Zela menyajikan nasi goreng bumbu instan kebanggaannya di meja makan. Kenapa kebanggaan? karena hanya dengan bumbu itu nasi goreng buatannya akan terasa enak meski menggunakan nasi keras sekalipun.
Mendengar suara langkah kaki dari tangga, membuat perhatian Zela teralih pada sang adik yang kini menempati kelas tiga SMP.
"Hai, selamat pagi pecundang." sapa Zela.
"Hmm, pagi juga beban." Dean menatap kakaknya tak berminat.
Zela menoyor kepala Dean tanpa rasa bersalah. Meskipun secara fisik lebih besar Dean, Zela tak takut. "Kurang ajar lo sama orang tua!"
"Lo kalo bukan kakak gue juga udah gue mutilasi, Jel." gumam Dean sambil menarik kursi di hadapan Zela.
"Jel, Jel, nggak ada sopan santunnya ya lo sama gue!"
Dean menggendikkan bahu kemudian mulai menikmati sarapan nasi goreng yang hampir setiap hari masuk kedalam kerongkongannya. Bosan tapi tak ada pilihan lain. Kakak nya yang tolol ini hanya bisa memasak nasi goreng, mie instan dan telor ceplok. Sementara mama nya hanya seminggu sekali di rumah. Masa sarapan tiap hari beli? bisa tekor uang saku nya.
"Kemaren gue dianter siapa?" tanya Zela disela kunyahannya. Semalam benar-benar tidak ingat siapa yang mengantarkannya. Tau-tau tadi subuh sudah berada di kamar.
"Bang Genta."
Zela langsung mendelik hingga bola matanya hampir menggelinding. "Lo becanda kan?"
"Lo liat napsu becanda nggak di muka gue?" tanya Dean balik.
"Ck!" decak Zela melihat kantung mata sehitam ketek diwajah Dean. Pasti bocah ingusan itu sedang tidak bercanda karena nyawanya belum terkumpul.
"Shit! Kenapa gue percaya sama congornya Gavin sih semalem? Udah tau didunia ini yang bisa dipercaya cuma rukun iman." Mendadak napsu makan Zela hilang. Tubuhnya lemas dan pikirannya menerawang kemana-mana. "Gue dalam masalah deh kalo begini."
"Masalah apa lagi sih? hidup lo masalah mulu, heran."
"Ya Genta pasti marahin gue nanti!"
"Gue berharap nya lo diputusin sekalian."
Seketika Zela meradang. Andai saja mulutnya bisa mengeluarkan bom nuklir, ia pastikan Dean dan satu kelurahannya sudah rata dengan tanah. "Mulut lo persis ibu-ibu komplek ya lama-lama! Genta nggak mungkin mutusin gue."
"Iya-iya serah dah. Lo mau bareng apa dijemput temen lo?" tanya Dean setelah meneguk segelas air putih sebagai ritual penutup sarapan.
"Bareng lo aja. Tungguin gue di depan."
Dean bangkit dan menenteng tas punggungnya. "Lima menit nggak keluar gue cabut."
Mendapat peringatan seperti itu, Zela langsung cepat-cepat membawa piring bekas sarapannya ke wastafel. Bodo amat kalau sarapannya tidak habis, siapa juga yang napsu makan di keadaan hidup dan mati. Setelah meneguk air Zela segera bergegas keluar dengan membawa tas.
"Lelet banget sih!" protes Dean yang sudah nangkring diatas motor matic nya.
"Sabar dong! Belom ada lima menit udah koar-koar ae." Tanpa menunggu lama Zela segera naik ke boncengan motor matic Dean. Menurutnya tidak perlu memakai helm karena jarak sekolah dan rumah tidak terlalu jauh.
Tak sampai sepuluh menit motor matic Dean sudah memasuki daerah sekolah Zela. Satu yang menjadi pertanyaan, kenapa jalanan sudah sepi dan tidak ada siswa yang berlalu-lalang?
CITTT
Dean sengaja menarik rem mendadak begitu mereka sampai di depan sekolah Zela, sehingga tak ayal kalau penumpangnya terantuk kedepan. "Lo bisa bawa motor nggak sih anjing?!" kesal Zela.

KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Fiksi RemajaKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...