ハグ

796 187 8
                                    

Pukul sembilan malam, Jungwon, Sunoo dan Riki sudah berkumpul di kamar. Riki yang sedang bermain game di ponselnya, Sunoo yang sedang melakukan perawatan wajah sebagai rutinitasnya setiap malam di depan kaca dan Jungwon yang tengah duduk bersandar di kepala kasur sembari membaca komik yang ia bawa dari rumah.

Teriakan kekalahan Riki mengudara, berhasil mencuri atensi kedua kakaknya selama beberapa sekon sebelum keduanya kembai fokus dengan aktifitas masing-masing.

"Ah, rank gue turun lagi." Riki mengusak surainya kasar, berguling-guling kesal di atas kasur king size itu sehingga membuat spreinya agak berantakan.

Jungwon mendecak. Merasa terganggu dengan hal yang tengah Riki lakukan. Baru saja Jungwon hendak membuka suara untuk protes, sebuah suara ketukan pintu dari luar kamar lebih dulu terdengar. Secara serempak membuat ketiganya menoleh. Kemudian gagang pintu itu pun bergerak, pintu pun terbuka, menampilkan sosok Heeseung dengan pakaian seadanya—kaos oblong hitam dan celana training abu-abu.

"Disuruh turun sama om, om bawa makanan," katanya sembari membuka pintu semakin lebar.

"Makanan apa bang?" tanya Riki, bangkit dari posisi berbaringnya.

"Sate."

"UHUY! SATE-SATE!!"

Jungwon dan Sunoo hanya diam memandang Riki yang langsung bangkit dan berlarian dengan girang keluar. Terlihat begitu semangat. Padahal belum ada lima menit yang lalu ia misuh-misuh kesal karena rank pada game yang ia mainkan meturun.

"Ayo, lo berdua juga turun." Perkataan Heeseung hanya dibalas anggukan kepala oleh kedua adiknya.

— A Truth —

Selesai memakan sate, semua orang kembali ke kamar masing-masing. Tak lupa mereka membereskan semuanya dulu hingga bersih dan rapi. Tentu saja mereka tidak akan membiarkan Jaekwan yang membereskan semuanya. Lalu, Sate ayam empat puluh tusuk yang dibawakan oleh Jaekwan pun habis tak tersisa. Semua orang sangat menyukainya. Terlebih Riki.

Sebelum beranjak tidur, Jungwon harus pergi dulu ke kamar mandi untuk menggosok giginya. Ia masuk ke dalam kamar mandi yang ada di dalam kamarnya, berdiri di depan kaca wastafel dan segera meraih sikat gigi dan odol miliknya. Kemudian laki-laki itu menggosok giginya dengan tenang seraya menatap pantulan dirinya di cermin.

Selesai menggosoknya, Jungwon pun hendak membilas mulutnya dan agak sedikit membungkuk ke wastafel. Di telinganya, mulai terdengar suara Sunoo dan Riki dari luar yang menandakan kedua saudaranya itu sudah masuk ke kamar dan sedang mengantri untuk gosok gigi.

Selesai membilas, Jungwon pun mengangkat kepalanya. Ketika matanya melihat cermin, ia menemukan seorang laki-laki yang berdiri membelakanginya tepat di depan bathtub. Jungwon pun mematung di tempat, ia tidak bergerak dan tetap fokus menatap laki-laki itu. Suara berisik Riki dan Sunoo mendadak lenyap. Kesunyian datang begitu cepat. Membuat bulu kuduk Jungwon berdiri.

Tanpa babibu, Jungwon langsung menggerakan kakinya menuju pintu, hendak memutar knopnya dan segera keluar dari sana. Jungwon tahu itu bukan manusia. Karena saat ia masuk, tidak ada siapa-siapa di dalam sini.

Dengan tangan yang gemetar, Jungwon berusaha membuka pintu. Tetapi nihil, pintu itu terkunci. Jungwon tidak bisa membukanya. Tak menyerah di situ, Jungwon pun mencoba menggedornya dan meneriaki nama kedua saudaranya. Tapi tidak ada sahutan. Padahal ia sudah berteriak keras.

Mengumpat dalam hati. Jungwon sama sekali tak memiliki keberanian untuk membalik badannya dan menatap laki-laki itu lagi. Jungwon tidak berani. Lagi-lagi Jungwon mengalami hal seperti ini. Lagi-lagi Jungwon merasakan ketakutan seperti ini lagi. Pikirnya semuanya sudah baik-baik saja, tapi ternyata ia salah besar.

Puk!

Mata Jungwon spontan melebar kala sebuah tangan menepuk pundaknya. Tangannya semakin gemetaran. Terlebih ketika ekor matanya bisa melihat sebuah kepala yang maju dan berhenti tepat di samping telinganya. Wajah hitam dan mata yang sepenuhnya putih. Jungwon rasanya lupa bagaimana caranya bernapas sekarang.

"Pergi."

"Atau nanti kamu tidak akan bisa kembali lagi."

"Kamu itu ..... udah disukai. Nanti ngga bisa pulang lagi."

Suara berat yang serak, terkesan begitu menyeramkan. Jungwon mendengarnya dengan jelas. Saking takutnya, Jungwon sampai menutup matanya rapat-rapat.

"Jungwon!"

Dug! Dug! Dug!

"Bang Won lo kenapa?!"

Suara gedoran pintu dan dua saudaranya terdengar, membuat Jungwon perlahan membuka mata dan menghela napas lega ketika sosok yang baru saja mengganggunya sudah hilang. Meskipun jantungnya tetap berdebar begitu cepat. Wajahnya pun dipenuhi oleh keringat dingin karena begitu ketakutan.

Tangannya memutar knop pintu, pintu pun bisa terbuka, menampilkan kedua saudaranya yang tengah menatap panik.

"Bang! Lo kenapa??!" tanya Riki, menatap Jungwon penuh kekhawatiran. "Lo manggil-manggil gue sama bang Noo dari dalem sambil gedor-gedor tapi gak lama dari itu langsung diem. Kita mau dobrak tapi gabisa, takut lo pingsan di dalem. Baru aja bang Noo mau manggil yang lain, lo udah keluar. Gue lega. Lo kenapa bang??"

Tapi ucapan Riki tak mendapatkan respon apapun dari Jungwon. Hal itu membuat Riki agak jengkel dan hendak mengguncang tubuh kakak laki-lakinya itu. Namun, Sunoo lebih dulu menghentikannya.

"Sabar. Nanti pasti Jungwon cerita," ucap Sunoo seraya menahan Riki.

"Gue mau panggil bang Hee dulu." Riki melepaskan tangan Sunoo yang menahan tubuhnya. "Lo tenangin dia bang." Menunjuk Jungwon yang masih terdiam.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang