恐れ (2)

701 169 11
                                    

Jake dan Riki di seret oleh sekelompok orang-orang itu. Keduanya sudah tidak berdaya. Jake sudah tidak sadarkan diri karena tadi sempat dipukuli, sedangkan Riki sudah merasa pasrah akan segalanya. Ia bahkan mulai menikmati tiap denyutan nyeri yang berasal dari kakinya yang memiliki luka.

Entah mereka berdua akan dibawa kemana. Riki hanya berharap para saudaranya yang lain bisa selamat. Riki tidak masalah jika harus berakhir di sini karena ialah yang menyebabkan para saudaranya menapakkan kaki di desa neraka ini.

Kepala Riki kemudian tertoleh ke arah Jake. "Bang, maaf ..." lirihnya pelan. Mendadak mengingat seluruh kenangannya bersama Jake, betapa tidak sopannya Riki dulu, betapa menjengkelkan dan nakalnya ia kepada Jake kala itu.

Riki sangat menyayangi seluruh saudaranya. Namun, Riki tidak pandai mengekspresikannya.

"Jangan nangis, bocah. Semua ini karena kamu yang sembarangan masuk ke dalam ruangan itu," ucap seseorang yang menyeret tubuhnya itu. "Semua ini adalah konsekuensi. Kamu memilih untuk berurusan dengan manusia gila seperti dia. Maka nikmatilah. Ngga akan ada yang datang menolong. Karena semua orang berada di bawah perintahnya."

"Tolong bawa saya aja. Jangan sama abang saya."

"Bos sudah terlanjur menginginkan kalian semua."

"Saya akan lakukan apapun kepada kalian, saya akan buat kalian bebas dari orang gila itu. Tolong biarin saya dan abang saya pergi. Kalau ngga boleh, tolong biarin abang saya aja yang pergi. Saya moh-"

Duagh!

Riki berhenti di seret bersamaan dengan seseorang yang menyeretnya itu terjatuh akibat di tendang oleh orang berbaju merah hati itu dari samping.

"Jangan pernah ajak incaran bos berbicara, kamu bukan saya," ucapnya setelahnya.

Tangan Riki gemetaran. Semakin gemetaran kala tahu bahwa orang berbaju merah hati itu kini yang menyeret tubuhnya. Kali ini ia diseret lebih cepat. Tentu Riki takut karena orang ini yang memukuli Jake hingga tak sadarkan diri. Bahkan Jake sudah tertinggal cukup jauh dibelakang sana.

Akhirnya tubuhnya sampai di pinggir jalan beraspal. Orang berbaju merah hati itu berhenti di sana. Seperti tengah menunggu sesuatu.

"Kamu akan mati, beberapa menit lagi."

Jantung Riki berdetak tidak karuan. Tangannya pun masih setia bergetar.

"Kalau diantara saudara kamu belum ada yang mati, berarti nanti kamu yang jadi orang pertama."

Suara mesin mobil terdengar kian mendekat. Hal itu berhasil mengalihkan atensi Riki untuk menatap ke arah jalanan. Jauh dari arah kiri, ada mobil losbak berwarna hitam yang terlihat tengah mendekat ke arahnya. Riki sudah tidak begitu kaget saat mendapati Jaekwan yang berdiri di bagian terbuka mobil sambil mengangkat karung yang entah isinya apa itu secara tinggi-tinggi.

Hingga mobil losbak itu tiba dan turunlah Jaekwan dari sana. Cengkeraman tangan si baju merah hati lepas begitu saja dari baju Riki. Si baju merah hati mempersilahkan Jaekwan untuk mendekati Riki.

"Bocah nakal pantasnya dapat apa?"

Pucat pasi dan tak mampu menjawab. Riki hanya diam mendongak dan menatap Jaekwan penuh ketakutan.

Kemudian Jaekwan menurunkan karung yang ia bawa itu. Kedua tangannya masuk ke dalam untuk mengambil sesuatu. Saat tangannya kembali keluar, jantung Riki terasa seperti jatuh ke lambung dan menimpa organ-organ dalam lainnya. Napas Riki pun ikut tercekat. Sepasang bola matanya menatap kaget kapak yang baru saja Jaekwan keluarkan.

"Pilih, mau sakit dulu atau langsung mati aja?" tanya Jaekwan seraya memiringkan kepalanya. "Hmm, saya maunya nyiksa kamu lama, tapi saya juga harus ngejar saudara-saudara kamu. Jadi, langsung mati aja ya?"

Riki menggeleng dengan air mata yang sudah turun deras dari pelupuk matanya. Kedua telapak tangannya pun sudah menyatu untuk memohon kepada Jaekwan. Ia bahkan sudah berlutut. Menangis dan memohon untuk tidak dibunuh.

Jaekwan meletakan ujung kapaknya di atas pundak Riki. Senyuman menyeramkan terlukis dengan jelas pada wajahnya. Berhasil membuat Riki berhenti dan membeku di tempat. Ia terlalu takut untuk bergerak dan langsung ditebas tanpa aba-aba.

Mata Riki terpejam. Sejauh ini Jake masih belum sampai bersama orang-orang gila dibelakang. Riki tidak akan mengharapkan dirinya selamat lagi karena itu adalah suatu hal yang sangat tidak mungkin, karena Riki pun tahu ia tidak bisa lari lagi sekarang. Ia hanya berharap di belakang sana Jake sudah tersadar, melawan dan segera kabur untuk menyelamatkan diri.

Kini, Riki hanya berharap seluruh saudaranya dapat selamat meskipun tanpa dirinya.

"Saya paling suka melihat ekspresi ketakutan seperti itu. Saya sangat suka dengan ekspresi kamu." Jaekwan menekan ujung kapaknya pada pundak Riki. Membuat Riki merintih menahan sakit.

"Sudah pasrah, kan? Sudah siap untuk mati?? Saya ambil kepalamu untuk ditunjukkan kepada yang lain, ya."

Kini Jaekwan kembali mengangkat kapaknya, matanya menatap Riki penuh kesenangan. Ia siap untuk menebas Riki sekarang.

Sementara Riki sudah lemas. Ia benar-benar pasrah meskipun air matanya masih terus turun.

"Selamat tinggal bocah nakal." Mengayunkan kapaknya tinggi dan-

Bugh!

Sebuah batu berukuran cukup besar berhasil mengenai kepala Jaekwan dari arah samping. Pergerakan Jaekwan terhenti dan kepalanya pun tertoleh. Dapat ia lihat Sunghoon yang tengah membopoh Jake dengan satu tangan yang menggenggam batu.

Riki pun ikut terkejut kala menyadari kedatangan kakaknya itu.

Belum sempat memberikan perintah kepada para bawahannya untuk mengejar, tendangan dari arah belakang lebih dulu Jaekwan dapatkan. Hal itu berhasil membuat Jaekwan ambruk ke depan dan Riki dengan cepat berpindah posisi sebelum berlari menghampiri Heeseung yang berada tak jauh dari pandangan matanya.

"LARI!" seru Heeseung, membuat Riki, Sunghoon dan Jake berlari secepat mungkin. Jake sudah tidak dibopong karena merasa masih kuat untuk berlari, Jake juga tidak ingin merepotkan Sunghoon. Riki pun mendadak kehilangan rasa sakit di kakinya. Ia berlari sekuat yang ia bisa. Ia bersumpah akan mengabaikan lukanya yang sudah cukup mengering itu. Meskipun larinya memang sedikit pincang.

Orang-orang Jaekwan di belakang sudah mengejar. Sementara Sunghoon mempercepat langkahnya mendahului Jake untuk pindah ke baris terdepan. "IKUTIN GUE! BANG HEE PINDAH KE BARIS BELAKANG, BIAR RIKI SAMA JAKE YANG ADA DI TENGAH."

"Jungwon dan Sunoo hampir sampai di ujung desa. Terus lah berlari hingga tepi jurang dan berbelok ke kiri untuk menuruninya."

"Gue mau buat orang-orang Jaekwan kehilangan jejak dulu! Jangan biarin mereka ikut sampai gue dan yang lain tiba di ujung desa!"

Sunghoon dan Heeseung memang berhasil untuk melumpuhkan orang-orang yang membawa Jake tadi. Tapi Sunghoon tidak ingin kembali berkelahi dan kehabisan tenaga. Ia masih perlu tenaganya untuk berlari. Begitupun dengan Heeseung.

"Belok ke kanan untuk menuju sungai. Di sana ada goa yang cukup besar untuk kalian bersembunyi. Orang-orang Jaekwan sudah tertinggal cukup jauh. Cepatlah!"

Sunghoon mengangguk mantap. Dan dengan arahan sosok laki-laki itu Sunghoon pun memimpin pelarian bersama tiga saudaranya.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang