Chapter 18 : Reach the Limit

956 100 0
                                    

Jeno membuka lacinya, mencari-cari kabel speaker-nya yang terselip di antara barang-barangnya dengan Jaemin

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jeno membuka lacinya, mencari-cari kabel speaker-nya yang terselip di antara barang-barangnya dengan Jaemin. Ketika membuka laci terbawah, dahinya mengernyit mendapati satu botol obat tanpa label. Sepengetahuanya, obat Jaemin selalu tersimpan di dalam tas. Ia buka botol itu dan warnanya berbeda dengan antidepresan yang biasa dikonsumsi Jaemin.

Jaemin yang baru masuk ke kamar membawa segelas air putih tertegun mengetahui Jeno menemukan obat yang ia sembunyikan. Menghela nafas sejenak, ia sadar cepat atau lambat Jeno pasti tahu. Ia tak pernah bisa menyembunyikan apapun dari Jeno yang sangat peka kepadanya.

"Ini apa?"tanya Jeno dengan wajah sedih. Sejujurnya sebuah pemikiran terlintas di pikirannya. Pemikiran yang ia harap salah.

"Aku tidak bisa tidur tanpa itu, Jeno,"jawab Jaemin sambil menunduk. Jeno terbelalak mendengarnya.

"Obat tidur?"tanya Jeno lagi dan hanya dijawab anggukan kepala Jaemin.

"Kau akan seperti zombie jika terus mengandalkannya, Jaemin,"kata Jeno, sangat sedih.

"Aku tahu. Tapi mimpi buruk itu terus datang. Aku terus menerus terbangun bahkan baru 10 menit aku tidur,"kata Jaemin, benar-benar tak tahu harus melakukan apa lagi. Jeno menunduk, menyadari Jaemin benar-benar harus segera mendapat perawatan atau hiatus.

Jeno meletakkan obat itu kembali ke atas nakas, lalu keluar kamar, mengabaikan panggilan Jaemin. Ia berlari keluar dorm meninggalkan Jaemin yang menatapnya nanar dari balik pintu asrama mereka.

Jeno memeluk lututnya sendiri, sangat erat, menangis hingga sesenggukan. Sungguh, dadanya sangat sesak, sedih luar biasa. Ketika mengetahui bahwa Jaemin dalam kondisi separah itu dan ia tak bisa melakukan apapun, air matanya langsung menumpuk di balik matanya. Ia tak mau menangis di depan Jaemin. Ketika merasa tidak sanggup lagi menahan air matanya, ia berlari keluar tak mengindahkan panggilan dari kembarannya.

Cuaca malam yang dingin tidak membuatnya beranjak dari rooftop gedung asrama mereka. Ia masih berusaha menghentikan tangisnya, tetapi tidak mampu.

"Kumohon, berhentilah,"lirihnya sembari terus mengusap matanya dengan kasar. Ia ingin kuat untuk Jaemin, tapi semakin hari, rasanya semakin berat. Ia hampir tidak sanggup lagi melihat kembarannya dalam kondisi seperti ini.

Seseorang duduk di sebelahnya sembari menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal. Jeno mendongak ke atas dan mendapati Mark berdiri di hadapannya. Air matanya semakin deras jatuh melihat hyung tertuanya di grup berdiri memandanginya dengan sedih.

Mark duduk di sebelahnya. Ia sendiri memakai coat tebal, tahu akan kedinginan jika ia menyusul Jeno ke atas. Sebenarnya Mark baru saja pulang dari jadwalnya ketika melihat Jeno berlari melewatinya dengan berurai air mata. Sempat ingin menyusul namun terlambat. Jadi ia hanya mengamati tombol lift yang mengarah ke lantai teratas. Ia memilih kembali ke dorm untuk mengambil coat dan selimut karena ia tahu Jeno butuh banyak waktu menyendiri.

Rainbow In Your Eyes [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang