Tuk tuk tuk tuk
Suara ketukan sepatu terdengar semakin dekat seiring langkah Shanena menghampiri Zela di kolam renang sekolah. Zela menyeringai, tak sia-sia waktunya yang terbuang lima belas menit untuk menunggu.
"Kenapa, Jel?" tanya Shanena penuh waspada begitu dirinya hanya berjarak satu meter dari Zela.
"Jauhin Gentala." ujar Zela to the point.
Hening.
Shanena sama sekali tak menggerakkan mulutnya untuk menjawab atau bahkan menatap Zela.
"Gue tau dibalik tampang lo yang sok polos ini, lo ngincer Gentala kan?" Zela menatap Shanena penuh intimidasi. "Gue masih memperingatkan karena lo temennya Gentala. Coba aja kalo nggak, udah abis lo sejak ketemu gue di mall waktu itu."
"Waktu di mall itu bukan gue yang minta Gentala buat nganterin, tapi nyokap gue." sanggah Shanena dengan pandangan setia lurus kedepan.
"Pada dasarnya lo juga mau kan? Kalo nggak mau, mestinya lo bakal nolak itu." Zela menyeringai kemudian mendekat disamping telinga Shanena. "Ini peringatan pertama dan terakhir dari gue."
Zela menabrak pundak Shanena hingga terhuyung ke belakang dan berlalu begitu saja. Namun baru lima langkah, cewek itu kembali berhenti. "Oh iya satu lagi. Jangan sampe lo ngomong ke Gentala kalo gue manggil lo kesini."
Zela melanjutkan langkahnya sehingga membuat suara menggema di gedung kolam renang yang luas nan hening tersebut. Ia tak peduli, siapapun yang hendak merebut miliknya berarti siap mendapat masalah.
"Mbak, mbak," panggil pak Mardi, guru olahraga kelas XII ketika Zela melewati ruang olahraga.
Zela berhenti lalu menunjuk dirinya. "Saya pak?"
"Iya kamu. Sini, bapak mau minta tolong."
Dengan ragu-ragu Zela masuk kedalam ruang olahraga yang hanya berisi Pak Mardi disana. Siapa coba yang tidak parno kalau dipanggil guru laki-laki ke ruangan sepi begini.
"Kamu tau Jeffery anak XII IPA 1?" tanya Pak Mardi.
'Oh jelas, siapa yang nggak tau cogan?' batin Zela.
"Iya Pak. Saya tau."
Pak Mardi memberikan setelan baju basket kepada Zela. "Ini tolong kamu kasihkan ke dia. Terus bilangin dia suruh kesini menemui saya."
Mata Zela langsung berbinar mendengarnya. Apakah ini yang disebut rejeki anak soleh? tentu tidak. Ini rejeki anak Rose. "Siap Pak!" Zela hormat layaknya tentara. "Saya laksanakan sekarang juga."
"Seneng banget kamu saya suruh, mentang-mentang Jeffery ganteng."
Zela terkekeh kemudian pamit dari hadapan Pak Mardi. Sambil berjalan keluar, otaknya berfikir dimana keberadaan Jeffery saat jam istirahat begini. Apakah lapangan basket? Kenapa juga dia nyari keringat pas jam istirahat harusnya kan pas jam malam. Kantin? Oke boleh dicoba dulu.
Langkah Zela akhirnya berhenti di kantin. Dan benar saja ternyata Jeffery beserta gerombolannya—termasuk si Gentala sedang makan bersama di salah satu meja. Tanpa pikir lama Zela langsung beraksi.
"Permisi, Kak Jeffery?" panggil Zela begitu dirinya berdiri disisi Jeffery yang duduk di paling luar.
Jeffery yang kebingungan, menyapukan pandangan ke teman-teman nya. "Kenapa, Zel?"
Zela memberikan seragam berdominasi warna hitam oren tersebut pada Jeffery. "Ini titipan dari Pak Mardi."
"Oh seragam. Thanks ya Zel."
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...