Zela
Gen, temenin aku ke papa yuk?Gentala
iya otw
Sekitar lima belas menit kemudian terdengar suara mobil Gentala di depan pagar. Zela yang sudah siap dengan kulot highwaist hitam, kemeja lengan pendek senada, dan bucket hat senada segera menyambar bunga yang tadi disiapkan Rose di meja dapur lalu keluar menghampiri Gentala."Kamu tadi sibuk nggak?" tanya Zela ketika dirinya sudah duduk manis di kursi samping kemudi.
Gentala melirik sekilas dan mulai menjalankan mobilnya meninggalkan halaman rumah Zela. "Lumayan. Emang kenapa?"
"Tumben aja langsung mau. Biasanya harus di bujuk dulu."
"Aku nggak pernah nolak kalo kamu ngajak ke papa."
Zela menerawang kedepan mengingat-ingat sebelumnya. "Iya juga sih."
Tak lama kemudian mobil Gentala sudah sampai di sebuah tempat yang cukup luas. Sebelum turun Zela memastikan penampilannya rapi melalui spion tengah mobil. "Aku udah cantik belom?"
"Udah. Mau gimanapun kamu tetep cantik."
Aktivitas Zela langsung terhenti. Perempuan itu memandang Gentala salah tingkah. Darahnya berdesir hebat, seperti saat Gentala menembaknya dulu. Harusnya tadi ia merekam ucapan yang mungkin hanya sekali Gentala katakan dalam hidupnya.
"Orang kamu cewe, ya mesti cantik lah." lanjut Gentala melihat pipi Zela yang memerah seperti tomat busuk.
Zela berdecak kesal. Baru saja dibuat terbang langsung dijatuhkan lagi. "Udah bener-bener omongannya tadi. Kenapa pake ditambahin sih!"
Gentala malah terkekeh mendengarnya. "Takutnya kamu serangan jantung disini kalo nggak aku lanjutin."
"Ngeselin. Udah ah ayo!" Zela keluar dari mobil bersamaan dengan Gentala. Sebelum masuk, keduanya selalu menyempatkan menyapa orang yang menjaga meskipun hanya dengan tersenyum.
"Halo pa," sapa Zela begitu sampai didepan papa nya. "Aku dateng sama Genta lagi nih, calon mantu papa yang ganteng."
Zela meletakkan bunga yang ia bawa didepan sebuah batu nisan bertulis Ringgo Syafu'an, papa nya yang meninggal dalam kecelakan tunggal beberapa tahun lalu. Kemudian cewek itu berjongkok dengan diikuti Gentala.
"Aku kangen papa tau. Udah lama ya aku nggak kesini," celoteh Zela.
"Eh iya pa, si Dean tuh nakal banget, aku sampe kewalahan ngurusinnya. Tiap hari kerjaannya main mulu nggak peduli kalo aku dirumah sendirian. Marahin tuh anak kesayangan papa."
Tangan Zela terulur membelai batu nisan Ringgo lalu melirik Gentala. "Kalo papa masih hidup pasti kita nggak akan di bolehin pacaran."
"Kata kamu, papa orangnya posesif ya?"
"Lebih ke overprotektif sih. Dia tuh sayang sama semua anaknya termasuk anak dari wanita itu. Kata mama, malem itu papa dapet kabar anak perempuan nya demam tinggi, jadi dia langsung pergi kesana tanpa mikir keadaan luar lagi hujan deres banget. Mama berniat ikut buat temenin papa. Tapi papa bener-bener ngelarang."
"Itu bukti kalo papa sayang sama kalian Jel. Bayangin kalo malem itu mama ikut, mungkin kamu bakal kehilangan dua-duanya dan nggak punya siapa-siapa sekarang." Gentala menepuk-nepuk pundak Zela, memberikan kekuatan yang sangat dibutuhkan manusia rapuh tapi sok kuat itu.
"Orang sayang nggak akan ninggalin."
"Kadang meninggalkan lebih baik daripada ada tapi cuma buat luka."
Zela menatap Gentala dengan mata berair kemudian menggeleng lemah. "Itu nggak berlaku buat aku, Gen. Kalo ninggalin ya bagi aku nggak sayang."
"Jel.. tiap orang punya cara sendiri untuk menunjukkan rasa sayangnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...