28. Batasan Telah Patah 🔞

15 0 0
                                    

Pernikahan dilangsungkan secara tertutup atas kemauanku. Sebenarnya, aku masih tak mengerti mengapa mengambil keputusan sebesar ini. Sedikit hatiku sudah menerima Jendra tapi sisanya masih tetap dihuni oleh Thomas.

Jeff dan Rainer tersenyum padaku saat Jendra dengan lancarnya selesai menyebutkan ikrar pernikahan. Aku membalas senyum mereka dan saat ini, statusku berubah menjadi istri orang lain.

Jendra menjual rumah lamanya dan membeli sebuah rumah yang tak jauh dari rumah Thomas. Hanya berbeda komplek saja.

Rumah sederhana dikelilingi taman sesuai kesukaanku. Terdapat dua lantai dan tiga kamar. Tidak ada warna yang mencolok selain putih. Jendra memilih netral saja karena nanti penghuni rumah ini pasti berganti-ganti mengingat delapan anakku dari Thomas.

Aku berkeliling sejenak melihat beberapa ruangan kemudian terduduk di meja makan.

"Suka nggak?" Tanya Jendra.

"Suka." Jawabku. "Kapan kamu nyiapin ini semua? Udah ketata rapih juga,"

"Ya sebisa aku sih dibantuin orang buat jadiin semuanya setelah kita menikah. Kamu terima beres aja,"

Aku tersenyum pada Jendra.

"Mau istirahat?"

"Iya."

Setelah membersihkan diri, aku yang hanya memakai bathrobe karena memang baju-baju belum datang merebahkan tubuhku diatas ranjang baru. Terasa sekali jika ini masih baru. Jendra juga masih tak bisa berganti pakaian karena memang belum pada datang.

"Kenapa harus disini?" Tanyaku penasaran.

"Biar deket aja kalau kamu mau jengukin anak-anak. Nggak mungkin semuanya ditampung disini termasuk cucu-cucu yang manjanya setengah mati. Ryuka kapanlalu kasih aku whatsapp. Bilang kalau dia sama Joanna mau tinggal disini aja. Aku jawab, nanti aku mau obrolin ke kamu dulu,"

"Gitu? Bolehlah. Kan kamar diatas ada satu kosong. Satunya buat Rainer, kan?"

"Iya makanya. Biar mereka nggak kejauhan aku beli rumah ini. Jadi, mereka mau gantian nginep, silahkan aja."

Suara bel pintu berbunyi. Jendra dengan segera pergi melihat siapa yang datang. Aku memutuskan untuk tidur seraya menunggu baju datang.

Tak berapa lama aku tertidur, aku merasa hangat. Hembusan nafas terasa di leherku. Ada tangan yang menjelajahi paha hingga titik pusat tubuhku.

"Emmmhh.." Lenguhanku tak bisa tertahan walau masih setengah sadar.

Kecupan demi kecupan terasa memenuhi leherku dan semakin turun ke area dada. Tanganku meraba punggug hangat yang sangat lebar kemudian menyisir rambut hitam yang sangat lembab.

Perlahan kedua pahaku terbuka lebar. Gesekan antara kedua intim membuatku semakin tak berdaya. Aku mencoba membuka mataku saat kenikmatan yang aku rasa ingin meledak.

Thomas? Aku terkejut bukan kepalang. Aku berusaha untuk menghindar namun terasa sangat berat.

Rasaku aku berteriak sekencang mungkin tapi kenapa tidak ada yang datang?

"Sessa! Ssa, bangun sayang!" Aku mendengar samar suara Jendra.

Dan... Mataku benar-benar terbuka. Aku melihat ke sekeliling kamar. Nafasku tersengal kemudian aku sepenuhnya tersadar.

"Mimpi apa sampai kayak orang panik gitu? Keringetan lagi. Padahal AC lumayan dingin loh. Kamu gakpapa kan?" Jendra terlihat khawatir.

Aku langsung bangun terduduk dan memeluknya erat. Mimpi macam apa yang aku rasakan tadi? Kenapa harus Thomas?

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang