Viona menatap lurus ke depan memandangi langit-langit kamar Yuji saat sesi brainstorming bersama editor itu selesai. Dia menekuk wajah lesu karena tengah memikirkan banyak hal saat ini, bukan karena naskahnya melainkan tentang Rean.
"Ngelamun aja lo!" tegur wanita berpotongan bob itu kepada Viona, Yuji baru saja kembali dari dapur mengambil satu bungkus basreng kesukaannya yang memiliki cita rasa pedas dan wangi daun jeruk. "Nih ngemil biar nggak bego."
"Menurut lo gimana, Ji? Gue harus ngapain?" tanya Viona, kemudian bangkit dari posisi baringnya. Wanita itu duduk bersila di depan Yuji dan meminta pendapat si sepupu itu untuk permasalahan yang dihadapinya saat ini. Viona sudah menceritakan segalanya, dan Yuji belum kunjung memberi opini. Pikiran Viona seakan buntu karena dialah yang menciptakan masalah itu sendiri.
"Gimana yah?" balas Yuji malas-malasan. "Dulu gue suruh cari tempat malah keenakan sih di apartemen Rean. Mentang-mentang orang baik malah lo manfaatin. Lo emang nggak tau diri sih, Vi."
Wanita itu mendelik tidak suka kemudian memukul pelan bahu saudaranya itu. "Mulut lo!"
"Loh, jangan tersinggung dong!" balas Yuji sambil terkekeh. "Selama ini lo hidup ditanggung Rean ya, laki-laki ganteng bak malaikat yang mapan dan baik hati itu. Karena kalian hidup satu atap lebih dari dua tahun, gue rasa wajar kalau dia mulai ada rasa sama lo. Yang gue nggak ngerti, kenapa dia harus suka sama cewek gila kayak lo?"
"Yujiiii!" rengek Viona tidak suka. Wanita itu belingsatan seperti cacing kepanasan karena fakta akan ucapan Yuji yang menamparnya. Benar, kenapa Rean harus menyukainya? Seperti tidak ada wanita cantik lainnya saja, padahal Viona tidak memiliki apa-apa, tidak secantik wanita di kantor pria itu juga. Viona sendiri bahkan heran, Rean habis kena hipnotis dari mana sampai menyatakan perasaannya padanya.
"Lo jangan menyulitkan dia, ya. Rean udah baik banget dan selalu ada buat lo. Kalau lo nggak tolol dan bisa lihat sih, effort dia buat lo tuh banyak banget. Jangan ghosting dia. Kasih kejelasan, lo mau terima silakan, kalau nggak mau terima lo jangan gantungin perasaan dia kayak celana kolor basah."
Viona mengembuskan nafas lelah kemudian mengacak rambutnya hingga berantakan. "Terus gue harus gimana?"
"Paham maksud gue nggak sih begundal brengsek ini?" Yuji menatapnya sampai bertolak pinggang lalu mengangkat tangannya. "Kasih kejelasan! Masih nggak ngerti gue pukul kepala lo ya, Aviona Elardi!"
Viona yang melihat itu langsung memundurkan kepala dari jangkauan Yuji yang tampak garang saat ini, kejelasan yang seperti apa? Dia menyayangi Rean dan tidak ingin kehilangan sahabat baiknya itu, tetapi dia juga tidak berani menjalin hubungan dengan pria sesempurna Rean. Viona merasa tidak pantas sebab Rean terlalu wah untuknya yang idih.
"Atau kalau lo ragu mending pindah aja," usul Yuji masih terus mengunyah basreng pedas miliknya yang keras seperti kerikil. "Mulai cari tempat kos dan pindah dari sana. Kalau lo memang berat hati mending jauh-jauh aja nggak sih? Kasian Rean lagian, masa iya lo mau tetap satu atap sama dia tapi lo-nya malah nolak. Nggak tau diri amat."
Viona seperti kebanjiran fakta saat ini, karena apa yang diucap Yuji memang benar. Kasihan Rean seandainya Viona tetap di sana tetapi menolak perasaan pria itu. Dia tidak sanggup menahan canggung bersama pria itu setelah banyaknya hal yang mereka lewati.
Apalagi jika mengingat soal kejadian mereka tidur, dan itu terjadi dua kali. Viona tidak dapat membayangkan bagaimana hari-hari yang akan dia dan Rean lewati setelah teringat hal tidak direncanakan itu. Akan sangat canggung dan menguras energi untuk berpura-pura baik-baik saja. Namun, satu hal yang Viona tidak dapat pungkiri bahwa bersentuhan fisik dengan pria itu adalah hal paling membekas dalam ingatannya, juga menjadi candu saat hal itu terbesit di benaknya. Hal luar biasa yang diam-diam ingin Viona terus ulangi, hanya saja rasa takut sudah menyelimuti hatinya hingga dia memilih terus menghindar.
KAMU SEDANG MEMBACA
How to kiss?
Storie d'amoreBagaimana rasanya diminta menjadi partner berlatih ciuman? Aviona Elardi pikir, teman sekamarnya yang 27 tahun menjomblo itu akan terus berpikiran pendek dan takut untuk membuka hati. Namun saat suatu hari Reandra Abimanyu memintanya untuk diajari d...