1.2K 202 31
                                    

Trauma.

Enam saudara yang berhasil pulang itu benar-benar trauma dengan insiden yang mereka lalui beberapa bulan yang lalu. Mereka yang seharusnya tenang, mereka yang seharusnya sudah baik-baik saja karena telah kembali kedekapan keluarga, nyatanya masih merasakan banyak tekanan karena Jaekwan yang tidak berhasil ditangkap serta Jay yang sampai saat ini tidak ditemukan.

Setiap hari, hanya ada warna kelabu. Putus asa melanda relung hati mereka semua. Putus asa mengharapkan Jay kembali dalam keadaan hidup, lebih tepatnya. Kini, mereka semua mulai rela, merasa jika itu terjadi pun tidak apa-apa. Asal, Jay dapat pulang, Jay dapat disemayamkan dengan tenang, Jay dapat mereka lihat satu kali lagi.

Media ramai dengan berita psikopat Jaekwan yang bersembunyi di desa terpencil. Setiap hari, semua orang pun sampai bosan melihat nama Jaekwan yang lagi-lagi kembali disiarkan. Mereka—keenam bersaudara itu, lebih mengharapkan berita perihal Jaekwan yang sudah tertangkap oleh polisi atau berita Jay yang telah ditemukan, dibandingkan melihat berita Jaekwan yang tidak berguna.

Jam makan malam. Semua orang turun ke ruang makan, duduk di kursi masing masing sebelum akhirnya menelan diri dalam kesunyian. Tidak ada percakapan di sana. Hanya terdengar suara piring yang diletakkan di atas meja dan pergerakan sang ibu yang tengah menyiapkan makanan.

Kursi meja makan yang biasanya penuh itu, kini tersisa satu.

Milik Jay. Tepat berada di sebelah Heeseung yang berhadapan langsung dengan Jungwon.

"Kak Jay ... udah makan belum, ya?" cicit Jungwon pelan, sukses mencuri atensi semua orang yang ada di sana. Kepala pemuda itu tertunduk dalam dengan tangan yang memainkan ujung piyama tidurnya di bawah sana.

"Jungwon," panggil Heeseung, mencoba menenangkan sang adik. Karena memang, orang yang paling putus asa dan berubah setelah insiden itu adalah Jungwon.

"Ibu padahal masak jagung, harusnya kak Jay di sini."

Hening.

Bahkan sang bunda pun berhenti bergerak, berakhir diam di tempat dan memandang Jungwon dengan mata berkaca-kacanya.

"Jangan, jangan pada nangis, malu sama bang Jay ah. Orangnya ntar kesenengan dikhawatirin sampe pada nangis nangis. Riki nyalain tv aja ya." Riki memecah keheningan, tanpa menunggu ada yang merespon dia pun segera beranjak dan menyalakan TV kecil yang memang sengaja diletakkan di dapur untuk menemani makan.

Mengetahui itu, Jungwon buru-buru mengangkat kepalanya dan mengangguk pelan. Detik itu juga, tatapannya bertemu dengan Sunghoon yang entah sejak kapan sudah menatapnya dalam diam.

"Lho, ibumu ini juga masak kesukaanmu tau, Jungwon. Nih lihat," ucap sang ayah, menyodorkan ayam tepung ke arah Jungwon. "Ayo makan, yang kenyang."

Semuanya kemudian mulai sibuk menyantap makanan masing-masing. Ruangan yang semula hening itu kini diisi dengan suara TV yang sedang menyiarkan berita terkini. Siaran itu semula terasa tidak begitu penting bagi mereka, sampai akhirnya telinga mereka semua mendengar nama Jay, Jaekwan, beserta dua korban lainnya ditemukan. Sunoo dan Jake bahkan sampai tersedak, Riki bahkan sampai memuntahkan makanannya.

Atensi semua orang tertuju ke arah TV. Berharap selanjutnya mereka mendapatkan kabar baik meski harapan mereka sangatlah kecil. Dan ... benar saja.

Pundak semua orang melorot begitu saja ketika mendengar penyiar berita mengatakan bahwa Jay telah ditemukan tewas dengan kondisi mengenaskan. Jari yang putus dan beberapa dijahit ulang.

Rasanya dada mereka semua seperti dihantam oleh jutaan beton besar dalam kekuatan yang luar biasa. Lemas. Bahkan rasanya untuk memegang sendok saja tidak bisa. Mereka pikir mereka sudah siap menerima kenyataan terburuk, seperti berita mengejutkan hari ini. Tahunya, nihil. Nyatanya, tidak ada satu pun orang yang kuat dengan berita kehilangan.

Membayangkan bagaimana tersiksanya Jay saat bersama Jaekwan, kesakitan, air mata, serta pengharapan yang ia julangkan begitu tinggi. Pasti, Jay berharap ada satu dari enam saudaranya yang datang untuk menjemput. Walau keadaannya, tidak ada satupun yang datang kepadanya.

Jungwon menangis tersedu-sedu. Disusul dengan yang lain. Ternyata selama ini Jay begitu dekat dengan rumah Jaekwan. Ia ada di perkebunan Jaekwan, di titik di mana Jake menemukan sebuah gunting tertancap. Di dekat pohon tempat Jake berteduh dulu, ternyata ada sebuah pintu masuk menuju ruang bawah tanah. Tempat itu berhasil ditemukan karena ada orang suruhan Jaekwan yang pada akhirnya memilih untuk mengaku.

Jaekwan juga ditemukan tidak bernyawa di sana, tergeletak di samping sebuah lukisan—lukisan mayat Jay. Ia membunuh dirinya sendiri dengan menggorok lehernya. Pria itu memang sudah kelewat gila.

"Maaf Jay, maaf," lirih Heeseung disertai dengan deras air matanya. Merasa bersalah karena mengizinkan Jay pergi sendirian, merasa bersalah karena gagal menjaga adiknya tetap aman. Sementara Sunghoon, pemuda itu hanya menunduk.

Sunghoon masih terkejut. Meskipun ia sudah tahu sejak lama, bahwa saudaranya sudah berpulang. Karena Jay pernah mengunjunginya di mimpi di suatu malam. Ia hanya tersenyum dan memintanya menjaga saudaranya yang lain. Ia tidak mengatakan di mana mayatnya disembunyikan.

Sesak sekali rasanya.

Dering telpon rumah ikut terselip di tengah suara siaran TV dan tangisan mereka. Sebagai kepala keluarga, sang ayah pun bangkit untuk mengangkatnya.

Musibah, siapa yang tahu?

Lagipula, Jaekwan juga menyembunyikan dirinya dengan baik. Meski sibuk saling menyalahkan diri sendiri, memangnya bisa merubah hal yang sudah terjadi?

"Jasadnya Jay sedang dalam perjalanan ke sini," ucap sang ayah saat datang kembali.

Akhir tahun yang selalu mereka nantikan ternyata memberikan kenangan yang lebih buruk dari apapun. Semua orang berpikir, bagaimana mereka akan melewati akhir tahun berikutnya jika hal seperti ini telah terjadi???

Pada akhirnya mereka tetap pulang bertujuh, meskipun satu dalam keadaan berbeda. Tapi percayalah, jauh di atas sana, Jay memandang dengan senyum hangatnya. Senang bahwa jasadnya telah dipulangkan ke rumah dan dipertemukan kembali oleh orang-orang tersayangnya. Senang bahwa ia bisa pergi dengan tenang karena keluarganya sudah tahu dengan jelas bahwa ia telah berpulang.

Terima kasih untuk Jay karena telah berusaha melakukan yang terbaik untuk para saudaranya. Terima kasih juga untuk yang lain karena telah bertahan hingga akhir.

Ketujuhnya akan menjadi sebuah cerita, perihal tujuh saudara yang membongkar tempat persembunyian manusia gila. Yang telah membunuh rekan kerjanya sendiri karena seorang wanita—Soobin, yang telah membunuh wanitanya sendiri—Ira, serta keponakan dari kakaknya juga—Jay.

Serta kejahatan Jaekwan yang berhasil memonopoli warga setempat.

—TAMAT—

FIUH, LAMA BANGET LOH NAMATIN CERITA INI.

Sorry ya dengan slow upku huhu, terima kasih yang sudah mau baca sampai akhir.

Anw seperti biasa, tolong rate ceritaku ya! Terima kasih 🤍

Sampai jumpa di work ku yang lain ;p

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang