Mudah bagi Viona untuk menolak permintaan Rean. Dia jelas keberatan. Sudah empat hari berlalu, semenjak Rean memintanya untuk menjadi partner latihan berciuman, pria itu jadi lebih banyak diam. Tidak seperti biasanya yang akan cerewet dan selalu memepetnya meski Viona sedang sibuk sekali beraktivitas di depan laptop.
Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 21.00 dan Rean belum kunjung kembali dari kantor. Siang tadi Viona menanyainya ingin makan malam apa agar wanita itu bisa mempersiapkannya dan mereka bisa makan bersama. Viona ingin membahas hal ini setelah makan malam agar semuanya kembali normal.
Namun, pria itu hanya membalasnya dengan emoji. Ada balasan lagi tak berselang lama dari itu, tetapi sangat singkat. Ada meeting katanya di luar dengan tim satu divisinya, dan Viona tidak menanyainya lagi.
Wanita itu mendengkus pelan, sambil masih memandangi layar laptop yang menampilkan hasil ketikannya beberapa jam lalu. Alur yang dia buat sudah teratur, dan sesuai dengan kerangka yang dibuatnya untuk project naskah ini. Menulis kisah romantis bukan perkara mudah bagi Viona, dia wanita yang kerap gagal dalam urusan percintaan, sikapnya kaku dan lurus-lurus saja. Dia hanya bisa mencari referensi dari film maupun buku romantis lainnya. Bukan dari pengalamannya. Meski jujur saja, menulis alur dengan tema romantisme itu menyita pikirannya. Dia bukan fans berat kisah roman picisan klise yang membosankan, film pun Viona lebih berhasrat untuk menyaksikan genre thriller ataupun aksi. Tetapi, sebagai calon penulis sukses di masa depan, semua tema dan genre harus dia babat habis, tanpa terkecuali.
Tapi ini bukan perihal novel itu yang Viona khawatirkan. Melainkan... lelaki itu. Bagaimana mungkin sudah jam sembilan lewat masih belum juga sampai di apartemen. Apa dia dan tim divisinya sedang senang-senang setelah meeting berlalu? Ah, kepala Viona tidak mau berhenti memikirkan kapan lelaki itu sampai di hadapannya dan menyapa seperti biasa. Atau bonusnya membawa makanan ringan untuk teman mereka menonton tv.
Viona memutuskan bangkit dari kursi kerjanya dan melangkah gontai menuju dapur. Di kulkas hanya ada telur dan beberapa makanan kaleng. Dia ingin kudapan atau camilan manis yang dapat membuat mood-nya lebih membaik. Ingin berjalan ke minimarket di lobi apartemen malas sekali rasanya.
Setelah menatap isi kulkas yang kosong, dan berkali-kali mengembuskan nafas seperti orang kelelahan, Viona memutuskan menutup pintu kulkas itu. Saat menoleh ke samping tubuhnya terlonjak seketika sebab pria yang tengah dia khawatirkan sudah berdiri di sebelahnya. Entah sejak kapan?
"Astaga!" Terperanjat rasanya sangat tidak mengenakan. Degup jantungnya mendadak berpacu keras karena ulah pria itu.
"Kenapa sih? Kayak lihat gendoruwo?" kata pria itu datar. "Gue bawa muffin sama beer. Ambil nih." Tangan kanan pria itu terangkat sambil memegang kantung plastik berwarna putih berisi benda yang dia sebutkan tadi. Lalu, meletakkannya di atas kitchen island kemudian berjalan melewati tubuh Viona begitu saja.
Wanita itu mengerutkan dahi sekejab, kemudian berbalik badan untuk memperingatkan pria itu agar berhenti sering mengagetkannya. Dia tidak akan pernah bisa membayangkan mana ada gundoruwo setampan pria itu.
Namun, niat itu dia urungkan. Pria itu sedang membuka kancing demi kancing kemeja dan melemparkan baju bekas pakainya itu tepat di keranjang pakaian kotor miliknya sendiri. Tanpa menghiraukan Viona yang menyaksikan aksinya tersebut. Karena sudah terlalu sering wanita itu menyaksikannya bertelanjang dada.
"Apa?" tanyanya datar. Dan langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri tanpa mau menunggu tanggapan dari Viona. Lelaki itu menjadi dingin dan tampak tidak mau dekat-dekat dengan Viona. Padahal Viona sangat mengkhawatirkannya tadi karena belum kunjung pulang.
Mendengkus pelan, tangan kanan wanita itu menyambar kantung plastik di atas kitchen island dan membawanya ke meja kerja. Kemudian meraih satu kaleng beer lantas meminumnya hingga tandas setengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to kiss?
RomanceBagaimana rasanya diminta menjadi partner berlatih ciuman? Aviona Elardi pikir, teman sekamarnya yang 27 tahun menjomblo itu akan terus berpikiran pendek dan takut untuk membuka hati. Namun saat suatu hari Reandra Abimanyu memintanya untuk diajari d...