11. Too Many Wounds

17 1 0
                                    

Gia mencoba membantu Billy mengobati luka yang di ciptakan kekasihnya.

"Maafin Aldo ya, Bil." Ditengah aktifitasnya, Gia masih sempat berkata seperti itu.

Mata Billy tak lepas dari sosok Gia. Pikirnya, bagaimana ia tak jatuh cinta dengan Gia. Gia adalah paket lengkap. Baik, cantik, semua ada di dia.

Billy memegang tangan Gia yang berakibat Gia menghentikan kegiatan mengobati luka Billy.

"Kenapa?" Tanya Gia.

"Bukan salah kamu. Kenapa kamu yang minta maaf?" Tatapan tegas tapi teduh Billy membuat Gia merasa tak enak.

"Aldo mukul kamu keras banget sampe berdarah. Ya,dia juga pacar aku, aku jadi wakil buat minta maaf,"

"Ck... Gia, Aldo nggak salah, kamu nggak salah. Yang salah itu aku."

"Karna kamu suka sama aku?"

"Ehem..."

"Bahaya nggak sih?" Tanya Gia dengan wajah polosnya.

Pertanyaan Gia membuat Billy tertawa lepas. Polosnya Gia sangat menggelikan.

"Bahaya dong. Kalau kamu pisah sama Aldo gegara aku gimana? Kamu mau?"

Gia terlihat berfikir hingga menciptakan mimik muka yang membuat Billy gemas.

"Tapi Bil, orang tua kamu punya perusahaan juga?"

"Emm... Nggak ada. Kenapa?"

"Kamu tau nggak, pacaran aku sama Aldo itu bukan sekedar suka sama suka atau pacaran gitu aja. Keluarga juga ikut berperan besar tau. Papanya Aldo sama Daddy itu udah jadi partner. Nah, kalau aku sama Aldo bisa nikah, perusahaan Daddy bisa semakin besar."

"Terus kalau semisal kamu udah nggak suka sama Aldo, gimana? Terusin gitu demi Daddy kamu?"

Gia menatap Aldo penuh arti. Ada yang ingin Gia ceritakan tapi apa Billy adalah orang yang tepat untuk cerita ini. Keburukan Aldo. Ia enggan menjawab pertanyaan Billy. Sulit untuk Gia.

"Aku pulang ya. Makasih buat obatnya," Billy beranjak dari duduknya tapi terhalang karena tangan Gia yang dengan cepat menarik tangan Billy.

"Aku masih boleh bertemen sama kamu kan?"

"Hubungi aku saat kamu butuh."

Hati Gia sangat merasa nyaman mendengar kalimat Billy.

Saat Billy berjalan ke ruang tamu, Aldo sudah tak ada disana. Thomas pun sudah tak ada disana. Ia berpapasan dengan Devara.

"Ei bro, ngapain dirumah gue?" Tanya Devara.

"Maen aja."

"Vano?"

"Gia,"

"Ada apa lo?"

"Nggak. Cuma maen aja. Kenapa? Aneh gitu?"

"Aneh. Biasanya yang maen sama Gia cuma si Bima."

"Gue temen baru dia. Udah ya, gue balik dulu. Mau malem,"

"Oke bro,"

•••••

Pukul 1 pagi, aku terbangun karena perih lukaku. Berjalan ke arah meja rias untuk mengambil kotak P3K. Ini sangat menyakitkan.

Aku berdiri di depan kaca dan membuka baju tidurku. Ternyata luka ini sedikit terbuka hingga ada darah yang keluar.

Menyiapkan betadine dan perban baru. Aku akan menggantikannya dengan yang baru.

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang