19. 💋 Kiss and Make Up 💋

21.2K 599 33
                                    

Sstt little bit 🔞

Tidak ada penolakan saat kecupan dari pria itu datang bertubi-tubi menyesap bibirnya dengan mesra. Kedua telapak tangan Rean yang hangat menangkup pipi wanita itu, dan dengan wajah terharu Rean lagi-lagi mengecupnya berkali-kali.

Rasa rindunya tersalurkan, dan wanita itu tidak bergerak ke mana pun. Hatinya yang semula dingin seolah membeku kini kembali menghangat saat wanita yang begitu dia rindukan berada tepat di depan matanya saat ini.

"Mau ke mana lagi? Kenapa pergi nggak pamit, Vi? Tau nggak kalau gue sedih saat nggak ada lo." Rean melepas tangannya yang menangkup wajah Viona, lalu kembali memeluk wanita itu seerat mungkin.

Viona mengusap sisa air mata di pipi kemudian menjawab, "Gue minder sama lo. Ngerasa nggak pantes."

"Terus siapa yang pantas? Di saat orang yang gue mau hanyalah lo aja. Jangan kabur lagi, gue nggak punya petunjuk lagi kalau lo pergi."

Viona kira Rean akan memakinya tadi saat pertama kali mereka saling berhadapan, tetapi tidak... pria itu justru merengkuhnya dan menuntut jawaban kenapa Viona tega pergi saat Rean sedang cinta-cintanya pada perempuan itu. Rean tidak ingin marah dan membuang energinya untuk melakukan sesuatu yang tidak perlu, tujuannya ingin menemui Viona dan meyakinkan wanita itu bahwa Rean tidak masalah dengan semua hal yang Viona khawatirkan.

"Gue ngerasa clueless saat lo bilang orang itu gue. Gue nggak punya apa-apa, Re. Nggak ada hal dari gue yang bisa lo banggakan." Viona mati-matian menahan isakan saat mengutarakan isi hatinya, dia hanya tidak ingin menjadi orang yang tidak berguna dalam hidup Rean yang sudah sangat sempurna. Viona seperti benalu yang menempel dan tidak memiliki kontribusi dan hanya menyusahkan saja.

"Siapa yang bilang lo nggak membanggakan? Buat gue lo adalah kebanggaan gue." Pria itu terus memeluk erat, tidak berniat akan melepaskannya dahulu karena terlalu rindu. Takut wanita itu akan kabur lagi dan Rean bisa benar-benar gila nanti.

"Maafin gue," ucap Viona sungguh-sungguh mengendurkan rengkuhan pria itu, wanita itu menunduk dalam kemudian memegang kedua tangan Rean dengan erat dan hangat. "Maafin gue untuk banyak hal, Re. Maafin karena gue pergi ninggalin lo dan takut sama semua kemungkinan."

"Jangan pergi lagi. Janji, ya."

Viona mendongak dan tersenyum pada pria itu. "Maafin gue, serius maafin gue."

Rean membalas senyum itu kemudian mencium punggung tangan Viona dengan hangat. Menyadari wanita itu terlihat gemetaran karena dingin, Rean dengan sigap mengajak Viona untuk masuk ke dalam mobil.

"Tadi mau ke mana? Gue antar mau?" tawarnya begitu manis. Viona menatap pria itu tak kalah hangat. "Mau ke toko papa."

"Naik yuk, dingin nanti lo demam."

"Re... maafin ya." Viona melepas helm kecil yang melindungi kepalanya sambil berujar sendu. Dan Rean menyelipkan rambut wanita itu ke sisi telinga, dia memberi senyum manis dan mengangguk mengerti.

Perhatian pria itu tidak pernah luntur sedikitpun, dia tetap menjadi Rean yang hangat dan sangat baik. Viona merasa sangat berdosa sudah melakukan banyak kesalahan pada pria itu, padahal soal ketidakpercayaan dirinya adalah masalahnya sendiri dan bukan Rean yang patut untuk disalahkan.

Pria itu memungut otopet listrik milik Viona kemudian melipatnya dan memasukannya ke dalam bagasi mobil, Viona tidak akan menolak dan menghindar lagi kepada pria itu. Dia masuk ke bangku penumpang dan duduk dengan manis, menuruti segala yang pria itu ucapkan.

Viona tidak akan lagi membuat masalah yang seharusnya sederhana menjadi rumit karena dirinya. Melihat usaha pria itu yang sangat matang dan sungguh-sungguh, membuat hati Viona menghangat dan mulai menyadari jika Rean memang mencintainya.

How to kiss?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang