時間がない?

712 166 22
                                    

Tidak ada yang bisa mereka lakukan lagi sekarang. Mereka bahkan tidak sempat untuk bersembunyi karena pengikut Jaekwan yang lain telah mengepung mereka dari segala arah. Orang-orang yang mengepung mereka  masing-masing menggenggam sebuah senjata. Ntah itu cangkul, pisau, kayu, golok dan yang lainnya.

Jika mereka berbalik mundur, yang mereka temui adalah jurang. Mereka bisa mati jika saja nekat menjatuhkan diri. Jika mati pelarian yang mereka lakukan ini akan sia-sia karena nantinya mereka tidak bisa kembali dengan lengkap ke rumah.

Sunghoon benar-benar kesal. Ia benar-benar berharap sosok itu akan datang disaat seperti ini. Namun sosok itu tak kunjung muncul juga.

"Tolong jangan nyerang." Heeseung mengangkat kedua tangannya. "Kalian semua lihat sendiri, kami udah ngga bisa kemana-mana lagi."

Tidak ada yang menjawab ucapan Heeseung. Suasana masih senyap dan begitu menegangkan. Hingga salah satu dari orang-orang itu mengambil langkah maju, yang membuat Jake dan Riki secara refleks mengambil satu langkah mundur untuk menjauh. Heeseung dan Sunghoon menoleh panik, keduanya menggeleng cepat, berusaha mengingatkan Jake dan Riki bahwa yang ada dibelakang mereka adalah jurang.

Bugh!

"Arggh!" Heeseung tumbang ketika sebuah cangkul memukul satu kakinya begitu keras. Pemuda itu langsung meringkuk dengan posisi miring, memegangi kakinya sendiri yang berdenyut nyeri.

"Bicara sekali lagi, lehermu yang akan kena pukulan."

Semua orang di sini adalah psikopat.

"Mundur sekali lagi, silahkan. Kalian bisa jatuh dan saudara kalian yang ini akan langsung kami pukuli sampai mati."

Dugh!

"Argh!"

Kini kaki Heeseung ditendang dan diinjak dengan keras, seolah tanpa ampun, karena si penginjak seperti tidak memiliki niat untuk menjauhkan kakinya dari kaki Heeseung.

Sunghoon ingin bicara untuk protes, ia tidak bisa melihat Heeseung diperlakukan seperti itu. Tapi mengingat orang itu melarang mereka berbicara lagi, ia hanya bisa bungkam.

"Kenapa sih kalian repot-repot lari begini? Nyusahin. Padahal, udah betul kalian diam diam aja. Kehilangan satu orang itu lebih baik daripada kehilangan semuanya."

Tangan Jake mengepal kuat. Merasa kelewat emosi ketika mengingatnya.

"Kalian berharap bisa pulang dengan selamat dan juga lengkap setelah semua hal yang terjadi hari ini? Jangan mimpi. Kalian akan lenyap di malam akhir tahun yang seharusnya kalian nikmati."

"Ah!" Semakin menginjak kaki Heeseung kuat-kuat.

"Hajar mereka semua," perintah orang itu akhirnya.

"Jang—agh!" Perut Heeseung lebih dulu ditendang sebelum ia benar-benar menyelesaikan kalimatnya.

Selang beberapa detik, di tengah keadaannya yang kini sedang dipukuli, Heeseung masih sempat menyempatkan diri untuk melihat adik-adiknya yang sudah bernasib sama sepertinya saat ini. Heeseung benar-benar merasa sedih karena tidak bisa menjadi kakak dan pelindung yang baik untuk mereka. Jeritan, rintihan dan suara tendangan yang menyapa indra pendengarannya benar-benar terasa menyakitkan hingga ke ulu hati.

Apa mereka tidak pantas untuk selamat hari ini?

Apa mereka tidak pantas untuk diberikan kesempatan hidup sekali lagi??

Heeseung menangis, tetapi ia menangis bukan karena rasa sakit yang terus datang akibat pukulan yang ia terima. Melainkan karena ia tahu seperti apa nasib mereka selanjutnya.

Mati.

"Gores wajahnya! HAHAHA!"

"Sakit ditendang? Atau mau dihajar pake cara lain?"

"Sakit ya? Kasian. Kasian banget kalian."

"Suruh siapa berurusan sama Jaekwan!"

"Kalian beruntung bukan Jaekwan yang hajar kalian!"

Rasanya kuping mereka—Heeseung, Jake, Sunghoon dan Riki, terasa sakit ketika mendengar semua itu.

Sunghoon lebih dulu pingsan karena menerima pukulan hebat dikepalanya, Riki tengah meringis sakit dengan badan menggeliat ingin melepaskan diri karena di atasnya ada seseorang yang tengah asik menyayat wajahnya dengan pisau, Jake sudah muntah darah karena perutnya tak berhenti di tendang, dan Heeseung rasanya mulai sekarat karena pukulan pukulan dari cangkul pada tubuhnya mulai mengambil alih kesadarannya.

"Psikopat .... pengikutnya bahkan .. uhuk! Sama ... sama psikopat ..." lirih Jake pelan, bahkan nyaris tak terdengar.

"Satu kata terakhir sebelum kalian dikubur diam-diam seperti Choi Soobin dulu."

"Setan!" maki Heeseung dengan sisa tenaganya. "Kalian semua, setan!!"

"Cuma itu??"

Jake terus terbatuk dan tak bisa bicara, sementara Riki tak kuasa membuka suara karena perih yang ia rasa pada wajahnya.

"Bawa mereka semua ke tempat yang diminta bos sekarang."

Dor!!!






































































"ANGKAT TANGAN DAN TURUNKAN SENJATA KALIAN!!!"

Suara orang asing itu membuat mata Heeseung yang sudah setengah terkatup kembali terbuka, menatap para orang-orang berseragam datang dan mendekat dari arah sebrang sana dengan senjata yang mereka punya. Orang-orang Jaekwan langsung tak berkutik, mereka menurut untuk berhenti dan menjatuhkan senjata karena takut ditembak. Dalam diam Heeseung bernapas lega, sambil merasakan rasa sakit pada seluruh badannya ia berusaha bangkit, menatap para adiknya yang benar-benar sudah tidak berdaya karena siksaan gila.

Tubuh Heeseung sepertinya telah penuh dengan memar karena rasa nyeri tersebar dimana-mana. Tetapi itu tidak membuatnya tumbang lagi. Dengan suara lantang ia pun berteriak, "TOLONG ADIK-ADIK SAYA! MEREKA TERLUKA SEMUA! DI SINI! DI SINI!" dengan air mata yang tak berhenti mengalir deras dari pelupuk matanya.

Akhirnya jantung yang semula berdegub kencang seolah akan lepas dari tempatnya, bisa kembali berdegub tenang seperti sedia kala.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang