13. 💋 waiting for answer💋

19.2K 575 37
                                    

Satu minggu kemudian, semuanya menjadi terasa berbeda, terutama Viona yang paling kentara menghindari interaksi dengan Rean.

Wanita itu lebih sering menghabiskan waktu di luar atau ke rumah Yuji sampai menginap dan seolah tidak ada waktu untuk sekadar ngobrol dengan Rean di apartemen seperti biasanya. Tempat itu menjadi sunyi, tidak ada tawa mengudara dan candaan klise semenjak Viona jarang berada di sana.

Rean memerhatikan layar komputer dengan fokus untuk mengerjakan tugasnya membuat laporan yang harus diberikan kepada atasannya pukul 14.00 nanti. Tengah sibuk mengetikkan sesuatu di papan ketik, fokus Rean teralih saat Twinsi menyambangi biliknya dan tersenyum sambil membawa satu botol minuman berenergi di tangan. Wajah datar pria itu kentara sedang tidak mood.

"Kak, aku bawa obat kuat nih." Wanita itu dan bahasanya yang sering membuat orang-orang salah paham, dia mengerling jahil pada pria itu yang hanya disambut dengan helaan nafas panjang seolah hari ini terasa berat sekali.

"Pakai bahasa yang lebih sopan bisa nggak? Nanti orang-orang salah paham, kayak bisa tanggung jawab aja!" keluh pria itu seraya menerima minuman botol kaca berukuran 120ml tersebut.

Twinsi tersenyum nakal kemudian membalas, "Kamu yang musti tanggung jawab, Kak. Soalnya kamu kan calon bapak dari anak-anakku kelak. Eaaaa!"

Ledekan wanita itu tak mendapat respons sebab Rean terlalu malas, pikirannya sedang tidak enak saat ini. Pria itu memutar tutup botol minuman tersebut dan meneguknya dalam diam.

"Pergi sana. Ada hati yang harus dijaga," balas Rean tak acuh.

Twinsi membalas tak kalah frontal, "Kayak diterima aja! Idih kata aku sih."

Sebelum Rean semakin kesal, wanita itu sudah ngacir entah ke mana yang membuat pria itu memijit pangkal hidungnya. Sejak peristiwa siang itu yang melibatkan Rean dan Viona bergumul bersama di ranjang minggu lalu, interaksi keduanya jadi canggung.

Rean ingin mereka seperti dulu yang semuanya serba bebas dalam berekspresi. Tetapi Viona seolah menjaga jarak di antara mereka. Dan hal itu yang selama ini Rean takuti terjadi.

Meraih ponselnya di atas meja, Rean membuka kolom chat miliknya bersama Viona terakhir kali yang mana itu adalah tiga hari lalu. Dia memberi spam pada Viona untuk pulang karena dia ingin makan bersama, tetapi wanita itu tidak membalas pesan tersebut dan hanya membacanya saja.

Seakan-akan Viona telah meng-ghosting dirinya. Pengakuannya minggu lalu belum mendapat jawaban, dan Rean kini sangat penasaran bagaimana menurut Viona akan hubungan mereka selanjutnya.

Rean tidak mau digantung seperti ini, dia menginginkan kejelasan kedepannya agar dia bisa melakukan sesuatu.

Dengan berani Rean mengetikkan pesan kepada Viona, berharap wanita itu membalasnya segera karena Rean sangat rindu padanya. Ada dua sisi yang mengganjal di benak Rean, yang pertama adalah dia lega sudah menyatakan perasaan yang dia pendam bertahun-tahun, tetapi di satu sisi dia pun merasa karena hal itu pula Viona jadi menciptakan jarak.

Padahal tidak ada yang salah jika dia mencintai sahabatnya sendiri. Jika tidak mau persahabatan rusak, maka pacaran adalah jalan terbaik menurutnya. Namun seperti itulah Viona, kerap membuat rumit hal yang sebenarnya sederhana.

Menatap terus layar ponselnya, dua menit berlalu belum ada balasan. Rean kini semakin frustrasi jika usahanya tidak dilihat seperti sekarang. Dia harus melakukan apa lagi untuk membuat Viona melihat kesungguhannya. Apa dia harus menguras air laut agar meyakinkan wanita itu bahwa Rean memang menyayanginya dan tidak ada wanita lain. Tak lama meletakkan kembali ponsel ke meja, benda itu kemudian berdenting menandakan notifikasi pesan masuk.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang