分割する

765 186 12
                                    

Jungwon terus berlari beriringan dengan Riki dan Sunoo. Sementara Jake berada di depan untuk memimpin jalan. Kepala Jungwon terus melihat sekeliling sambil terus berlari. Semakin kesini hal yang ia lihat adalah pohon-pohon besar. Sepertinya tanpa sadar dan tahu arah mereka mulai memasuki hutan.

Hujan semakin deras, tubuh mereka pun sudah kuyub. Sadar dengan para adiknya yang mulai kelelahan, Jake pun berhenti. Ia membalikkan tubuhnya, mengusap wajahnya yang basah karena air hujan sebelum membuka suara. "Kita udah jauh, istirahat dulu??"

Sunoo yang bibirnya sudah pucat itu pun mengangguk. "Cari tempat neduh bang, tempat yang juga bisa jadi tempat sembunyi. Jadi kita bisa siaga sambil nunggu yang lain."

Mendengar jawaban Sunoo membuat Jake langsung mengedarkan pandangannya ke segala arah. Mencari tempat aman untuk berteduh dan juga bersembunyi. Ternyata tidak ada tempat seperti itu, di sekitarnya hanya ada pohon, pohon, dan pohon.

Lagi, Jake mengalihkan pandangannya ke para adiknya. Menatap wajah dan telapak tangan mereka yang mengkerut karena kedinginan.

"Kita jalan lagi sampe nemu tempatnya, oke?" ucap Jake.

"Liburan kita jadi kaya gini, ya?" gumam Riki. "Semuanya gara-gara gue."

"Lo ngomong apa sih—"

"Gue yang ngusulin ke rumah om, gue yang nunda buat pulang. Sekarang, nasib kita gimana bang? Nasib bang Hee, bang Hoon, bang Jay?? Kita ngga punya arah, kita asal lari, kita ngga tau pasti daerah sini. Om pasti bakal gampang nemuin kita, apalagi kalo dia punya kaki tangan." Riki menyela dengan nada penuh emosi.

"Ini bukan waktunya buat nyesel, Riki." Jake mendekat, memegang kedua pundak Riki dan mengguncangnya. "Sekarang kita lagi berusaha. Riki, tanpa lo nyelinap ke sana tadi pagi, kita juga ngga bakal tahu apa-apa. Kita juga berterima kasih sama lo. Semua karena lo."

Riki menggeleng kuat. "Gue khawatir sama yang lain bang."

"Semua orang juga khawatir. Sekarang kita selamatin diri kita dulu. Lo harus percaya sama mereka, abang-abang lo itu hebat semua."

Riki dan Jake, yang biasanya selalu bertengkar, berada mulut, mempermasalahkan hal kecil, saling mengejek kini saling bertatapan dan menyiratkan kekuatan untuk pergi dari situasi buruk ini.

Sementara itu Sunoo dan Jungwon hanya diam menunduk, mendengarkan Jake dan Riki bicara. Mata mereka menatap ke arah sepatu masing-masing yang telah kotor karena tanah.

"Ayo jalan lagi."

— A Truth —


Disepanjang jalan, darah dari luka menganga Heeseung dan Sunghoon terus menetes. Ketiganya—Heeseung, Sunghoon dan Jay masih berlari hingga sekarang. Mereka masih belum merasa aman karena belum begitu jauh dari rumah Jaekwan.

Sesekali Jay melihat ke arah kedua saudaranya, tepatnya ke arah luka mereka. Ingin rasanya berhenti sebentar dan menutup kedua luka itu dengan sobekan kaos yang ia pakai di balik hoodie. Jika terus dibiarkan, dua saudaranya itu akan lemas karena kehilangan banyak darah.

"Berhenti bentaran!" seru Jay akhirnya. Menghadang langkah kedua saudaranya. "Balut luka lo berdua dulu. Baru lanjut lari lagi."

"Kita masih belum jauh."

"Terus lo mau keburu lo sama bang Heeseung lemes, dan pas ketemu sama si om bego itu, lo berdua jadi susah lari??? Tetesan lo berdua ini juga bisa ninggalin jejak, ck." Jay menjawab sambil melepas hoodienya yang sudah kuyub itu.

Tak mendapat balasan. Jay mulai sibuk sendiri. Setelah hoodienya terlepas, ia melepas kausnya dan merobeknya menjadi dua bagian. Lalu ia membalut luka Heeseung dan Sunghoon secara satu persatu. Dingin dapat ia rasakan pada kulit tubuhnya disetiap air hujan menyentuhnya. Setelah selesai membalut luka, Jay kembali memakai hoodienya.

"Kira-kira ke arah mana yang lain pergi? Mungkin ngga kalo mereka lurus terus??" tanya Heeseung.

"Iya. Dari tadi kita belum liat jalan kecil. Kalaupun ada, gue yakin Jake ngga bakal milih buat ikutin jalan karena resiko ketemu si gila lebih besar," jawab Sunghoon.

"Tapi, lurus itu ke hutan."

"Badjingan emang. Pantes aja rumahnya di pelosok, taunya dia nyimpen mayat." Jay nyaris menendang batu di hadapannya. "Terus kalo kaya gini, kita bakal makin tersesat!"

"Jay, calm down. Pasti kita bisa pergi dari sini."

"Lo ngambil hp dari kantongnya kan?" tanya Heeseung kepada Jay.

"Ambil. Tapi ngga tau nyala apa ngga, udah basah karena ujan gini."

Secara spontan Jay berdiri. Kala telinganya mendengar suara langkah kaki yang menginjak rumput rumput basah. Tahu jika ada seseorang mendekat, Jay langsung memberi sinyal bahaya kepada dua saudaranya. Sunghoon dan Heeseung pun ikut bangkit, lalu mereka berlari kecil ke balik semak belukar yang berada di dekat sana untuk bersembunyi.

Dari balik semak itu, Jay memberanikan diri untuk mengintip. Ternyata seseorang yang datang adalah salah satu petani jagung yang bekerja di kebun jagung Jaekwan. Dapat Jay lihat tangan kanan orang itu menggenggam sebuah pisau yang berukuran besar.

"Ada ngga?" Satu orang lain lagi datang, Jay hapal betul bahwa orang itu pun juga bekerja di kebun jagung Jaekwan.

"Ngga ada. Kayanya mereka udah jauh."

"Tapi jejak darahnya cuma sampe sini."

"Sialan." Jay mengepalkan tangannya.

Membuat Sunghoon dan Heeseung menatap Jay bertanya.

"Mereka orang suruhan si gila buat nyari kita. Gue harap Jake beneran ngga ketemu jalan kecil ataupun perumahan. Opsi ke hutan lebih baik. Kebanyakan orang sini kerja sama si gila kan?? Ngga ada yang bisa diandelin. Semuanya bahaya!" ucap Jay setelah dua orang pekerja Jaekwan itu pergi menjauh.

A Truth | Ft. Enhypen✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang