8.

817 99 3
                                        

Rumah minimalis dengan taman bunga kecil sudah masuk dalam indra penglihatan si manis. Langkah kakinya terhenti hanya untuk memandangi rumah sederhana yang menjadi saksi kebahagiaannya selama bertahun-tahun dan juga luka yang ia dapatkan di tahun-tahun terakhir.

Sebelum melanjutkan langkahnya untuk membuka pintu bercat putih, disempatkan waktu untuk mengatur nafas. Memastikan ia bisa tersenyum saat melihat seluruh pasang mata didalam sana. Memastikan luka yang tertanam di dalam hatinya tidak terbuka ketika kembali melihat wajah seseorang yang akhir-akhir ini mengganggu kejiwaannya.

Tungkai itu telah menapak tepat di depan ambang pintu. Jemarinya dengan lembut menyentuh gagang pintu, menekan ke bawah kemudian mendorong ke depan.

Tidak ada yang menyadari pintu itu terbuka sedikit, sosok yang membukanya terlihat ragu untuk masuk. Ia hanya menatap untuk beberapa saat mengenai apa saja yang terjadi di dalam.

Sebuah kehangatan.

Sebuah keluarga bahagia.

Sebuah keharmonisan.

Sebuah keluarga yang utuh.

Hati itu terasa hangat bersamaan dengan sesak. Melihat satu-satunya pemuda yang asyik bersenda gurau dengan kedua orang tuanya kembali menyadarkan si manis yang hendak memasuki rumah itu.

Ini bukan tempatnya.

Sebelum air mata itu merembes keluar, nampaknya kehadiran si manis mulai ditangkap oleh seseorang. Bisa dilihat orang itu memanggil dengan senyuman hangat yang sangat di rindukan, "Beomie! Cepatlah masuk!"

Runtuh sudah semua pertahanannya. Persetan dengan tatapan tajam saudara tirinya, hari ini Beomgyu hanya ingin memeluk sang bunda. Permata hatinya yang juga berperan sebagai malaikatnya selama di dunia, sebelum bertemu malaikat lamanya yang telah lama pergi meninggalkannya sendirian.

Beomgyu berlari, menerjang tubuh bunda yang terlihat meregangkan tangan. Beomgyu rindu. Beomgyu lelah. Tapi tak bisa berucap.

"Beomie, kenapa lama sekali? Bunda rindu."

Air mata itu masih saja mengalir deras, bahkan semakin deras ketika mendengarkan pengakuan sang bunda. Seharusnya si manis yang mengatakannya, berteriak dengan lantang bahwa ia sangat bahkan lebih dari sekedar rindu.

Namun apa daya, bibir itu kelu.

Ayah datang. Ikut mendekap putra angkatnya dengan penuh kasih sayang. Ia sangat menyadari kesulitan apa saja yang anak ini alami. Ditinggalkan mereka untuk beberapa hari mungkin mengingatkan pada kenangan ditinggalkan untuk selama-lamanya oleh kedua orang tua biologisnya.

Di kejauhan, tepatnya di sofa yang awalnya dipenuhi oleh kehangatan sebuah keluarga, kini hanya bersisa satu orang yang menatap tajam ke arah tontonan dramatis di depannya. Mata itu seakan tak bisa berkedip, dengan kedua tangannya yang mengepal.

"Bajingan!" namun hanya gumaman belaka.

"Bajingan!" namun hanya gumaman belaka

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
TMI || TaeGyu ☑️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang