Renjun menatap rincian jadwalnya dengan tatapan tak percaya. Tanggal dan hari dimana seharusnya ia terbang ke Cina terisi penuh dengan jadwal. Padahal tinggal 5 hari lagi sebelum dirinya terbang ke Cina. Tangannya melemas di sisi tubuhnya. Air mata mengalir begitu saja. Ia bahkan sudah merapikan koper yang akan dibawanya, saking semangatnya. Lalu semuanya harus dibatalkan?
Mark masuk ke kamarnya dengan tatapan rasa bersalah. Semua member mendapat jadwal penuh tanpa terkecuali, termasuk Jaemin. Chilhyun baru saja meneleponnya, meminta maaf berulangkali. Sesuatu terjadi di perusahaan, membuat semua Excecutive Manager dan para dewan direksi tidak menyetujui keputusannya secara kompak. Hanya satu orang, yang dulu ditemui Chilhyun yang menyetujui keinginannya. Dan lagi-lagi, Chilhyun tidak bisa tegas karena diserang dari semua lini perusahaannya. Dan seringai menyebalkan Louis membuatnya ingin melemparnya dari lantai 10 gedung agensi.
Mark memeluk Renjun erat, ikut menangis bersamanya. Terisak kuat, melepaskan sesak yang teramat sangat dari dada mereka. Renjun sudah membayangkan akan makan bersama keluarganya, berkumpul setelah sekian lama. Ia bahkan sudah menelepon ibunya, mengabarkan dirinya akan pulang minggu depan. Lalu semuanya batal begitu saja? Bagaimana ia menjelaskan ini pada keluarganya? Mereka pasti sangat kecewa.
"Renjun, maafkan aku. Sungguh maafkan aku,"kata Mark membuat Renjun menggelengkan kepalanya.
"Tidak, Mark hyung. Jangan meminta maaf. Mark hyung sudah membantuku sebisanya. Aku seharusnya tahu sejak awal bahwa mustahil mengharap segalanya berakhir mulus, mengingat bagaimana agensi memperlakukan kita, bahkan Jaemin yang jelas-jelas sangat membutuhkan perawatan secepatnya,"kata Renjun sembari terisak, melihat jadwal Jaemin yang juga sama penuhnya, tidak berkurang sedikitpun, justru membuatnya lebih khawatir.
"Kita akan bertahan bersama. Jangan pernah menyerah Renjun, berjanjilah padaku. Kau masih ingin bersama kami kan?"tanya Mark sembari memegang kedua pipi Renjun yang tampak semakin tirus. Renjun mengangguk sambil terus terisak. Mark hanya mampu berusaha menenangkannya.
Lain halnya dengan Jaemin, Jeno justru lebih frustasi melihat jadwal saudaranya yang sangat padat. Mereka ada janji untuk membentuk jadwal pertemuan terapi Jaemin dengan Uisa Park. Tapi jika melihat jadwal seperti ini sepanjang hari, mereka tak akan punya waktu bahkan hingga akhir tahun. Jaemin hanya menatap jadwal itu dengan wajah datar. Memang apa yang bisa dia lakukan?
Jeno bergerak memeluk Jaemin erat-erat. Ia sedih, sangat sedih. Bahkan setelah mereka menceritakan semua keadaan Jaemin yang sebenarnya, agensi tetap tidak mempertimbangkan hal itu. Jaemin hanya menatap ke depan dengan tatapan kosong. Sangat takut, takut jika ia tak mampu bertahan.
"Jaemin-ah,"panggil Jeno.
"Hmm?"jawab Jaemin.
"Jangan menyerah ya?"kata Jeno. Jaemin mengangguk walaupun ada rasa ragu yang lebih besar menghimpit dadanya.
🌺🌺🌺
Hari-hari mereka berjalan dengan lambat, rasanya semakin sulit. Tiap member tumbang satu persatu, tapi tetap harus segera bangkit, mengingat jadwal yang tidak memiliki toleransi sama sekali.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rainbow In Your Eyes [✓]
Fanfiction[COMPLETED] Berat itu seperti apa? Apakah ketika rasa sakit menghimpit dadamu? Membuatmu ingin berhenti saat kamu merasa segalanya sudah terlalu berlebihan? Mereka hanya ingin terus bersama, tanpa peduli bahwa apa yang mereka hadapi tidak seharusnya...