"OMG cantik banget! Kok ada sih orang secantik bidadari gini!" seruan Zela menggema disetiap sudut ruang tamu ketika melihat sebuah cermin kecil di genggaman.
Hal serupa hampir setiap hari dilakukan tapi ia tak pernah bosan memuji diri sendiri hingga lupa dengan yang namanya insecure. Memang apa itu insecure? menurut Zela selama mampu bersyukur atas hal yang kita punya, kita tidak akan pernah merasakan insecure.
Zela memang tidak sempurna. Dia bukan berasal dari keluarga yang kaya, dia bukan murid cerdas apalagi idola di sekolahnya. Tapi Zela mampu menerima itu semua. Tidak perlu kaya yang penting cukup, tidak perlu cerdas yang penting masih bisa sekolah dan tidak perlu menjadi idola untuk mempunyai teman. Sangat simple meskipun pada pengimplementasian nya banyak orang tak mampu.
Tok tok tok
Klek
Suara pintu terbuka tidak membuat Zela mengalihkan pandangan dari cermin. Tanpa melihat, sudah tercium baunya siapa yang tiba-tiba datang dan tiba-tiba pergi seperti jelangkung.
"Udah makan, Jel?" tanya cowok jakung itu sembari meletakkan kantung plastik putih di meja kemudian mendaratkan pantat disamping Zela.
"Udah. Lo?" jawab Zela masih dengan posisi yang sama.
"Apa?" tanya cowok itu dengan nada beserta ekspresi kebingungan.
"Gue udah makan, lo sendiri gimana?"
"Gue?" ulang Gentala sekali lagi, memastikan telinganya. "Aku nggak salah denger?"
"Nggak. Mulai sekarang kita pake lo-gue."
Ekspresi Gentala berubah kesal. Alisnya bertaut dan memandang Zela tak suka. "Siapa yang nyuruh?"
"Kamu kan yang ngajarin aku tadi pagi."
"Jadi kamu marah?" tanya Gentala tanpa beban yang justru membuat darah Zela serasa mendidih.
"Enggak sayang, gak marah. Ini lagi bersuka cita!" sentak Zela.
Wah, parah! Bisa-bisanya masih bertanya seperti itu setelah tadi pagi saling mengibarkan bendera perang di dalam ruang OSIS.
"Jangan marah-marah mulu kenapa sih, Jel?"
"Ya kamu juga kenapa ngambil pouch make up aku terus ngasih hukuman segala? aku ini pacar kamu!"
Kalau ingat kejadian tadi siang, Zela masih sangat tidak terima pouch make up nya disita apalagi dengan hukuman menulis permintaan maaf di sepuluh lembar kertas folio bergaris. Sungguh membuat muak, tak ada guna nya berpacaran dengan ketua OSIS.
"Besok aku bantu deh beresin hukumannya. Sekarang jangan marahan, aku lagi capek Jel." keluh Gentala kemudian cowok itu berbaring dengan paha Zela sebagai bantalan.
Beberapa saat Zela terdiam, menetralkan diri sebab logika dan perasaannya sedang bertabrakan. Logikanya masih marah karena kejadian tadi, tapi perasaannya tak tega mendengar keluhan yang baru keluar dari mulut sang kekasih.
"Endcity tadi rame?" tanya Zela dengan nada lebih lunak. Kali ini ternyata perasaan lebih mendominasi diri perempuan itu.
Endcity adalah sebuah cafe khas anak muda yang dikelola Gentala sendiri meskipun modalnya berasal dari Ariel-papanya. Ariel juga ikut memantau perkembangan cafe itu, namun untuk setiap hari nya Gentala lah yang turun tangan mengatur semua sendiri.
"Iya, banget."
Zela tentu bingung dengan keanehan Gentala. Seumur-umur menjadi kekasih Gentala, cowok itu tidak pernah bertingkah manja begini. Tapi meskipun begitu Zela tetap senang, tangannya mengelus kepala Gentala yang bergerak mencari kenyamanan. "Kalo capek pulang Gen. Istirahat, bukan kesini."
![](https://img.wattpad.com/cover/296016942-288-k279298.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
أدب المراهقينKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...