"Ku dengar Kanada mempunyai musim dingin yang ekstrim, apa tidak masalah bagiku?"
Leo kini sedang berbagi kehangatan bersama Arthur, mereka berdua sedang berkemas dan berbincang santai.Arthur yang mendengar itu pun lantas menggeleng dan menepuk puncuk kepala Leo.
"Tentu saja tak masalah, ada penghangat ruangan dan aku bisa memeluk mu sepanjang hari."
Leo sedikit tertohok ketika mendengar jawaban itu. Ia lalu mengusap perutnya dan tertawa saat melihat Arthur begitu kewalahan hanya karena melipat pakaian. Alhasil Leo menyuruh nya untuk diam memperhatikan saja ketimbang membuat pakaiannya menjadi kusut.
Setelah selesai, ia hanya bisa menatap Arthur dengan seksama. Entah kenapa saat ini ia begitu kasihan ketika menatap mata Arthur. Ia yang sering kali ia salah pahami kini memperlihatkan sisi sederhana dan nampak rapuh juga.
Leo masih ingat bagaimana perangai pria itu saat pertama kali bertemu, begitu angkuh dan sombong. Dia tak peduli saat menorehkan luka pada tubuhnya. Tapi setelah sekian banyak tekanan yang diberikan oleh George dan Adeliana, Leo paham jika sebenarnya Arthur hanya kesepian. Pria itu butuh kehangatan dari hal yang paling ia inginkan. Leo tahu jika yang paling Arthur inginkan adalah dirinya, maka akan sangat menyakitkan jika Leo berbalik arah dan meninggalkan pria ini.
"Arthur... apa sebelum nya kita pernah bertemu?"
Leo bukan orang yang mudah lupa, ia rasa Arthur seperti telah mengincarnya selama ini hingga keinginan pria itu terhadapnya sangat kuat. Hanya saja Leo tak pernah ingat pernah berinteraksi secara langsung dengan Arthur sebelum kejadian pelunasan hutang Ayah dimasa lampau itu. Justru Leo hanya melihat Arthur dari majalah dan televisi saja.
Arthur terdiam dan memilih menyimpan koper mereka ke sudut ruangan lalu memeluk Leo dengan erat. Perut nya yang sudah mulai terasa besar itu ia usap usap dengan perlahan dan ia hantarkan kehangatan disana hingga Leo terpejam nyaman.
"Pernah."
Hingga jawaban singkat itu membuat Leo melotot dan sontak saja menatap Arthur dengan lekat.
"Sungguh? Aku tak ingat."
"Kamu tak akan ingat karena hanya aku yang waktu itu melihat mu."
Leo semakin penasaran saat Arthur hanya tersenyum saja lalu malah terpejam. Sekeras apapun Leo berusaha mengingat, tetap saja tak ada memori yang memperlihatkan dimana ia pernah bertemu langsung bersama Arthur.
"Waktu itu, Matheo datang ke sini untuk memberi kontrak kerja pada Ayahmu. Aku yang sedang malas waktu itu hanya menunggu di mobil."
Arthur mulai bercerita, membuka lagi ingatan manis yang selalu ia kenang."Ku pikir akan sangat membosankan juga saat duduk menunggu di mobil, jadi ku putuskan untuk keluar dan berjalan jalan menuju taman kecil. Kau ingat taman kecil dengan pohon ek disamping ayunan dekat rumah mu?"
Leo mengangguk saat mengingat taman itu. Taman yang sering ia kunjungi saat masih duduk di bangku sekolah menengah. Sayangnya karena sudah jarang diminati, taman itu sudah tak seramai dulu lagi dan kini malah berubah menjadi lapangan biasa.
"Disana pertama kalinya aku melihatmu. Raut wajah sedih yang kentara sekali, baju seragam kotor dan rambut yang acak acakan. Kau menangis dibawah pohon ek..."
"Apa?! Kau melihatnya?!"
Leo berteriak nyaring menyela cerita Arthur lalu mulai menjambak rambutnya sendiri. Ia ingat, satu satunya keadaan yang tercetak jelas dengan rincian yang Arthur berikan adalah saat Leo untuk pertama kali nya berkelahi di sekolah! Ia yang saat itu takut ditanya oleh orang tuanya malah berbelok menuju taman dan menangis disana, menangis karena menyesal sudah berkelahi dan berujung dengan surat pemanggilan orang tua. Tak pernah ia sangka, dari banyaknya moment yang ia lakukan dalam hidupnya, kenapa harus saat itu yang Arthur lihat... sungguh memalukan!

KAMU SEDANG MEMBACA
INSANE [Man×Boy]
Romance[SUDAH TAMAT] Dunia memang sudah gila. Maka saat jalan hidup Leo sudah ditentukan oleh kedua orang tuanya pun ia tak marah. Tak pula sedih ketika ia harus mengorbankan masa mudanya demi uang. Hidup nya sepenuhnya dilepas oleh orang tuanya, menjadika...