Bagian 22 | Breaking News

284 29 0
                                    

Baru saja sampai, Gentala dibuat bingung dengan keadaan sekolah yang tak seperti biasanya. Setiap satu langkah, ia menemui siswa bergerombol sambil membawa selembar kertas. Mereka berdiskusi namun entah kenapa rasanya lebih terlihat seperti bergosip.

Tak mau ambil pusing, Gentala terus berjalan hingga sampai ke kelas. Di kelasnya pun pemandangan yang sama juga dilihatnya. Sehingga ia menghampiri gerombolan siswi yang paling dekat.

"Heh, ada apa sih?" tanya Gentala dengan nada tak santai.

"Nih," salah satu dari mereka menyerahkan selembar kertas pada Gentala. "Ini anak yang sering sama lo kan?"

BREAKING NEWS!

SHANENA CARLEN YANG SOK LUGU INI TERNYATA ANAK PELAKOR!!Note : Kalo gak percaya tanya aja ke alumni SMP Airlangga

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SHANENA CARLEN YANG SOK LUGU INI TERNYATA ANAK PELAKOR!!
Note : Kalo gak percaya tanya aja ke alumni SMP Airlangga.

Gentala menjatuhkan kertas itu ke lantai kemudian menginjaknya begitu saja. Sudah jelas siapa pembuat kehebohan ini. Ia memandang nyalang kearah teman-teman nya. "Lo semua tau gak siapa yang nyebarin ini?"

"Gak tau sih. Ini selebaran udah ada dimana-mana sejak tadi pagi, bahkan di mading juga." sahut salah satu perempuan.

"Siapa yang nyebarin aja gak tau, bisa-bisanya orang satu sekolah percaya sama berita sampah kaya gini." sarkas Gentala.

"Kenapa gak percaya? Kalo emang berita itu bohong, apa coba tujuan orang yang nyebarin? Shanena bukan artis, dia gak bakal punya haters."

"Bisa aja ada orang iseng yang ngerjain dia."

"Tapi yang jadi sorotan orang-orang itu respon nya. Dia keliatan marah banget waktu beresin selebaran ini di mading. Kalo berita itu gak bener, dia gak akan marah dong?"

"Gue tanya coba, kalo lo dikatain maling di depan orang satu sekolah marah gak? Jangan gampang percaya kalo yang ngasih informasi aja gak berani muncul!"

Selanjutnya, Gentala memilih pergi dari kelas mengabaikan makian teman-temannya karena ucapannya barusan.

***


Sejak bel istirahat berbunyi, Gentala berinisiatif pergi ke kantin. Namun niatnya urung dan kini yang dilakukannya adalah berdiri mematung dengan sebelah tangan masuk kedalam saku celana, mengamati seseorang yang berada ditengah hiruk pikuk kantin.

Seseorang itu adalah Zela.

Bersama teman-temannya, Zela menjadi orang yang paling banyak diam di meja itu. Hanya sesekali menanggapi celotehan temannya dengan senyuman. Bibir nya yang biasa berwarna pink kemerahan, hari ini terlihat pucat. Ia terlihat seperti tidak punya minat untuk hidup.

Sejak kejadian semalam, Gentala belum menghubungi Zela lagi. Ia memberi ruang agar Zela bisa menenangkan pikiran. Gentala tau, Zela bukan orang yang cuek perihal masalah hidup. Jadi lebih baik menjaga jarak daripada memperburuk keadaan.

Gentala sendiri tak menyangka kalau kejadian semalam akan terjadi. Papa nya tak memberitahu bahwa keluarga Zela akan datang berkunjung ke rumah sakit jadi ia tak ada persiapan sama sekali. Semua terjadi begitu saja dan diluar kehendaknya.

Dari awal Gentala tau bahwa ini akan menyakiti hati Zela. Ia terlalu lama mencari waktu yang tepat, untuk menjelaskan bahwa dirinya tak sengaja ada diantara mereka. Hingga akhirnya waktu sendiri yang memberitahu Zela.

Gentala hendak pergi dari tempatnya berdiri, sebelum tubuhnya dihadang oleh seseorang.

"Gen, lo tau kan apa yang udah diperbuat cewe lo tadi pagi?" tanya nya dengan nafas terengah. Mungkin perempuan itu habis lari keliling sekolah mencari keberadaan Gentala.

Gentala hanya mengangguk santai sebagai jawabannya.

"Bantuin gue dong, Gen! Lo kok bisa sih diem aja? Semua orang ghibahin gue karena berita itu. Temen-temen sekelas gue pada sinis juga ke gue."

"Gue gak bisa." ucap Gentala serius.

Sontak Shanena kebingungan. "Gak bisa gimana maksudnya?"

"Gue udah gak bisa bantuin lo lagi." tegas Gentala.

"Kenapa?" Shanena terlihat frustasi. "Gen, ayolah. Cuma lo yang bisa ngatasin ini. Cuma lo yang bisa bilang ke Zela untuk berhenti bikin keributan kaya gini."

"Cukup, Shan!" sentak Gentala dengan nada lebih tinggi dari sebelumnya. "Gue harus nyakitin Zela segimana lagi? Karena masalah kemaren, dia benci banget sama gue. Bahkan gue sampe gak berani datengin dia. Gue bingung harus jelasin kaya gimana biar dia tau kalo gue gak bermaksud nipu dia."

Dapat dilihat dari ekspresi nya, Shanena cukup terkejut dengan pengakuan Gentala.

"Gue sayang sama dia, Shan. Tapi selama ini gue selalu nyakitin dia karna apa? Karna gue lebih milih bantuin lo. Sekarang lo udah dapetin apa yang lo mau kan? Mama nya Zela juga udah tanda tangan penjualan rumah itu. Jadi udah cukup gue bantu nya. Lo harus inget kalo Zela juga sodara lo, jangan jahat-jahat sama dia."

Kemudian Gentala berlalu begitu saja dari hadapan Shanena. Ia tak peduli apakah Shanena tersinggung atau tidak dengan kalimat terakhirnya. Sebab, entah sadar atau tidak Shanena memang sejahat itu pada Zela.

Gentala baru menyadari itu setelah mendengar pengakuan Zela kemarin. Dan hari ini, Gentala semakin sadar karena permintaan Shanena barusan. Shanena tak peduli bagaimana keadaan Zela setelah menerima fakta kemarin. Yang ia pikir hanya keadaannya sendiri.

***

"Ck! Tuh bocah kemana sih? Nyusahin banget." gerutu Gentala.

Sudah sembilan kali ia menelpon Aksa, tapi tidak diangkat juga. Padahal sepuluh menit lagi mereka akan ada rapat dengan kepala sekolah mengenai acara akhir semester.

"Kalo sampe ternyata lo balik duluan, gue tonjok lo besok!" ancam Gentala sebelum memutuskan untuk menghampiri Aksa di kelasnya.

Firasat Gentala semakin tidak enak ketika melihat kelas XI IPS I sudah sepi. Tapi untuk memastikan, ia masuk kedalam dan ternyata Aksa masih ada disana bersama komplotannya.

"Sa, lima menit lagi kita rapat! Kalo lo lupa." peringat Gentala.

Aksa mengacungkan jempolnya. "Bentar Bang, tungguin. Masih rapat juga ini!"

"Buruan!" seru Gentala kemudian ia memilih menunggu diluar.

Setelah lima menit berlalu, Gentala kembali masuk kedalam, berniat mengajak Aksa pergi. Namun hal itu justru membuatnya berpapasan dengan Zela yang hendak pulang.

Zela hanya melewatinya begitu saja, bahkan tak melirik sedikitpun. Jelas itu membuat Gentala merasakan sesuatu tak nyaman pada hatinya. Ia merasa tidak dibutuhkan lagi. Mungkin ia memang sudah tak berguna untuk Zela. Dan sialnya, dia sendirilah yang membuat Zela tak lagi membutuhkannya.

***

WHY?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang