27. Serupa tapi Tak Sama

15 1 0
                                    

Thomas tak tidur setelah memindahkanku. Ia ke ruang kerja untuk mengerjakan beberapa pekerjaan seraya mengobrol dengan Gading dan Rii melalui sambungan telepon.

Yuta : "Gue yakin mereka bakalan nikah setelah Thomas nikah sama Safana,"

Doyoung : "Lo yakin mau nikahin safana?"

"Gue nggak akan biarin Jendra milikin Sessa. Lagian anak-anak gue nggak akan setuju kali. Iya, gue yakin."

Yuta : "Egois lo tuh."
Yuta : "Anak-anak lo pasti setuju. Gue yakin itu."

Doyoung : "Dapet tuh yang lebih baik segalanya, Thom. Bukan yang lebih baik dalam hal ngabisin duit lo,"

Yuta : "Wkwkwk.. Bener tuh,"

"Gue tutup dulu. Kayaknya Sessa udah bangun,"

Doyoung : "Lo jangan gegabah soal pernikahan. Hidup lo bukan hidup orang sembarnagan, Thom. Pikirin lagi. Kalau ada kesempatan balik sama Sessa, mending lo balikan,"

Yuta : "Gue setuju ini."

"Ya oke oke. Bye." Johnny menutup sambungan telepon mereka.

...

Aku melihat jam sudah pukul delapan. Artinya aku telat bangun. Semua orang sudah pergi dengan kegiatan masing-masing. Aku menuju dapur untuk mengambil air putih agar kesadaranku datang sepenuhnya.

"Good Morning," Sapa Jendra tepat di samping telingaku. Jendra memelukku dari belakang dan rasanya begitu hangat.

"Morning," Balasku. "Lepas, Ndra." Aku melepas paksa tangan Jendra yang melingkar di perutku.

"Semalem kok nggak tidur bareng sih?"

"Ngaco!" Aku memukul lengan Jendra.

Jendra hanya meringis tertawa kecil kemudian mengambil air putih juga di gelas yang aku bawa.

"Sarapan apa?" Tanya Jendra setelah menenggak habis air putihnya.

"Bawa baju kerja di mobil?" Tanyaku.

"Bawa kok."

"Mandi aja dulu. Aku siapin sarapannya."
"Pake aja peralatan mandi aku. Udah ada di kamar mandi kok,"

"Ok. Jangan kangen ya,"

"Bodo ah. Sana!"

Aku mulai mengolah beberapa bahan untuk dimasak seraya berfikir, bagaimana bisa aku pindah ke kamar Thomas semalam? Tidak mungkin Thomas memindahkanku kesana. Tapi, siapapun pelakunya, aku sangat tak menyukai sikap lancangnya.

"Sessa," Panggil Thomas. "Ssa.."

"Hm?"

"Masak jangan sama ngelamun. Kebakaran rumah ntar," Thomas mengambil air dan juga buah apel yang sudah tersedia di meja dapur.

Aku hanya tersenyum padanya dan meneruskan kegiatanku. Tiba-tiba, rasa rindu muncul yang membuatku gundah. Aku membalikkan badanku dan ternyata Thomas masih duduk sambil menikmati apelnya.

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang