14

324 71 5
                                    

Ramalan cuaca hari ini cerah, cenderung hangat dengan suhu di bawah tiga puluh derajat celcius, dan kelembapan udara yang normal. Cuaca yang sempurna untuk berlibur ke pantai atau sekadar piknik di taman.

Snow mengeong sejak pagi. Ini juga hari yang bagus untuk mengajak hewan peliharaan jalan-jalan, tapi, kurasa tidak. Aku tidak bisa melakukannya, karena hari ini adalah hari berlangsungnya kompetisi U-Star. Dan lagi, paket yang kupesan dari internet juga baru datang kemarin. Tepat waktu. Tidak ada yang bisa menandingi hari ini.

Walaupun kompetisi dimulai pukul sebelas siang, pagi ini aku sudah ada janji dengan Elio. Kami akan bertemu di kafe dekat sekolah, dan berencana berangkat ke Hall---tempat kompetisi itu dilangsungkan---bersama-sama.

Ini adalah pertama kalinya aku bertemu dengan Elio di luar jam sekolah. Bukan di perpustakaan yang pengap itu, juga bukan di kantin. Kalau Amanda tahu tentang ini, dia pasti mengira kami sedang kencan. Itu konyol. Orang yang sedang kencan tidak mungkin mengobrol tentang rencana balas dendam.

Elio yang sampai lebih dahulu di kafe. Dia duduk di meja paling pojok, dekat jendela yang bertuliskan slogan ‘ALL YOU NEED IS A SINGLE CUP OF COFFEE’ dengan font yang mengerikan. Elio yang mula-mula melirik ke luar jendela, tersenyum ketika aku langsung duduk di seberangnya.

Penampilan kasualnya sama dengan kebanyakan laki-laki pada umumnya; celana jeans panjang berwarna gelap, sepatu sneakers dengan kaus kaki kumal, kaus abu-abu, dan zipper yang tidak diresleting, juga topi kupluk dan rambut palsu untuk menutupi kebotakan akibat kemoterapi yang dulu dia jalani. Sejenak, aku melihat sosok Luna sedang duduk di sampingnya, mengenakan pakaian kasual yang serasi, tapi setelah aku berkedip, sosok itu menghilang.

“Untuk seorang anak laki-laki, kau ternyata bisa datang tepat waktu, ya.”

Elio terkekeh kecil. “Aku bosan di rumah,” katanya.

“Aku juga. Aku tidak sabar ingin melihat Julia tampil di panggung.”

Wajah ragu itu muncul lagi. Kenapa di saat-saat seperti ini dia masih ragu? Aku tidak mengerti. Seharusnya dia senang karena salah satu rencana balas dendamnya akan berhasil hari ini.

“Menurutmu Luna akan senang kalau kita melakukan ini?”

Aku mengaduk moccalatte pesananku yang baru saja sampai di atas meja, tersenyum kepada pelayan, lalu menyesap kopi itu tanpa sempat mencium aromanya. Jujur saja, aku tidak terlalu suka kopi. Akan tetapi, memalukan rasanya kalau pergi ke kafe dan tidak memesan kopi.

Pahit, sama seperti pertanyaan yang keluar dari mulut Elio.

Menurutmu, apa Luna akan senang kalau kita melakukan ini? Itu pertanyaan konyol. Untuk apa memikirkan perasaan orang yang sudah mati?

“Aku tidak tahu apa Luna akan senang atau tidak,” dan sebenarnya aku juga tidak peduli dengan Luna. “Tapi yang aku tahu, kita yang akan merasa senang dan puas ketika rencana ini berhasil nanti. Dan aku yakin, Luna akan senang kalau melihat kita senang.”

Sudut di bibir Elio terangkat, membentuk senyum kecil. Benar, seharusnya seperti itu.

***

Hall penuh dengan orang berlalu-lalang ketika kami datang. Walaupun ini bukan kompetisi tingkat nasional, tapi tetap saja ini adalah acara yang bergengsi. Banyak kritikus dan produser musik yang akan datang. Satu langkah besar untuk Julia dalam mencapai impiannya.

Kami melangkah melalui jalan setapak, mengitari gedung Hall dalam rasa kagum. “Berapa orang ya, yang muat di dalam sini?” Elio bertanya, mungkin pada dirinya sendiri.

CATATAN PEMBUNUHAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang