29. Reset

16 0 0
                                    

- 1 tahun kemudian -

Dentingan suara sendok kecil yang sedang beradu dengan gelas membuatku hanyut dalam lamunan. Setahun berlalu sejak kejadian menjijikkan itu, aku terus memikirkan, bagaimana caraku untuk bisa melepas perasaan yang tak berhak menjadi milikku lagi?

Sentuhan lembut melingkar pada pinggangku. Kecupan hangat yang aku rasa di ceruk leherku membubarkan segala pikiranku tentang masa lalu.

"Morning, sayang." Sapa Jendra sangat lembut. "Kopi aku kan? Bukan punya Rainer?" Jendra mengambil gelas kopi yang sudah siap ia teguk.

"Rainer udah pergi pagi banget. Habis subuh," Aku merapihkan sedikit rambut Jendra yang berantakan.

"Pagi banget? Ngapain?"

"Nggak tau. Nggak bilang soalnya."

"Pake jas putih?"

"Eumm..." Aku mengingat penampilan Rainer. "... Enggak. Dia cuma kaosan biasa sama pake jeans panjang terus pake sendal seingetku,"

"Yaudalah."
"Eh, aku libur hari ini. Nggak akan diganggu panggilan rumah sakit. Mau qtime nggak?" Tawar Jendra.

"Sore ya. Pagi ini aku harus ke kantornya Jeff," Jawabku.

"Aku temenin deh,"

"Boleh. Tapi, gak boleh ganggu ya."
"Apapun yang terjadi disana. Jangan ikut campur,"

"Apapun yang terjadi? Emang ada apa?"

Aku tertawa kecil kemudian mengecup pipi Jendra. "Rahasia," Aku berlari kecil menuju kamar.

"Sayang!" Jendra meninggalkan kopinya yang sisa setengah untuk mengejarku.

...

Ruang aula besar sudah disiapkan untuk menggelar sebuah acara kantor yang diselenggarakan Thomas dengan para koleganya. Kolega lama maupun kolega baru datang untuk acara ini.

Sebetulnya, acara inti dari acara besar ini adalah untuk membantu anak perusahaan yang di pimpin oleh Rio dan Angga. Setahun kebelakang, mereka sangat kesusahan. Akhirnya, Thomas memilih untuk melakukan lelang saham untuk anak perusahaannya.

Aku datang bersama Jendra. Aku sudah melihat Jeff, Angga, Venly, Yesa, Randy dan Andy sudah sibuk menyapa para tamu. Thomas juga terlihat sibuk menjelaskan sesuatu kepada salah satu koleganya.

"Sessaaaaaa..." Zahra menyapaku dan sedang berjalan ke arahku bersama Gading.

"Lili kemana?" Tanyaku setelah memeluk salah satu sahabatku ini.

Gading dan Jendra saling berjabat tangan. "Kita melipir ya," Ucap Gading.

"Iye udeh sana duaan laki sama laki," Ucap Zahra seolah mengusir Gading dan Jendra.

"Aku tinggal ya," Jendra mecium keningku sejenak kemudian berjalan pergi bersama Gading.

Zahra dengan muka jahilnya mulai ingin beraksi. "Ahay!!!! Udah tua lu. Inget umur kek,"

Aku hanya bisa tertawa. "Lili mana? Gue nanya juga,"

"Lili lagi nenangin si Rio. Asli itu anak mukanya pucet," Jawab Zahra.

"Gue nggak bisa diem aja nih. Rio kan bareng Angga mimpinnya,"

"Lah terus lu mau apa?"

"Beli saham mereka kali ya. Dikit."

"Cih.. Diperusahaan ini, saham lu paling gede kalau lu lupa. Thomas mah cuma remah—" Aku membungkam Zahra sebelum semakin kemana-mana omongannya.

"Gue tau. Nggak usah disinggung." Tegasku.

[REVISI] 'Rumah' Yang Sebenarnya 'Rumah' 2 Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang