忍び寄る

782 177 29
                                    

Hari sudah gelap, mereka semua berniat untuk melanjutkan perjalanan lagi. Luka Riki sudah dibalut menggunakan kain celananya yang disobek separuh. Begitu pula dengan luka Jake. Jake mendapatkan luka yang cukup parah di kepalanya karena mendapatkan tendangan yang cukup kencang sebelum pingsan tadi.

Sunghoon menunggu informasi dari sosok yang selalu berbisik kepadanya. Namun, sejak tadi belum ada tanda-tanda kedatangan sosok itu. Bergerak tanpa tahu apapun membuat Sunghoon ragu. Ia tidak ingin mendapatkan resiko besar, terlebih hari sudah malam. Orang-orang Jaekwan yang tadi sempat mengejar mereka pun sampai sekarang masih belum terlihat.

"Masih belum?" tanya Heeseung yang langsung dijawab dengan gelengan kepala oleh Sunghoon.

"Gue ngga berani mimpin kalian kalo tanpa informasi dari dia. Sorry. Gue cemen."

Satu tinjuan lemah diberikan oleh Jake dari samping, tinjuan itu mengenai lengan kiri Sunghoon dan membuat pemuda itu menoleh. Dapat Sunghoon lihat wajah kesal Jake dengan jelas setelahnya.

"Cemen apanya, kalo ngga ada lo yang punya kemampuan spesial, gue sama Riki mana bisa selamat. Ngomong sekali lagi, gue tinju lebih kenceng," ujar Jake.

"Tau tuh." Riki ikut menyahut.

"Maaf."

"Tapi kok aneh ya, orang-orang yang ngejar kita tadi masa ngga lewat-lewat?? Kita di sini udah lumayan lama padahal." Heeseung mengintip dari balik bebatuan besar untuk memantau situasi sekitar. Matanya sudah terbiasa dengan gelap. Namun, ia masih merasa cukup sulit untuk melihat.

"Bang, jangan ngintip terus. Udah. Takutnya mereka ikut sembunyi buat nyergep. Ini salah satu alasan kenapa gue mau kita masih sembunyi di sini."

"Mau sampe kapan, Hoon? Kita harus pergi, gimanapun caranya. Kita harus jauh dari mereka."

Sunghoon juga ingin seperti itu. Tapi, bagaimana caranya? Ia terlalu takut dengan kemungkinan buruk yang akan terjadi. Ia benar-benar membutuhkan sosok yang mengatakan akan membantu semua orang itu.

Krek.

Seketika badan semua orang menegang. Jake melempar tatapan dengan Riki, begitu pula sebaliknya. Suara barusan seperti suara sebuah kayu yang terinjak hingga patah. Pertanda bahwa ada seseorang yang tengah melangkah di sekitar mereka.

Berusaha untuk tenang, Sunghoon memberi isyarat kepada para saudaranya untuk diam dan tidak membuat suara apapun. Karena itu Riki menutup mulutnya sendiri dengan telapak tangan.

Di sisi lain ada Heeseung yang sedang mengintai sekitar, ingin menemukan jalan untuk kabur untuk dirinya dan para adik-adiknya dengan aman, tanpa ketahuan.

Krek.

Lagi, suara itu lagi.

"Merayap," bisik Heeseung, "kita salah besar karena lama di sini. Mereka bisa dateng makin banyak. Merayap, ikutin gue. Lo tuker posisi sama Riki. Kalo lo takut mimpin, sekarang biar gue aja."

"Bang—"

"Merayap di deket batu sampe sana, kalo tanpa ketahuan resiko selamatnya lebih besar. Pertama, karena jauh dan gelap. Kedua karena jaraknya udah sedeket itu buat masuk ke hutan."

Sunghoon meneguk ludahnya sendiri sebelum akhirnya ia mengangguk untuk menyetujui.

Tidak masalah jika mereka salah arah sementara. Sosok itu pasti kembali lagi dan akan menunjukkan arah yang benar kepadanya. Diam di sini adalah pilihan yang salah. Mereka harus menjauh dari para orang-orang gila jika mau selamat.

Setelah bertukar posisi dengan Riki. Secara perlahan mereka pun mulai merayap tanpa suara, pelan-pelan dan sangat berhati-hati. Suara langkah kaki orang-orang makin terdengar. Benar apa kata Heeseung tadi, jumlah mereka akan semakin bertambah untuk mencari. Jika mereka tidak pergi maka mereka akan berakhir sama seperti sebelumnya lagi.

Baju mereka sudah kotor total karena tanah yang basah. Begitupun dengan tangan mereka. Tetapi, mana perduli. Lebih baik mereka kotor-kotoran daripada harus dibuat mati oleh paman sendiri.

Merayap merayap dan terus merayap. Jantung mereka berdebar kencang. Takut salah satu orang yang mencari berhasil menemukan mereka yang tengah merayap dalam sunyi.

Heeseung sampai pertama, ia segera bangkit dan berlari memasuki hutan. Bersembunyi dibalik pohon untuk menunggu para saudaranya menyusul. Jake dan Riki berhasil menyusul tanpa ada kendala. Namun, Sunghoon terperangkap di sana karena ada sebuah cahaya yang menyorot dari arah tempat mereka sembunyi tadi. Dengan gerakan kilat Sunghoon berpindah ke belakang batu besar yang tak jauh dari tempatnya tadi.

"Di sini juga ngga ada!!"

Senter pun kembali menyorot ke arah lain. Tanpa membuang kesempatan Sunghoon bergerak untuk menyusul dan mereka pun berkumpul lagi.

"Bang, jantung gue kaya mau copot," ucap Riki sembari memegang dadanya sendiri.

"Gapapa, gue gapapa. Sekarang ayo kita pergi dari sini."

— A Truth —


"Ya ampun, dek??? Kalian gapapa?? Ini mukanya pada pucet sama lusuh begini?? Kalian kenapa?? Tersesat??" Seorang wanita menghampiri Sunoo dan Jungwon yang kini sedang beristirahat di tepi jalan raya yang begitu ramai. Mereka sudah sampai. Tapi hati mereka masih belum tenang.

Keduanya bahkan tak menjawab pertanyaan wanita yang terdengar begitu khawatir itu. Sunoo dan Jungwon lebih sibuk mengatur napas mereka karena begitu kelelahan. Mereka lari tanpa henti, menerobos gelapnya hutan. Beruntung mereka berhasil menemukan jalan untuk keluar.

"Ibu panggilin ambulans ya?? Ya ampun, aduhh!" ucap ibu itu panik sembari mengeluarkan ponselnya dari dalam tas. Karena celotehan wanita itu menarik perhatian, orang-orang jadi ikut berkerumun di sekitar Sunoo dan Jungwon.

"Jang—an ... jangan .. tolong telpon polisi aja. Saya mohon ... saya mohon
..." Jungwon menahan tangan wanita itu sebelum benar-benar menelepon ambulans.

"Kalian ini abis kenapa sih?? Kalian dikejar-kejar penjahat? Atau setan????" Salah satu bapak-bapak yang ikut berkerumun pun bertanya karena penasaran. Ekspresi wajahnya pun terlihat sama khawatirnya.

Kali ini Sunoo yang merespons. Ia mengangguk cepat dengan air mata yang sudah menggenang. "Masih ada saudara kita di sana, masih ada .."

"Astaga," wanita itu semakin menatap Jungwon dan Sunoo penuh kekhawatiran. Maka tanpa bicara lagi ia pun menelpon polisi sesuai permintaan Jungwon tadi.

"EH INI KASIH MINUM KASIH MINUM! KASIAN!"

Semua orang begitu simpati kepada Jungwon dan Sunoo. Keduanya sangat bersyukur karena tidak diabaikan dalam keadaan nyaris kehilangan kesadaran seperti ini. Meskipun begitu, kala polisi berhasil dihubungi dengan sisa tenaganya Jungwon dan Sunoo menjelaskan semuanya. Tepat setelah mereka selesai melapor, keduanya pingsan di tempat. Meskipun sudah diberi minum dan makanan ringan—roti, oleh orang sekitar, rasa kelelahan mereka masih belum hilang.

Setidaknya sebelum kesadaran mereka hilang, mereka sudah melapor untuk menerima bantuan.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang