の隣に

977 212 6
                                    

"Gunting ditancapin ke tanah?" tanya Heeseung, mengulang ucapan adik bungsunya. Kedua matanya menatap Riki penuh tanda tanya. "Terus kenapa sama gunting itu? Nggak ada yang aneh kok?"

"Emang nggak ada bang. Ni dua orang aja udah ketakutan. Katanya takutnya guntingnya ada unsur mistisnya," balas Riki, sebelum kembali memakan jagung bakar yang berada di genggamannya. Yang sempat ia abaikan karena terlalu asik bercerita.

Iya, mereka memang sedang pesta jagung. Sesuai dengan keinginan Jay sebelum berangkat ke kebun Jaekwan pagi tadi.

Semua duduk dengan tenang, masing-masing memakan satu porsi jagung bakar. Jaekwan tidak ikut bergabung di sana. Ia lebih memilih berdiam diri di dalam kamarnya, entah melakukan apa. Mungkin istirahat karena tadi sempat berkunjung ke kebun dalam waktu yang cukup lama. Tentu saja itu karena ia harus menemani para keponakannya.

"Mencegah lebih baik, daripada lo," Sunoo menunjuk Riki. "ngalamin hal yang nggak lo inginkan. Mau gimanapun, kita ini tamu di daerah ini, mau aneh atau nggak itu gunting kita tetep nggak boleh asal."

"Tuh, liat. Alay banget buset."

Rasanya Sunoo ingin menjejali mulut Riki dengan jagung hingga masuk semua. Sumpah demi apapun.

"Mungkin buat penanda kuburan hewan," ucap Jay yang sedari tadi tak terlalu menggubris karena sibuk menikmati jagung bakar tersayangnya.

"Does that make sense, bro? Dari semua benda, harus gitu gunting yang dipake???"

Jay mengangkat bahunya acuh untuk menanggapi pertanyaan Jake.

"Ck, bang. Bukannya awalnya lo denial sama omongan bang Noo? Kenapa sekarang lo jadi ikut-ikutan kaya bang Noo?" tanya Riki disusul dengan suara tawa mengejek.

"Sunoo sama Jake nggak salah, Riki. Mereka benar. Lo jangan asal jadi orang." Sunghoon menengahi.

"Lah, yang mau nyabut aja bang Jake tadi, bukan gue."

Hanya bisa geleng-geleng kepala. Sunghoon mampu memaklumi Riki. Namanya juga dia adik termuda, dan tentu paling kekanak-kanakan dan juga menyebalkan. Selagi Riki masih menurut dengan perkataan para kakak-kakaknya, maka dia hanya perlu ditegur sedikit. Begitupun sebaliknya, jika dia sudah kelewatan, ya memang pantas dimarahi ataupun diberi hukuman.

Pemandangan Riki, Jake dan Sunoo yang bertengkar memang sudah sering terjadi dimanapun, kapanpun, diwaktu apapun. Karena itu, Sunghoon dan yang lain biasa saja menanggapi ketiganya.

"Yaelah udah napa makan tu jagung. Gunting nggak jelas diomongin, nggak faedah amat," sewot Jay, menatap semua orang kesal. Ia merasa bahwa hanya dirinya saja yang begitu menikmati pesta jagung bakar malam ini.

"Eh tapi—"

Mulut Riki lebih dulu disumpal dengan satu jagung oleh Jungwon. Membiarkan Riki terus berceloteh, maka sama saja dengan membiarkan perdebatan ataupun pertengkaran selanjutnya terjadi. Jungwon terlalu malas menyaksikannya terlalu lama.

Hal itu tentu membuat Riki berdecak kesal. Dengan tidak senang ia memakan jagung yang sudah hinggap di dalam mulutnya. Ingin rasanya ia mengatai Jungwon, tapi Riki enggan beradu mulut dengan Jungwon karena jika dengan Jungwon dirinya akan selalu kalah.

"Mau gue suapin juga Rik? Sekali suap langsung dua jagung, gimana?" tawar Jake sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Dan Riki hanya merespon dengan memutar kedua bola matanya malas.

Pada akhirnya mereka semua pun menghabiskan jagung bakar itu dengan tenang, kadang Heeseung dan Jay pun menyelipkan sebuah lelucon untuk menghangatkan suasana. Dan hal itu sukses membuat Jungwon lupa dengan hal yang ia alami pagi tadi. Begitupun dengan Jake dan Sunoo yang mulai tidak perduli lagi perihal gunting yang ditancapkan di tanah itu.

Waktu terus berlalu. Jam sudah menunjukkan pukul satu pagi. Heeseung tampak terkejut melihat arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. Merasa bahwa ia dan adik-adiknya belum begitu lama duduk dan makan di sini.

"Ayo masuk," titahnya seraya kakak tertua. Harus memastikan semua adiknya masuk semua dulu.

Satu persatu adik-adiknya pun bangkit. Kala Jungwon hendak berdiri dari duduknya, Heeseung dibuat mengernyit. Ia bisa melihat dengan jelas, ada sebuah bayangan yang mengikuti pergerakan Jungwon. Bayangan yang ukurannya sama dengan tubuh adik nomor limanya itu.

Heeseung sedikit mengerjab. Mencoba meyakinkan diri bahwa ia salah melihat. Pasti tadi karena efek matanya yang sudah mengantuk. Dan respon yang diperlihatkan oleh Heeseung ditangkap dengan jelas oleh Sunghoon.

Sunghoon bangkit dari posisi duduknya, mendekati Heeseung yang tengah sedikit memutar tubuhnya untuk melihat Jungwon hingga pemuda itu masuk ke dalam rumah.

"Lo kenapa bang??" tanyanya.

Menoleh kaget. Buru-buru Heeseung menggeleng pelan. "Nggak papa," balasnya.

Heeseung lalu menunjuk Riki yang kini masih berbincang kecil dengan Jay. "Lo yang paling bocil, bukannya masuk duluan. Udah sana masuk."

"Yaelah bang, gue nggak sebocil itu," balas Riki agak sewot.

"Engkau masih anak SMP~" ejek Jay sengan nada bicara yang tidak jelas.

"Udah sana, Jake sama Sunoo udah masuk, ke kamar sendirian ntar takut," ucap Heeseung lagi.

"Tau ah, kalian terlalu memperlakukan gue layaknya bocil. Sekalian aja anterin, selimutin, dongengin. Elah."

"Lo ngejawab aja jadi adek, Rik." Sunghoon menggelengkan kepalanya.

"Ya lagian?"

"Yaudah sono, banyak cocot." Jay mengusir, mengibaskan tangannya.

"Cocat cocot. Iya iya masuk. Berisik."

Riki pun melangkah pergi dengan wajah kesalnya. Dia memang anak paling kecil, tapi terkadang dia sangat tidak suka jika terlalu sering diperlakukan dan dianggap seperti anak kecil. Yah, walaupun tingkahnya sangat menyebalkan seperti bocah taman kanak-kanak yang mudah marah dan juga menangis.

Belum ada dua puluh detik Riki pergi, ketiganya dibuat terkejut dengan suara teriakan Riki, dibarengi dengan suara sesuatu yang jatuh membentur lantai cukup keras.

Jay yang semula hendak menghabiskan sisa jagung bakarnya dengan ditemani Sunghoon dan Heeseung pun langsung bangkit dan berlari menyusul Riki. Hal itu pun turut dilakukan oleh Sunghoon dan Heeseung.

Setibanya mereka di depan pintu masuk, mereka bisa melihat Riki yang duduk bersandar pada pilar rumah, memegangi pinggangnya sambil meringis sakit. Di hadapannya, sudah ada Jaekwan yang duduk sambil mengelus-elus pinggang Riki dengan ekspresi khawatir.

"Riki, kenapa?!" Heeseung panik, buru-buru berlutut di sebelah adiknya.

"Aduh bang, sumpah gue bego banget. Gue kaget banget ngeliat om Jaekwan muncul dari arah pintu samping. Mana make baju putih, tadi mau lari jadi kepeleset terus jatuh."

Heeseung dan yang lain menghela lega.

"Maaf ya, tadi om keluar dari pintu samping karena emang dari dapur, abis minum. Pengen keluar buat manggil kalian masuk, udah malem banget ini," ucap Jaekwan. "Maaf ya Riki."

"Gapapa om, Rikinya juga kan yang ketakutan sendiri." Heeseung mengacungkan jempolnya. Lalu ia memokuskan atensinya ke arah Riki. "Bisa jalan nggak Rik? Makanya jangan suka ngatain orang penakut."

"Bisa bang, bentaran. Yaelah, bukan takut tapi kaget."

"Bukan takut tapi lari," cibir Jay.

"Diem dah lo bang," kesal Riki.

"Masuk aja dulu, di dalem lebih enak, nanti sekalian gue pijit pinggangnya, Rik." Sunghoon mendekat ke arah Riki, menarik tangannya. "Ayo gue bopoh."

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang