Moon Princess 2

314 56 2
                                    

LUNA ADALAH ANAK SEORANG PEMBUNUH!

Aku menulisnya di papan tulis, juga menaruh potongan-potongan koran berita yang terkait tentang insiden Ayah Luna itu. Entah pikiran apa yang merasukiku saat itu, tapi yang kuinginkan cuma melihat Luna terpuruk. Gadis itu sudah terlalu lama menjadi idola sampai melupakan sahabatnya sendiri.

Aku tahu itu mungkin agak berlebihan, tapi cuma cara ini yang muncul di kepalaku. Toh, Luna juga membenci ayahnya, jadi mungkin dia tidak akan terlalu tersinggung dengan ini.

Setelah menulis, aku bersembunyi di toilet. Menunggu teman sekelas yang lain datang dan aku akan muncul seperti orang yang baru datang dan tidak tahu apa-apa.

Aku duduk di bangkuku sendiri, menguping ke arah sekelompok murid yang kelihatan tidak percaya di bangku belakang. “Memang benar seperti itu?” katanya. “Luna anak dari orang itu?”

“Kelihatannya sih iya.”

“Duh, aku jadi takut.”

“Iya, iya. Lebih baik jangan dekat-dekat.”

Di setiap bisikan yang keluar dari mulut mereka, aku tertawa diam-diam.

Julia, Tasya, dan Vero datang tidak lama kemudian. Mereka menanyakan ini itu, dan aku cuma menjawab seadanya sampai akhirnya Luna muncul dari ambang pintu.

Mendadak kelas menjadi hening. Tidak ada satu pun suara, dan semua mata menyorot Luna. Itu dia, mata yang selalu mengidolakan Luna, sekarang berbalik menjatuhkan. Tidak akan ada lagi Luna yang disanjung tinggi, sekarang semuanya memandangnya rendah.

Dalam suasana yang asing itu, Luna membaca tulisan yang ada di papan. Ekspresi datar yang dia pasang menunjukkan seolah-olah dia kuat, seakan dia sudah menduga akan terjadi hal seperti ini, dan tidak peduli pada apa pun. Namun, aku sebagai sahabatnya sewaktu kecil tahu, di dalam hatinya, Luna gemetar penuh kesal.

Dia mulai melirik ke sekeliling ruangan, meneliti wajah-wajah yang mulai mencibir dalam bisikan-bisikan. Lalu, mata kami bertemu. Bola mata Luna yang sedang putus asa itu, seperti seorang gadis kecil yang bermain petak umpet, bersiap untuk menyembunyikan dirinya dalam kegelapan.

***

Sementara itu, ada yang aneh dengan Mama.

Mama sering menjenguk Ayah Luna di penjara.

Seingatku, walaupun Mama berteman baik dengan Bundanya Luna, Mama sebelumnya tidak terlalu berhubungan dekat dengan Ayah Luna. Tidak ada alasan juga. Mereka bukan rekan kerja, atau teman semasa sekolah atau kuliah. Seharusnya, Mama dan Ayah Luna memang tidak punya hubungan apa-apa.

Mama bahkan mengkhawatirkan tentang Luna. “Bagaimana Luna di sekolah? Baik-baik saja, kan?” Setiap aku pulang sekolah, pertanyaan itu selalu muncul.

Bukan cuma itu saja, Mama bahkan pernah membuatkan bekal makan siang untuk Luna. Sepaket yang isinya sama persis denganku. “Ajak dia makan siang bareng ya, putri,” kata Mama. “Luna pasti tidak sempat membuat bekal sendiri.”

Menyebalkan. Benar-benar menyebalkan. Rasanya seperti punya adik tiri secara tiba-tiba.

Tentu saja aku tidak pernah memberikan bekal buatan Mama itu kepada Luna. Walaupun rasanya sayang, tapi aku lebih memilih membuang bekal itu ke tempat sampah, atau setidaknya membagikannya ke Tasya, Vero, dan Julia.

Kenapa? Kenapa Mama sampai seperti itu kepada Luna? Aku paham kalau Luna adalah anak dari mendiang teman lamanya Mama, tapi kurasa itu terlalu berlebihan. Sifat peduli itu juga ada batasnya, dan kepedulian Mama pada Luna sudah melebihi itu.

Apa mungkin, Mama benar-benar selingkuh dengan Ayah Luna? Apa mungkin Luna benar-benar akan menjadi adik tiriku.

Tidak. Tentu saja itu tidak mungkin. Terlalu aneh dan sama sekali tidak bisa kumengerti.

CATATAN PEMBUNUHAN (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang