りき

808 179 17
                                    

Riki bangun lebih awal hari ini. Hari terakhir di tahun 2021. Yap, nanti malam adalah malam tahun baru dan esoknya mereka semua akan pulang. Riki bisa melihat kedua kakaknya masih tertidur dengan pulas di sebelahnya. Di tatapnya Jungwon selama beberapa sekon. Riki terdiam seperti patung sebelum akhirnya ia menguap. Secara perlahan pun ia turun dari kasur. Tak mau membangunkan kedua kakaknya. Kala kakinya sudah menyentuh lantai, Riki langsung berdiri dan melangkah menuju jendela kamar yang masih ditutupi oleh tirai meskipun sinar matahari dari luar sudah mengintip malu-malu.

Dibukanya tirai itu. Kemudian Riki juga membuka jendelanya. Mencoba menghirup udara segar khas pedesaan.

Hal ini yang paling Riki suka sejak menginap di sini. Bangun dan langsung menghirup udara pagi yang segar, pun matanya disuguhi pemandangan pepohonan yang hijau di bawah sana.  Riki menyukainya. Meskipun mereka tidak pergi kemana-mana selain ke kebun jagung dan membeli makanan, tapi rumah Jaekwan sudah sangat cukup untuk tempatnya ber-healing.

Lain halnya dengan tempat yang ia sebut rumah selama ini. Di sana, setiap dirinya baru membuka mata, sudah terdengar ocehan kedua orang tuanya ke seluruh penjuru rumah. Terkadang hal itu membuat Riki enggan bangun dan lebih memilih mengurung diri di kamar dengan kedua telinga yang disumbat oleh air pods. Di rumah pun kakak-kakaknya lebih sering sibuk dengan aktifitas masing-masing dan terlihat tidak begitu memperdulikan pertikaian yang tengah terjadi. Riki tahu, mungkin kakaknya sedang berpura-pura dan sama lelahnya dengan dirinya sendiri.

Bukan lelah hanya karena hal yang terjadi di dalam rumah, tetapi juga karena hal yang terjadi di luar rumah.

Karena itu Riki mengusulkan untuk liburan bersama ke pedesaan. Ia ingin mengajak kakak-kakaknya menyembuhkan diri di pedesaan yang suasananya sangat berbeda dengan hiruk pikuk kota tempatnya tinggal.

Mungkin Riki terlihat tengil, namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam. Ia sangat perduli dan sayang dengan semua kakak-kakaknya.

Dug!

Spontan kepalanya menoleh dan mendongak ke arah atas. Barusan terdengar suara benda jatuh dari sana. Dari lantai tiga yang katanya adalah gudang itu. Tidak mungkin omnya sudah bangun dan pergi sendirian ke gudang di pagi hari yang menyejukkan ini.

Oh, mungkin tikus.

Karena merasa tenggorokannya kering, Riki pun memutar tubuhnya dan berjalan pelan menuju pintu. Ia ingin pergi mengambil minum. Namun baru saja ia buka sedikit pintu kamar itu, ia berhenti bergerak ketika melihat Jaekwan menuruni tangga sambil membawa kotak perkakas. Ntah untuk apa.

Oh, berarti bukan tikus. Tapi si om.

"Setan sialan! Gara-gara kamu jadi pada mau pergi cepet!" ucap Jaekwan, yang sukses membuat Riki melebarkan matanya kaget.

Setan? Pergi cepet??

Riki menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kemudian ia berpikir, mungkin omnya sedang misuh-misuh dengan sesuatu yang telah mengganggu Jungwon tempo hari. Karena itu, setelah malam tahun baru nanti, paginya ia dan yang lain langsung pulang ke kota.

Setelah Jaekwan sudah tidak terlihat, Riki semakin membuka lebar pintu kamarnya. Kemudian ia melangkah keluar.

Baru satu anak tangga yang ia turuni. Telinganya kembali mendengar suara dari lantai tiga. Kali ini bukan benda jatuh lagi. Tetapi suara pintu kayu yang dibuka secara perlahan.

Kriet ....

"Si om nutup pintunya ngga bener kayanya," gumamnya, lalu berbalik dan berjalan menaiki tangga menuju lantai tiga. Riki berniat menutup pintu gudangnya dengan rapat supaya tidak terdengar suara yang cukup menyeramkan seperti tadi. Dan benar saja, ketika ia tiba di sana, pintunya memang sedikit terbuka. "Kan bener, si om."

Tangannya memegang knop pintu, hendak menutupnya.

"Dih, bau apaan dah ini. Kaya bukan bau khas gudang," gumam Riki lagi. Lanjut mengendus. "Asing baunya."

Tanpa berpikir panjang, Riki membuka pintu itu. Bau itu semakin menyengat. Bau yang sangat asing di indra penciumannya. Saat pertama kali datang dan berkeliling, Riki pernah mencoba membuka pintu gudang ini, tetapi dikunci. Sekarang, pintu ini terbuka dan ada bau yang belum pernah ia cium sebelumnya. Hal itu semakin membuatnya penasaran.

Ini beneran gudang?

"Kok bersih, debunya mana, gila?" kagetnya. Karena hal yang ia lihat sekarang bukan seperti gudang, justru malah terlihat seperti kamar perempuan. Di sisi dalam bagian kirinya, baru terlihat rak barang yang diisi dengan banyak kardus.

Perlahan melangkahkan kakinya masuk dan menutup pintu. Riki melihat ke sekeliling dan ruangan ini benar-benar terlihat rapi dan bersih. Bahkan ada lampu tidur di sana. Di sana juga ada kasur yang dipasangi kelambu dan ada seorang wanita—

HAH?! Bentar ... siapa?!

Seorang wanita yang sedang terbaring dengan kedua tangan berada di atas perut. Kulit wanita itu full pucat, dan posisi kepala di bantalnya terlihat agak oleng ke arah kiri.

Riki nyaris berteriak karena merasa luar biasa terkejut.

Wanita itu pucat seperti mayat.

Kriet ...

Riki menoleh ke arah pintu dengan panik. Jaekwan kembali dan hendak membuka pintu. Dengan jantung yang berdetak luar biasa kencang ia mencari tempat pas untuk sembunyi. Hingga akhirnya ia bersembunyi di balik rak yang terisi penuh dengan kardus-kardus berukuran lumayan besar. Riki berjongkok di sana seraya menutup mulut. Mencegah suara sekecil apapun keluar dari mulutnya.

"Selesai juga." Suara Jaekwan terdengar. "Aku simpen kotak perkakas ini dulu ya, Ira."

Ira?

"Aku tahu dia adalah bentuk kamu versi lain. Kamu mirip banget lho sama dia meskipun beda gender. Aku jadi ngga pengen biarin dia dibawa pulang," ucap Jaekwan  mengambil jeda. "Menurut kamu aku harus apa buat pertahanin anak itu di sini?"

Hening sejenak. Sementara Riki semakin panik karena omnya bicara sendirian.

"Apa aku ajak mereka pergi terus pura-pura hilangin Jungwon dan sembunyiin anak itu biar ngga dibawa pulang lagi sama kakak-kakaknya?? Van mereka udah aku rusakin, jadi tinggal rencana selanjutnya aja sih."

Jadi bawa kotak perkakas buat itu???

"Aku harus kasih hadiah juga ke Riki karena udah nyegah mereka pulang malem itu."

"Ira sayang, cantiknya Jungwon sama kaya kamu. Aku senang. Aku ngga akan buat dia meninggal, kaya yang aku lakuin ke kamu waktu itu. Janji. Asal dia juga nurut."

"Nanti aku ke sini lagi ya. Aku mau buatin sarapan buat anak-anak dulu."

Tubuh Riki gemetar ketakutan. Bahkan ia sudah terduduk dengan lemas karena kakinya tidak kuat lagi untuk berdiri. Merasa bersalah. Benar-benar merasa bersalah karena telah menentang perkataan Sunghoon untuk pulang. Sekarang Jungwon dalam bahaya. Jaekwan adalah orang berbahaya baginya sekarang.

Apa yang harus Riki lakukan sekarang?? Jaekwan sudah keluar dan pastinya sudah mengunci pintu juga. Bagaimana cara dirinya keluar dan memberi tahu semua orang??

Tapi, bukankah sudah terlambat untuk tahu semuanya sekarang?? Mereka tidak bisa kabur karena Van telah rusak. Pun jalan besar yang ramai dari sini sangatlah jauh untuk ditempuh dengan berjalan kaki dan akan sangat melelahkan jika berlari. Rumah Jaekwan berada di pelosok. Sulit untuk mencari pertolongan. Melihat mayat wanita yang diawetkan di ruangan ini, tentu sudah membuktikan bahwa Jaekwan bisa melakukan apa saja untuk membuat Jungwon tetap bersamanya. Bahkan hal kriminal sekalipun.

Tanpa sadar Riki menangis. Ia memegangi rambutnya, sedikit menariknya karena merasa luar biasa  pening. Sama sekali tidak menyangka bahwa om yang ia pandang baik selama ini tidak seperti yang ia kira.

"Demi Tuhan, gue harus gimana??? Gue harus gimana sekarang??"

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang