ただの夢でしょ?

989 209 6
                                    

Suap demi suap nasi goreng masuk ke dalam mulutnya. Jungwon sedikit menundukkan kepalanya, membuat poninya yang cukup panjang menutupi sebagian matanya. Suasana ruang makan pagi itu amat tenang karena semua orang fokus dengan makanan masing-masing. Termasuk Riki yang biasanya selalu membuat keributan dengan Jake ataupun Sunoo.

Setelah memberikan para keponakannya sarapan, Jaekwan bergegas pergi dengan alasan ada urusan. Semua orang berpikir ada masalah di kebun jagung Jaekwan itu. Terlihat dari ekspresi Jaekwan sebelum pergi tadi, ia terlihat cukup gelisah dan terburu-buru. Tetapi, tentu saja ada kemungkinan Jaekwan yang memiliki masalah lain.

Suapan terakhir sudah masuk ke dalam mulut Jungwon. Setelah menelannya, Jungwon bangkit dari posisi duduk, mengambil piring bekas makannya untuk ia cuci sendiri. Baru saja ia hendak melangkah menuju wastafel, pergerakannya lebih dulu dihentikan dengan satu celetukan Riki.

"Bang Hoon?? Lo pucet banget anjir," ucap Riki, menatap Sunghoon yang duduk di sebrangnya dengan sorot khawatir.

Tentu saja hal itu membuat seluruh perhatian tertuju ke arah Sunghoon. Sunghoon yang langsung ditatap oleh semua orang pun hanya merespons dengan gelengan pelan seraya tertawa kecil.

"Malah cengengesan." Jay mendecak kesal.

"Gue nggak apa-apa."

"Lo yang bener."

Sunghoon menganggukkan kepalanya dengan mantap. Di sekon setelahnya ia kembali menyuapkan nasi goreng ke dalam mulutnya. Mengunyahnya dengan tenang.

Wajah Sunghoon memang terlihat pucat, seperti orang sakit.

"Lo masuk angin mungkin karena kita semalem di luar sampe larut, terus lumayan dingin juga," ucap Heeseung.

"Bisa jadi." Sunghoon kembali menganggukkan kepalanya, mulutnya masih mengunyah.

"Bang, lo jadi cuci piring nggak?? Malah diem di situ, sekalian aja dah nih piring gue." Kali ini Riki berucap kepada Jungwon yang masih berdiri diam di tempatnya dengan tangan yang memegang piring.

Jungwon memutar kedua matanya malas, tanpa menjawab Riki ia berlalu pergi. Tentu saja ia tidak mau mencucikan piring Riki. Mau dimana pun, ibu mereka selalu mengajarkan untuk selalu bertanggung jawab dengan barang yang habis mereka semua pakai. Jadi, piring Riki ya tanggung jawab Riki.

Setelah sampai di wastafel, Jungwon segera mencuci piringnya hingga bersih. Menulikan telinganya dari keributan yang mulai terdengar dari arah meja makan.

Jujur dari lubuk hati terdalam, Jungwon masih sangat mengingat hal seperti apa yang ia mimpikan semalam. Hal itu tentu membuatnya merasa takut dan agak was-was saat melewati tangga sebelum sarapan tadi. Wajah wanita itu terekam dengan jelas di dalam memorinya, bahkan suaranya juga. Meskipun begitu, Jungwon cukup merasa bersyukur karena itu hanya mimpi.

Iya, itu memang hanya mimpi kan?

Kriet.

Secara spontan, kepala Jungwon menoleh ke arah kamar mandi yang jaraknya cukup dekat dari wastefel tempatnya mencuci piring. Pintu kamar mandi itu terbuka sedikit. Jungwon bisa melihat dengan jelas segelap apa di dalam sana karena lampu kamar mandinya tidak dinyalakan.

Jungwon kembali memokuskan diri untuk mencuci piring. Hingga saat ia selesai dan menaruh piring pada tempatnya, Jungwon pun melangkah mendekat ke arah kamar mandi itu untuk menutup pintu. Tangannya pun terulur menuju gagang pintu, saat tangannya sudah menggenggam gagang itu, Jungwon dibuat terdiam karena kulitnya bisa merasakan angin dingin berhembus, membuat bulu kuduknya berdiri.

Kepalanya sedikit tertunduk karena tatapannya berfokus ke arah tangan. Ketika ia mengangkat kepalanya, ia bisa melihat sesuatu mengintip dari belakang pintu. Jari jari tangannya menyembul keluar, memegang pintu dari belakang.

Jungwon total membeku di tempatnya berdiri. Sepasang matanya melebar, menatap wajah sosok yang mengintip itu dengan rasa takut yang mulai meguasai tubuh.

Sosok yang sama, yang semalam mampir ke dalam mimpinya. Kini tepat berada di hadapannya, menatapnya dengan matanya yang luar biasa merah, tak lupa dengan seulas senyum tipis yang menghiasi bibirnya yang memiliki luka robek cukup panjang menuju pipi.

Demi Tuhan, kali ini sosok itu terlihat berkali lipat lebih menyeramkan daripada di dalam mimpi.

Rasanya Jungwon ingin berteriak takut dan memanggil para saudaranya. Tapi Jungwon benar-benar tidak bisa menggerakkan tubuhnya. Terlebih kala sosok itu menggerakan tangannya yang luar biasa pucat untuk menyentuh tangan miliknya yang masih setia menggenggam gagang pintu.

"Tolong ..... lari."

"WOOOIIIIII BANGGG!!!"

Jungwon terkesiap, tepat setelah sosok itu bersuara, suara berisik Riki langsung masuk ke dalam telinganya. Setelah sadar dan dapat menggerakan tubuh secara leluasa lagi, Jungwon buru-buru melepaskan genggaman tangannya dan menjauh dari pintu. Sosok itu sudah hilang, hanya terlihat kegelapan di dalam kamar mandi itu seperti sedia kala.

"Lo kenapa dah??" tanya Riki. Sukses membuat Jungwon menoleh. Sedikit terkejut karena bukan hanya Riki yang melihat dengan penasaran ke arahnya. Tapi seluruh saudaranya juga.

Jungwon tidak menjawab apapun. Namun matanya fokus menatap ke arah Sunghoon yang juga sedang menatap ke arahnya. Di detik itu, Jungwon pun dapat menemukan jawaban mengapa Sunghoon terlihat begitu pucat meskipun ia mengatakan dirinya baik-baik saja.

Karena pastinya, Sunghoon telah melihat sosok itu lebih dulu sebelum dirinya.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang