang masih setengah, aku mengecek jam pada ponselku lagi. Ini jam dua pagi dan Thomas membuat ulah.

...

Sampai di parkiran bar, aku berdiam diri memikirkan semuanya. Aku tidak boleh goyah sekarang. Harus menguatkan diri terutama hati. Walapun aku tahu pasti nanti aku akan melemah juga tapi menunggu waktunya saja.

Turun dari mobil, masuk kedalam bar. Suara keras musik sangat mengganggu pendengaranku.

"Maaf, Kak, boleh tunjukkan ID nya?" Tanya seorang penjaga.

Aku mengeluarkan KTP ku untuk di cek. Sempat ada tatapan tak enak dari penjaga. Namun, Jodi datang tepat waktu. Jodi pemilik bar ini langsung memberiku access masuk.

Pencahayaan yang minim membuatku harus ekstra berkonsentrasi menjadi dimana sosok Thomas. Terasa tanganku ditarik. Jodi menunjuk Thomas yang sudah tergeletak tak ada daya hampir di tengah lantai dansa.

Aku mendekat. Mencoba menyadarkan Thomas. Dibantu oleh beberapa penjaga dan Jodi, mereka mengangkat tubuh besar Thomas menuju mobilku.

"Jod, Tante titip mobil Om disini ya. Besok biar Jeff yang ambil,"

"Siap tante. Ati-ati nyetirnya ya, Tan."

"Oke. Maaf dan makasih ya."

"Sama-sama tante."

...

Rumah terlihat sangat sepi. Pos penjaga juga tidak ada orang. Aku membiarkan mesin mobil menyala lalu aku turun untuk memeriksa. Di malam yang hampir pagi tidak mungkin aku berisik dengan suara klakson mobil.

"Pak Anas!" Sedikit berteriak aku memanggil penjaga.

Enam kali aku memanggil dan dipanggilan ketujuh barulah Pak Anas keluar dengan wajah yang kusut. Ternyata ia tertidur di kamar dalam.

"Eh ibu. Dateng kepagian apa gimana?"

"Saya mau anter bapak pulang. Mabok dia. Tolong bukain ya, Pak."

"Siap, Bu."

Pak Anas bergerak membuka gerbang besar rumah ini. Aku bergegas kembali kedalam mobil.

Pak Anas membantuku untuk membawa Thomas yang nyaris tak sadarkan diri. Aku memencet bel rumah beberapa kali. Setelah 2 menit, pintu rumah terbuka. Venly yang membukakan pintu.

"Bawa langsung ke kamar, Pak," Perintahku.

Aku menghela nafas beratku karena rasa lelah dan kantuk dipaksa untuk sadar karena Thomas. Venly pergi dari hadapanku tanpa sepatah kata. Mengingat ia adalah salah satu orang yang tak terima dengan kepergianku, aku memaklumi kedinginan sikap Venly yang aku rasakan.

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang