Hari yang begitu menyakitkan bagi seorang anak kecil yang kini menangis dalam dekapan tetangga sebelahnya. Wanita yang mengelus punggung kecil penuh kerapuhan ini merupakan sahabat dari ibu sang anak kecil yang kini sedang di doakan di dalam peti mati bersama suaminya di peti satunya.
Tubuh bergetar itu tak ada hentinya untuk memberontak, ingin melepaskan diri dan memeluk erat peti mati dihadapanya.
Anak berusia enam tahun yang hanya mengerti bagaimana memainkan robot-robotan kini harus memahami artinya kehilangan. Kehilangan orang-orang yang berharga baginya untuk selamanya.
"Tak apa sayang, orang tuamu sudah bahagia," kalimat penenang yang terus menerus diucapkan guna menenangkan hati si kecil dalam dekapan memilukan tersebut.
Sebuah tangan kecil ikut menggenggam jemari anak dalam dekapan hangat tersebut. Ia menoleh dan melihat sosok yang sedang menggenggam tangannya dibalik dekapan orang dewasa yang tengah merengkuhnya.
Tatapan polos itu. Binar menghangatkan itu. Senyum tulus itu. Semua itu membuyarkan seluruh rasa sakit yang ia alami untuk beberapa waktu ini.
"Ada aku, Choi Beomgyu."
---
Beomgyu terbangun dari tidurnya. Menatap langit-langit kamar. Kenangan masa lalu terus saja berputar di otaknya dan terus menerus menerobos ke dalam alam mimpinya. Padahal baru semalam ia bermimpi, namun mimpinya bak kaset rusak. Berulang terus menerus tanpa henti dan tak mengerti bagaimana menghentikannya.
Pria bersurai hitam ini mengelap peluh yang bercucuran di setiap sisi wajahnya dengan punggung tangan. Mengatur nafasnya yang kian naik turun.
Berdiam diri beberapa menit hingga ketukan pintu berhasil membuyarkan lamunannya.
"Beomie, bangun sayang. Sarapannya sudah siap!"
"Iya bunda, beomie mau cuci muka dulu," balas Beomgyu yang kini berjalan menuju kamar mandi yang berada di kamarnya. Menuju westafel dan mencuci wajah penuh keringat.
Sosok bersurai hitam ini telah sampai di ruang makan keluarga. Disana terlihat sudah berkumpul keluarga besarnya, ah tidak, keluarga barunya pasca meninggalnya kedua orang tua kandung pemuda manis ini.
"Selamat pagi ayah, selamat pagi bunda," sapa beomgyu ramah sebelum dirinya mendudukkan diri di salah satu kursi yang kosong.
"Selamat pagi juga taehyun," lanjut si manis sembari menatap penuh binar ke arah orang yang dituju.
Ke empatnya makan dengan khidmat tanpa berbicara sedikitpun, membiarkan alat makan yang berdenting menggantikan kesunyian tersebut.
"Sebentar lagi hari kelulusan kalian, sudah menentukan mau kuliah dimana?" tanya ayah selaku pemimpin rumah tangga.
Kedua putranya mengangguk sebagai jawaban.
"Tae mau kuliah di Paris," sahut si anak kandung yang mendapatkan tatapan tak setuju dari kedua orang tuanya.
"Kamu belum cukup dewasa untuk kuliah di tempat sejauh itu."
"Tapi yah, tae sudah besar sekarang!"
"Kamu berani membantah ayah?" terdapat jeda sebentar "Gyu kamu lanjut dimana?" lanjut ayah yang langsung mengalihkan perhatian ke arah anak yang sudah bertahun-tahun tinggal dan dirawat dalam lingkup keluarganya.
Beomgyu yang terkejut karena pertanyaan mendadak setelah perdebatan menegangkan itupun tampak ragu untuk bicara. Bukan karena keinginan muluk-muluknya, tetapi karena ia melihat tatapan tajam saudara angkatnya yang ditujukan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TMI || TaeGyu ☑️
Fanfiction"Hubungan antara idol dan fans itu sangat erat. Keduanya saling membutuhkan, keduanya saling mengisi. Kau tau alasan mereka membagikan TMI? Itu semua karena mereka percaya dan ingin menunjukkan cinta pada fansnya tanpa ditutupi. Bukannya menarik?" _...