Zela tersenyum tipis melihat hasil fotonya bersama Gentala tadi. Hari bahkan belum berganti tapi cewek berperawakan mungil itu ingin sekali menemui Gentala lagi. Jadi jangan heran kalau sekarang Zela sudah berada didalam taksi online yang akan mengantarnya ke endcity.
Sebetulnya bukan cuma itu alasan Zela ke endcity. Tapi ada satu hal lagi, mengenai lawyer yang tadi di bicarakan oleh Rose. Sebelumnya, Zela memang belum pernah bertemu dengan Papa nya Gentala tapi ia yakin beliau adalah pengacara terkenal jika dilihat dari seberapa sibuknya.
"Sini, Neng?" tanya Bapak supir taksi ketika sudah berada di kawasan endcity.
Zela memastikan tujuannya benar kemudian mengangguk. "Iya Pak. Saya turun sini aja gak papa."
"Oke Neng."
Zela mengeluarkan uang pas untuk membayar ongkos taksinya kemudian berjalan beberapa meter kearah jarum jam pukul dua belas agar sampai ke endcity.
Krincing
Pintu terbuka dan Zela tak mendapati adanya Gentala ataupun Shanena di meja kasir. Hanya ada mbak-mbak yang sudah lumayan kenal dengannya. "Gentala gak kesini, Mbak?"
"Ada kok. Di ruangannya."
Tanpa basa-basi Zela langsung menuju ruangan Gentala. Terdengar suara orang mengobrol dari luar, membuatnya tak berani langsung masuk begitu saja. Perlahan Zela membuka pintu didepannya dan mengintip siapa yang sedang mengobrol dengan Gentala, namun yang didapatinya adalah hal diluar dugaan.
Seperkian detik Zela berhenti bergerak. Otaknya berusaha mencerna apa yang terjadi sebelum menyadari bahwa Gentala telah melakukan kesalahan.
Dengan mata kepalanya sendiri Zela melihat bagaimana Shanena duduk dipangkuan Gentala dan menciumnya tanpa rasa canggung. Bahkan Gentala tak memberikan penolakan atas perbuatan itu. Apa ini nyata? Hati Zela benar-benar ngilu dibuatnya.
Perlahan Zela membuka pintu sepenuhnya sehingga nampaklah dengan jelas kehadirannya disana. Cewek itu menatap Gentala dengan mata berair, terlihat penuh kekecewaan namun masih enggan membuka suara.
"Jela?!"
Kaki Zela terasa lemas hingga tidak mampu menahan berat badannya sendiri karena terlalu syok, namun segera ia paksakan berlari ketika melihat Gentala menyingkirkan tubuh Shanena dari atasnya. Sudah bisa ditebak, Gentala akan mengejarnya.
Zela semakin mempercepat langkah dan mencegat sembarangan taksi yang lewat di depan endcity. Tak ada lagi yang terlintas diotaknya selain pergi menjauhi Gentala.
***
Tak ada yang dilakukan Zela setelah kejadian tadi, hanya menatap nanar taman belakang milik tetangganya melalui jendela kamar. Sorot mata perempuan yang biasa ceria itu kini terlihat kosong begitu juga dengan raut wajahnya yang berubah muram.
Sepanjang perjalanan pulang, otaknya masih belum bisa benar-benar mencerna apa yang sudah terjadi. Kehilangan Gentala dalam waktu secepat ini, tak pernah ada di dalam planing hidup Zela sebelumnya.
Perempuan itu memejamkan mata sambil menghembuskan napas berat ketika mendengar pintu kamarnya dibuka dengan tergesa-gesa.
Dengan berat hati ia memutar kursi gaming tempatnya duduk menghadap seseorang yang baru saja datang. Netranya memilih lantai sebagai pemberhentian dari pada netra laki-laki itu.
"Jel—"
"Kenapa dateng kesini?" tanya Zela dengan tenang. Bukan berarti tidak marah. Ia marah dan ingin berteriak kepada seluruh dunia tapi sayang, ia kehilangan segala kata-kata nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Dla nastolatkówKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...