Hari ini kelas Zela kembali mendapat giliran olahraga. Semua siswa sudah berkumpul di tengah lapangan. Sialnya, kelas Zela mendapat jadwal yang sama dengan kelas Shanena. Namun demikian perempuan ular itu tak terlihat mata sejak tadi.
Zela sendiri tak peduli. Bukankah lebih baik kalau lenyap sekalian? Di bumi cuma bikin sumpek.
"Anak-anak, materi kita di pagi hari yang cerah ini adalah basket. Sebelumnya ada yang ikut ekskul basket disini?" tanya Pak Yoko atau yang sering disebut Pak Kumis oleh siswa nya.
"Saya, Pak!" Gavin mengangkat tangan paling tinggi. Jelas, dia adalah kapten tim basket Baraswara.
"Yang lain?"
Beberapa siswa dari gabungan dua kelas tersebut mengangkat tangan. Kalau ditotal ada sekitar lima belas siswa, termasuk Miko didalamnya.
"Syukur kalau banyak. Hari ini saya ada urusan ke luar kota, jadi gak bisa ngisi materi. Buat anak-anak yang tergabung dalam ekskul basket, bisa mengajari teman-temannya."
Murid-murid bersorak senang dalam hati. Tak ada Pak Kumis artinya tak ada senam jantung. Ditambah mereka bisa berleha-leha setelah ini.
"Gavin, bagi temen-temen kamu menjadi beberapa kelompok. Saya mau langsung pergi, keburu ketinggalan kereta."
Gavin mengangguk tegas menahan sorakan atas kepergian guru olahraga terkiller di Baraswara itu. "Siap, Pak!"
Seperginya Pak Kumis, Gavin langsung membagi teman sekelasnya menjadi beberapa bagian. Tentunya dengan anak nonsense bersamanya.
"Bangun lo semua!" teriak Gavin melihat teman-temannya malah tiduran di lapangan.
"Gak mau. Gue pengen leha-leha." tolak Zela.
Nathan yang tadinya kaget jadi berdecak kesal. "Sabar dong! Kaya romusa aja congornya."
"Gue gak mau tau, hari ini lo semua harus bisa basket."
"Biji mata lo basket! Mana ada sehari jadi." protes Junio yang sudah terbakar emosi.
"Pasti bisa. Tinggal drible terus shoot doang apa susahnya?"
"Sini, telor lo gue shoot! Si bangsat dibilang gak bisa ya gak bisa."
Emosi Junio mengundang gelak tawa semua yang ada disana. Diantara mereka, memang Junio lah yang paling gampang emosi. Jadi jangan heran kalau congornya pedes.
Walau ogah-ogahan tapi semua anggota nonsense bangun juga. Mereka memulai kegiatan dengan pemanasan, dipimpin oleh Gavin. Hanya sekitar lima menit.
Setelah pemanasan, dengan semangat Gavin menjelaskan teknik-teknik dalam men-drible bola dan men-shoot yang benar. Cowok itu memang selalu semangat kalau urusan basket dan main game.
"Nih, coba!" Gavin melempar bola basket pada Haikal.
Haikal menerima bola itu dengan kaki nya. "Ini gak sepak bola aja?"
"Bisa. Pala lo yang di sepak!" seloroh Gavin.
"Sadis bener, mentang-mentang kapten basket songong lo! Liat aja, habis ini gue mau leha-leha."
"Serah. Buruan ah, jangan bacot mulu. Panas nih!"
Haikal setuju. Dimulai dari men-drible kemudian shoot, namun sayang bola nya tak masuk ke ring.
"Payah lo!" olok Gavin.
Sekarang giliran Zela maju. Ia ingin segera mencoba dan berleha-leha setelah ini.
Zela men-drible bola dari jarak lumayan jauh sambil mencari ancang-ancang. Ketika mendekati ring, Zela berniat meloncat tapi sial sebelah tali sepatunya terinjak hingga membuatnya tersungkur ke tanah begitu saja.

KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Fiksyen RemajaKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...