22

2 2 0
                                    

"Ini apa mama? Ini beneran?"

"M-maaf Na, maafkan mama"

"Jadi ini benar?!" tanya Naomi sekali lagi dan langsung anggukan pelan dari Nadina.

Naomi membulatkan matanya semakin lebar. Sebenarnya bukan itu jawaban yang Naomi inginkan. Sungguh ia benar-benar tak menyangka dengan semua ini.

Naomi menjatuhkan diri nya di atas lantai. Kakinya benar benar terasa lemas. Naomi menundukkan kepalanya seraya memegangi kepalanya dengan tangan tergepal.

Sakit. Sangat sakit.

Sebelumnya, tak pernah sedikitpun ia merasakan sakit yang seperti ini. Luka yang ia rasakan begitu lebar. Sudah cukup ia mengetahui fakta pahit tentang Harun yang merupakan pelaku di balik kecelakaan itu, dan sekarang mengetahui tentang asal usul nya.

Sekarang pikirannya benar benar kacau. Ia tak dapat berpikir jernih. Ia membenci keadaan seperti ini. Dia benar benar anak yang tak di inginkan? Pikirnya lagi dalam hati.

Sedetik kemudian Naomi merasakan sebuah uluran tangan yang memeluknya. Naomi mendongak untuk melihat siapa orang itu. Setelah tau siapa pelakunya, dengan kasar ia langsung melepaskan tangan yang memeluknya.

"Jangan sentuh Naomi!" sarkas nya kepada Nadina dengan tatapan menyakitkan.

Dengan cepat Naomi langsung berdiri dari duduknya dan langsung berlari keluar dari rumah.

Ia meninggalkan rumah nya dengan tergesa-gesa. Ia benar benar kecewa, ia benci, marah, sedih.

Sekarang ia merasa jijik dengan dirinya sendiri. Tapi ia masih tak percaya dengan semua ini. Ia bingung dan takut.

Naomi terus melangkah berlari tak tau tujuan. Ia harus kemana sekarang?

Tiba-tiba pikirannya teringat dengan Baba. Ya, ia harus bertemu Baba! Tapi ia harus mencari nya kemana?

Tak berselang lama, tiba-tiba sebuah guyuran hujan turun dengan derasnya. Naomi menatap ke atas langit. Ia menangis dalam isakan kuat. Suaranya tak terdengar karena suara hujan yang begitu deras. Air matanya bercampur dengan air hujan.

"Papa" gumamnya pelan, tangan nya meremas kuat ujung rok seragam nya. Bahkan ia tak dapat mendengar suaranya sendiri.

***

"Nic" panggil Gerald menghampiri Nichol yang sedang asik menikmati pemandangan di Jakarta dari atas gedung Hotel.

Pertandingan nya akhirnya selesai juga semalam, dan yang memenangkan juaranya adalah SMA Garuda sakti, sekolah mereka.

Dan hari ini adalah hari terakhir mereka disini. Besok mereka akan kembali pulang dan bersekolah seperti biasa.

Nichol melirik melihat Gerald lalu sedetik kemudian ia kembali menatap ke depan.

"Gue ga nyangka akhirnya kita bisa bawa piala untuk sekolah kita" ucap Nichol memulai pembicaraan.

Gerald mengangguk kecil, kemudian ia memberikan secangkir kopi kepada Nichol. "Kopi?"

Nichol mengangguk, ia meraih kopi hangat itu dan menyeruputnya.

"Gue mau minta tolong sama lo" pinta Gerald menatap Nichol dengan tatapan yang tidak bisa di artikan.

"Tolong apa?" jawab Nichol yang kembali menyeruput kopi nya.

"Tolong jagain Gebi" 

"Pastilah, gue kan sahabat lo, adik lo adik gue juga" balasnya menepuk pelan bahu Gerald. Didalam hatinya, sebenarnya bukan itu alasan utama nya. Melainkan memang ia menyukai Gebriella dan akan terus menjaganya.

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang