Tanzela Haedar, nama perempuan yang tengah berlari tunggang langgang bak cheetah mengejar mangsa, dari tangga menuju koridor kelasnya tersebut.
"Minggir lo semua!" teriak Zela. Menyingkirkan siapapun yang menghalangi jalan.
Dibelakang ada dua sahabatnya, Damica dan Akira yang juga melakukan aktivitas sama. Bukan tanpa sebab mereka melakukan itu, melainkan demi sebuah pouch make up yang sudah menjadi target razia mendadak anak OSIS hari ini.
Sudah bukan rahasia lagi kalau OSIS SMA Baraswara memiliki seribu cara licik untuk menjebak siswa-siswi yang membawa benda terlarang ke sekolah, seperti rokok dan make up. Kali ini adalah dengan mengarahkan murid ke lapangan untuk apel kemudian mereka mulai berkeliling kelas menggeledah satu-persatu tas. Lancang sekali.
Pintu kelas sudah didepan mata namun tak melirihkan laju Zela. Bukankah kita harus semakin kencang ketika mendekati garis finish?
BRAK
Zela membuka pintu kelas dengan keras dan sontak berhenti ketika netranya menangkap sosok ketua OSIS bersama antek-anteknya berdiri di meja paling depan memandangi barang sitaan yang mereka dapatkan dari kelasnya. Kali ini mereka terlambat.
"Sialan!"
"Bangke!"
"Anjing!" umpat ketiganya melihat pouch make up mereka ikut berada diatas meja.
Seorang anggota OSIS dengan rambut sedikit bergelombang sebahu tersenyum culas menghampiri mereka. "Kalah ya kali ini?" Ejeknya setelah berhasil menjebak ketiga perempuan penuh masalah ini.
Anggota OSIS itu bernama Audrey. Satu angkatan namun sejak awal sudah memusuhi Zela padahal tak tau apa salahnya. Audrey adalah tipe murid monoton. Berasal dari jurusan IPA, ikut dalam organisasi OSIS, menjadi siswa patuh dan menjilat ke sekolah. Sangat berbanding terbalik dengan Zela dan kawan-kawan. Bagi mereka sekolah adalah petualangan dimana mereka bisa mengeksplor berbagai hal terutama hal-hal menantang seperti dikejar guru BK atau baku hantam dengan kakak kelas karena perkara sepele.
"Sini kalian!" titah seorang cowok jakung dengan nada santai namun menuntut. Dia adalah Gentala Abinaya sang ketua OSIS SMA Baraswara. Tahun ini adalah tahun terakhir nya di Baraswara, semestinya sudah bukan dia yang menjabat ketua OSIS tapi karena wakilnya belum siap menggantikan jadi ia tetap bertugas.
Zela, Damica dan Akira dengan kompak maju bersamaan tanpa rasa takut atau sungkan dengan anggota OSIS yang lain. Perang dingin seperti ini hampir seminggu sekali mereka lakukan.
"Ambil punya kalian!"
Ketiganya mengambil pouch milik masing-masing. Pink pucat milik Zela, biru pucat milik Akira dan Ungu pucat milik Damica. Dari tampilannya terlihat sama karena memang mereka membeli itu ketika buy 2 get one free.
"Keluarin isinya." ujar Gentala dengan nada yang masih sama.
Pertama, Akira mengeluarkan ; moisturizer, liptint, beberapa botol parfum, pelembab, pembalut dan juga sunscreen.
Kedua, Damica mengeluarkan ; bedak, beberapa lipcream, pensil alis, body lotion, parfum serta suncreen.
Ketiga, Zela mengeluarkan ; body scrub, sheet mask, micellar water, parfum, bedak, lipstik, kutek, body lotion, pensil alis, moisturizer, sunscreen serta face wash yang membuat semua anggota OSIS disana melongo.
"Niat sekolah apa buka salon sebenernya?" sarkas Finca, perempuan berambut hitam lumayan panjang yang sama menyebalkannya dengan Audrey.
"Menurut lo kalo ke sekolah ngapain? Belajar, buka salon apa jadi penjilat?" sindir Zela balik dengan sebelah alis terangkat menandakan berkibarnya bendera perang diantara mereka.
Finca yang merasa dikatai, seketika mendorong bahu Zela. "Maksud lo apa?"
"Santai dong!" Zela balas mendorong bahu Finca cukup keras hingga perempuan itu terhuyung ke belakang.
"Mulut lo ya yang mulai duluan!"
"Kalian bisa berhenti nggak?!" interupsi Gentala. Cowok paling disegani di Baraswara itu maju, memberi isyarat pada Finca untuk mundur. Kali ini biar dia sendiri yang turun tangan mengurus tiga perempuan ini.
"Lo berdua, jangan harap barang-barang lo bisa balik." ujar Gentala pada Akira dan Damica kemudian tatapan nyalang nya beralih pada Zela. "Beresin barang-barang lo dan ikut gue ke ruang OSIS."
"Kenapa cuma gue?" protes Zela.
"Daripada lo gue permaluin disini." bisik Gentala yang masih terdengar oleh semua orang disana sebelum melenggang pergi begitu saja.
"Sialan lo berdua!" sentak Zela tak terima pada Audrey dan Finca yang dibalas juluran lidah oleh keduanya.
Tangan Zela mengepal kuat, mulutnya tak berhenti mengucapkan sumpah serapah sembari mengemasi barang-barang nya kembali. Sekarang dua kuyang ini bisa menang karena bantuan Gentala, tapi lihat saja nanti.
"Fuck!" Zela mengangkat jari tengahnya kepada Audrey dan Finca kemudian menyusul Gentala yang sudah tak terlihat batang hidungnya.
Zela menuju ke ruang OSIS. Setibanya disana ia langsung masuk dan duduk di sofa tanpa menunggu dipersilahkan oleh Gentala. Saking seringnya datang kesini, ruangan ini sudah seperti rumah baginya meskipun rumah hantu.
"Ngapain ngajak gue kesini? sepi lagi." tanya Zela sarat akan makna.
Gentala memandang Zela tak suka. "Masih bisa tanya kenapa setelah bikin pelanggaran sebanyak itu?"
"Banyak apa nya? gue cuma bawa make up doang. Nggak telat dan yang lainnya."
Gentala menghembuskan napas mengatur rasa jengkelnya. Hafal betul kalau Zela itu seperti api yang gampang tersulut. Jika dirinya menjadi bensin pasti sudah terbakar habis ruangan ini, jadi lebih baik tenang layaknya air. "Rok pendek, baju ketat dan crop, sepatu putih selain hari kamis, rambut berwarna, tidak memakai dasi dan sabuk. Apa kurang jelas?" tanya Gentala.
"Kenapa itu semua disebut pelanggaran kalo nggak menganggu proses belajar mengajar?"
"Itu menganggu proses pembelajaran."
"Ya enggak lah. Darimana nya?"
"Nyatanya lo nggak pernah dapet juara kelas kan? liat anak-anak yang dapet juara kelas, apa ada yang tingkahnya kaya lo." Skak Gentala yang cukup untuk membuat Zela kicep seketika.
"Masalah otak beda urusan sama penampilan, Gentala."
"Lo terlalu ngurus penampilan sampe nggak ngurus otak lo."
Zela berdecak tak suka atas ucapan Gentala barusan. Menurutnya itu sangat kasar untuk seorang ketua OSIS yang harusnya mengayomi. "Terus mau lo apa?"
"Enaknya hukuman apa yang pantes buat penampilan lo yang kaya begini?"
"Yang enak apa?"
Gentala bangkit dari duduk kemudian menghampiri Zela dengan mengeluarkan smirk nya. "Gunting rok?"
"Rok gue udah segini mau digunting lagi?"
"Apa masalahnya? Bukannya lo pake rok pendek emang buat nunjukin paha lo? Sekalian aja."
Seperkian detik dua orang itu saling tatap dengan pandangan menyiratkan rasa tak mau kalah satu sama lain. Gentala menantang dan Zela tak mau kalah. "Nggak usah pake acara gunting rok kalo mau lihat paha gue. Sini gue tunjukin."
Tangan Zela bergerak ke resleting belakang rok namun pandangannya tak melepaskan manik mata Gentala. Tak terlalu kentara tapi Zela tau kalau cowok itu sedikit gugup atas aksinya.
Kreeek
Dalam sekali tarikan rok Zela sudah jatuh ke lantai, namun sayangnya Gentala mencekal tangan perempuan itu sebelum sempat menarik. "Berhenti atau lo bakal nyesel!" tekan Gentala tanpa tau bahwa Zela memakai celana pendek didalam rok nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...