25

3 2 0
                                    

Hari ini tepat beberapa jam yang lalu, Gerald baru sampai di rumah nya. Sekarang ia sedang duduk di tepi ranjangnya sambil menghela nafas gusar berkali-kali.

Saat ini pikirannya terus menuju pada Naomi. Ia merasa tak tenang. Gerald meresa ada sesuatu yang terjadi pada Naomi.

Garukan kasar penuh kekhawatiran terus menyelimuti hati nya. Sesekali ia menggaruk kepalanya yang tak gatal. Setelah cukup lama menghabiskan waktu nya dengan pikirannya yang mulai melantur kemana-mana, akhirnya ia memutuskan untuk pergi.

Segera ia beranjak dari tempat tidur lalu mengambil jaket nya yang ia gantung di gantungan baju dan memakai nya. Ia keluar dari kamar nya dan berniat ingin menemui kekasih yang sudah ia hubungi semalam.

Namun, saat ia akan melewati pintu kamar Gebriella, langkah nya berhenti begitu saja. Matanya mengarah pada pintu kayu yang tertutup rapat itu. Cukup lama ia memandang, akhirnya ia memutuskan untuk melihat adiknya sebentar sebelum pergi.

Beberapa kali Gerald mengetuk pintu itu namun tak ada sahutan dari dalam. Karena tak ada balasan, akhirnya ia mencoba memutar gagang pintu itu perlahan. Setelah pintu itu berhasil ke buka, ia mencondongkan kepalanya melihat ke dalam kamar Gebriella yang bernuansa kuning dan putih. Warna kesukaan Gebriella.

Gerald menerawang ke seluruh kamar Gebriella. Tak berselang lama pandangannya terkunci pada Gebriella yang berbaring di atas kasur. Tanpa menunggu lagi Gerald langsung saja melangkahkan kakinya menghampiri adik nya yang sedang tidur siang.

Gerald mendudukkan dirinya di pinggir ranjang milik Gebriella. Matanya memandang wajah tenang milik adiknya. Terlihat damai dan tentram. Hembusan nafas nya pun terasa begitu hangat. Gerald tersenyum tipis seraya mengangkat tangannya mengelus puncak kepala Gebriella dengan lembut.

Elusan lembut yang Gerald berikan perlahan membuat beberapa kerutan di dahi nya. Entah mengapa tiba-tiba matanya memanas. Hatinya pun merasakan sesuatu yang tidak ia mengerti. Sedetik kemudian, setetes air bening meluncur lolos dari sudut mata Gerald, namun dengan cepat ia langsung menyeka nya.

Entah mengapa, melihat wajah tenang Gebriella membuatnya merasa sedih. Apakah ini karena ia mengingat tentang bagaimana Gebriella kehilangan penglihatannya karena kecerobohannya atau hal lain? Entahlah Gerald pun tak mengerti.

Cukup lama ia memandang wajah cantik adiknya itu, tak berselang lama ia sadar akan janji nya pada Naomi. Pasti sekarang Naomi sedang menunggu nya. Pikir nya yang dengan segera langsung beranjak pergi dari sana. Ia pun menutup kembali pintu kamar Gebriella pelan agar tidur adik kesayangan nya itu tidak terganggu.

Setelah selesai dengan urusannya, ia langsung keluar dari rumah dan menyalakan motornya menuju tempat yang sudah di rencanakan. Sebelum pergi, Gerald sudah menitip pesan pada salah satu asisten rumah tangga di rumahnya kalau ia keluar sebentar karena sudah ada janji.

***

Liukkan pelan tubuh seorang gadis yang terbaring lemas di atas lantai yang dingin dan kotor menjadi tanda bahwa ia akan bangun dari tidur pulas nya. Kedua kelopak matanya perlahan melebar. Membuat pancaran sinar matahari yang menembus di cela cela masuk ke penglihatannya.

'Shhh'

Lengkuhnya saat memegang kepalanya yang terasa pusing. Ia menutup kembali matanya menahan rasa sakit itu. Setelah di rasa cukup mendingan, ia mencoba bangun dari tidur nya.

Naomi menopang tubuhnya dengan tangan nya untuk duduk dengan benar. Matanya menerjap-nerjap melihat ke sekitar. Pencahayaan yang berasal dari matahari yang bersinar terik menampakkan isi dari ruangan itu. Cukup menyeramkan.

"Gue masih hidup?" batinnya bertanya dengan raut wajah bercampur kebingungan dan lega.

Beberapa saat kemudian, Naomi baru sadar akan rasa tusukan yang ada di perutnya. Ia kira semalam hanyalah mimpi, tetapi ternyata benar-benar terjadi.

Naomi kembali mengingat ingat kejadian semalam. Tanpa sadar hal itu membuat air mata di kelopaknya yang sudah penuh akhirnya meluncur sukses.

Naomi masih tak percaya jika orang yang bersamanya semalam dan pelaku yang menusukan pisau tajam itu ke perutnya adalah Edwin. Sahabat nya sendiri. Oh larat mungkin hanya ia yang menganggapnya begitu.

Kini matanya jatuh pada kantung hitam yang ada di sampingnya. Naomi menggapai kantung plastik itu yang ternyata di dalamnya terdapat sebungkus roti dan sebotol air mineral.

"Air dan roti buat lo" ujar Edwin meletakkan kantung plastik yang berisikan air dan roti di samping Naomi.

Melihat roti itu membuat Naomi lapar dan haus. Perlahan ia membuka botol air mineral itu lalu setelah terbuka ia langsung meneguk air itu, menghilangkan dahaga yang ia tahan sejak kemarin. Ia ingin makan tetapi rasa sakit di perutnya terus menyerang.

Mencoba tak peduli dengan rasa sakit itu, Naomi segera membuka bungkus roti dan melahap isinya habis. Sekarang ia lega karena perutnya sudah terisi meskipun itu tidak cukup menahan rasa laparnya.

Sedetik kemudian saat ia meneguk air mineral itu sampai tandas, ia baru tersadar akan ucapan Edwin semalam yang mengatakan bahwa Gerald mengirimkan pesan. Lelaki itu ingin bertemu dengan nya.

Saat Naomi ingin bangkit dari duduknya, ia baru tersadar dengan keadaannya sekarang. Seragam yang ia pakai sudah penuh dengan cap merah di sekitar perutnya.

"Gimana ini" gumamnya kebingungan. Ia melihat lihat ke sekitar mencari sesuatu untuk menutupi lukanya. Dalam sekali pencarian, matanya langsung menangkap sebuah kain yang tergeletak di atas lantai di depannya. Segera Naomi ingin menggapai kain itu dengan cara mengesotkan tubuhnya.

Setelah dapat, ia tak menyangka apa yang ia sentuh itu. Ternyata bukanlah kain biasa, melainkan sebuah jaket yang terlihat masih bagus. Naomi pun tampak tak asing dengan jaket tersebut.

'Apakah Edwin sengaja meninggalkan jaket ini untuk nya?' pikirnya.

Tak butuh berpikir panjang, Naomi langsung menyambar jaket itu dan mengenakannya. Menutupi luka dan cap darah yang ada.

Untung saja jaket itu memiliki size yang besar, sehingga dapat menutup seluruh pakaiannya yang terkena darah.

Dengan sekuat tenaga Naomi mencoba bangkit dari duduknya. Ia langsung beranjak pergi dari tempat menyeramkan ini setelah berdiri dengan sempurna.

Naomi tak peduli akan rasa sakit dan nyeri yang menyerang kepalanya dan tubuhnya. Yang ia pikirkan hanyalah Gerald. Ia harus bertemu dengan laki-laki itu. Entahlah mengapa, firasat nya menunjukkan bahwa ada sesuatu yang penting yang ingin Gerald sampaikan kepada nya.

Untung nya lokasi yang menjadi tempat pertemuan nya dengan Gerald tak jauh dari bangunan tua ini. Meskipun jalannya cukup sepi, semoga saja tak ternyata sesuatu yang tak di inginkan.

Dan tak lupa Naomi mengantongi handphone nya kedalam kantung jaket itu. Handphone nya mati, sehingga ia tak bisa menghubungi siapapun. Pasti semua orang mengkhawatirkan nya. Tetapi tak apalah, ia pasti bisa bertahan. Pikirnya menyepelekan keadaan nya yang sudah sekarat.

🩸🩸🩸

To be continued..

-------------

Naomi strong💪

Our DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang