3階

1.1K 246 5
                                    

"Om, di lantau tiga itu isinya apa? Kemarin malam, mau naik kesana sama Jungwon tapinya takut, soalnya gelap." Riki terus berceloteh meskipun mulutnya juga sibuk mengunyah. Membuat makanan yang sedang ia kunyah sedikit bermuncratan ke meja.

Melihat itu lantas membuat Sunoo bergidik jijik. Berlanjut menepuk bahu Riki, mengatainya jorok sebelum akhirnya membawa dirinya sendiri pindah ke kursi kosong yang lain. Sementara Riki tetap acuh, kini ia menatap Jaekwan penuh tanya, menanti jawaban atas pertanyaannya.

"Abisin dulu sarapannya," ucap Jaekwan, "nggak baik bicara sambil makan."

Riki terkekeh pelan. "Oke dah om."

"Lantai tiga itu gudang. Jarang om tengok juga. Makanya dibiarin gelap aja. Di sana juga banyak debu, hampir nggak pernah om bersihin."

Mendengar penuturan Jaekwan, membuat Riki mengangguk-anggukkan kepalanya mengerti. Kini pemuda itu telah berhenti mengunyah makanan. "Keren nggak sih, kalo nanti pas tahun baru kita main game terus yang kalah tidur di sana sampe pagi?"

Jake yang sedang meneguk segelas susu pun dibuat tersedak. Matanya melotot, menatap Riki penuh kejengkelan. Sementara Sunoo, Heeseung dan Jungwon hanya bisa menghela pelan.

Omong-omong, Sunghoon dan Jay masih tidur pulas di kamarnya.

"Ogah! Lo aja sendiri!" protesnya.

"Yaelah bang, emangnya lo pasti kalah?"

"Tapi gue ogah."

"Berarti lo takut kalah." Riki tertawa kecil sebelum melanjutkan makannya.

"Kata siapa???!"

"Kata gue lah barusan."

"Yaudah, kalo mau kaya gitu, lo icip sendiri di sana sebelum malam tahun baru. Lo yang ngusulin ide, ya lo harus testi juga."

"Dih, buat apa testi segala."

"Supaya lo tau gimana rasanya ada di sana karena ide lo."

Jungwon mendecak, merasa jika tidak ada yang menengahi maka keributan ini tidak akan berhenti. "Udah kenapa sih? Ini masih pagi. Kalo mau berisik mending di kamar bang Jay sama bang Hoon aja biar pada bangun."

"Oh iya, tu dua anak belom pada bangun," ucap Heeseung, menggelengkan kepala.

"Gue aja deh yang bangunin, pusing banget di sini." Jungwon bangkit, ia membungkukkan tubuhnya ke arah Jaekwan terlebih dahulu sebelum beranjak pergi. Meninggalkan ruang makan dan berjalan menuju kamar Jay dan juga Sunghoon.

Sepeninggalan Jungwon, di ruang makan, Riki dan Jake kembali berdebat. Membuat Jungwon menghela napas jengah, merasa bahwa keputusannya untuk membangunkan dua pangeran tidur itu adalah keputusan yang tepat.

Langkah kaki Jungwon berhenti di depan kamar dua kakaknya itu. Ia mengambil napas, mengangkat tangan kanannya, sebelum mengetuk pintu dengan brutal dan memanggil nama dua kakaknya itu dengan suara yang lantang.

"BANG JAY! BANG HOON! BANGUN! BANGUN!"

Ia terus mengetuk pintu. Lima menit berlalu, masih belum ada respon dari dalam.

Jungwon mendecak kesal, ia kemudian mencoba untuk memutar knop pintu kamar itu. Berharap pintunya tidak dikunci, sehingga ia bisa leluasa membangunkan dua pangeran tidur di dalam sana.

Ceklek.

Terbuka. Ternyata memang tidak dikunci.

Jungwon pun masuk ke dalam, kamarnya gelap, tirainya masih ditutup. Tadinya, Jungwon berniat untuk langsung berlari ke arah kasur dan menjatuhkan diri di sana. Membiarkan tubuhnya menimpa tubuh kedua kakaknya. Tetapi, niatnya lebih dulu terurungkan manakala matanya menemukan sosok pemuda yang tengah duduk di pinggiran kasur—tepat di sebelah Sunghoon. Pemuda yang entah siapa dan datang dari mana itu menghadap ke arah jendela.

Gelap. Jungwon tidak bisa melihat sosok pemuda itu dengan begitu jelas.

Tapi tentu saja, Jungwon penasaran. Siapa orang itu? Kenapa bisa masuk ke dalam kamar kakaknya tanpa izin?

Bukankah itu suatu hal yang lancang???

"Permisi, lo siapa?" tanya Jungwon, seraya melangkah mendekat. "Kenapa bisa masuk ke sini??"

DUBRAK!!

Jungwon terjingkat, secara spontan menoleh ke arah pintu kamar yang kembali terbuka dengan cukup keras. Nyaris merasa jantungnya jatuh menimpa organ dalamnya yang lain. Karena jujur saja, Jungwon benar-benar dibuat kaget. Pun, rasanya sedikit menakutkan melihat pintu kamar itu terbuka tiba-tiba, tanpa alasan. Karena jika ada orang di luar, pasti sudah masuk.

Tapi, kalau barusan hanyalah akal-akalan Riki untuk menakuti. Maka habislah bocah itu nanti di tangannya—di tangan Jungwon.

Ia kembali menolehkan kepalanya untuk menatap si pemuda tadi. Tetapi....

Hilang.

Pemuda itu hilang.

Jungwon mengucek matanya sendiri, menepuk-nepuk dahinya dengan kening mengkerut. "Gue salah liat apa gimana si anj?!"

Lagi, lagi dan lagi. Jungwon terus mengucek matanya sendiri. Masih merasa tidak percaya, karena yang ia lihat beberapa detik lalu adalah nyata.

"Jungwon, lo ngapain?" suara serak khas bangun tidur itu menyapa indra pendengarannya. Membuat Jungwon menoleh ke arah Jay yang kini sudah terduduk dengan mata yang masih sedikit terpejam.

"Bang," panggil Jungwon.

"Apaan?"

"Lo cuma tidur berdua sama bang Sunghoon kan, disini? Atau ada orang lain lagi??"

Jay terdiam sebentar sebelum mengeluarkan suara tawa. "Ya berdua doang lah."

"Tapi Bang—"

"Duh anying, gue kebelet kencing. Bangunin si Sunghoon tuh!"

"Tapi tadi gue lihat ada orang!" ucap Jungwon, menatap kesal Jay yang sudah beranjak dari kasur.

"Lo ngelantur kali!" balas Jay.

Tanpa keduanya sadari, ada Sunghoon yang sebenarnya sudah terbangun sejak tadi. Sejak Jungwon masuk ke dalam kamar. Sunghoon jelas mendengar Jungwon bertanya, entah kepada siapa, karena memang isi kamar ini hanya ditempati oleh mereka berdua.

Jungwon melihat sesuatu yang lain. Seperti yang Sunghoon liat semalam.

"Nggak usah parno, mungkin mereka cuma nyapa," ucap Sunghoon akhirnya, seraya bangkit dari posisi tidur. "Asal kita nggak ganggu. Masing-masing aja."

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang