"Kalian gak ada yang berangkat sekolah?" tanya Rose melihat dua anaknya masih memakai kolor padahal sudah jam setengah tujuh.
Dua bocah itu mengambil tempat di meja makan dengan wajah bangun tidur yang khas. "Nggak. Mager banget hari ini." jawab Zela seadanya.
"Kerjaan tinggal sekolah doang pake mager segala!" seloroh Rose.
"Daripada anak mama keluyuran gak jelas, mending bolos dirumah. Ya gak, Jel?" Dean menaikkan kedua alisnya meminta persetujuan.
Zela mengacungkan dua jempolnya kedepan tanpa rasa bersalah. "Yap betul."
Rose hanya berdecak sambil geleng kepala melihat dua anaknya bersekutu dalam hal keburukan. "Pinter banget nyari alibi."
"Nah, mama sendiri udah ngakuin kan kalo kita pinter. Jadi gak masalah dong kalo bolos sehari." Zela menunjukkan cengiran kemudian bergerak mengambil nasi dan lauk dengan tak tau diri, seakan tak terjadi apa-apa.
Ketiganya makan dengan khidmat sehingga hanya suara denting sendok dan piring yang terdengar. Hingga Rose kembali buka suara, "Ah iya. Mumpung kalian dirumah semua, gimana kalo habis ini kita pergi cari rumah baru?"
Alis Zela bertaut tak suka mendengar usul Rose. "Kenapa buru-buru banget?"
"Mumpung kita ada waktu. Kalo kalian gak cocok sama rumah yang mama usulin, nanti kita bisa cari rumah lain."
"Bukannya masih akhir tahun kita pindahnya?" tanya Dean dengan mulut penuh makanan.
"Lebih cepat lebih baik sih. Nanti malem Pak Ariel ngajak kita ketemu sama keluarganya Delia buat tanda tangan surat penjualan rumah ini."
Diam-diam Zela mengepalkan tangan di bawah meja. Pikiran licik lantas muncul di otak briliannya. Lihat saja apa yang akan ia lakukan setelah tau identitas anak Delia.
***
Mobil Rose berhenti di pekarangan rumah yang cukup luas. Rumah berdesain kuno yang terletak ditepi pantai, membuat suasana tenang mendominasi lingkungan sekitarnya. Rumah itu adalah rumah teman Rose semasa SMA. Berdasarkan informasi, ada rumah yang dijual pemiliknya di sekitar sana. Jadi Rose tertarik untuk melihatnya."Wah, segernya!" seru Zela sambil menghirup dalam-dalam udara segar pantai yang menerjang tubuhnya. Rasanya seperti merefresh tubuh dari debu dan polusi udara kota.
"Norak lo!" ejek Dean. "Kaya gak pernah ngerti pantai."
Zela berdecak sembari menatap Dean sinis. "Sirik aja! Emang gue gak pernah ke pantai."
"Udah jangan berantem disini!" lerai Rose kemudian mengajak keduanya mendekat ke rumah tersebut.
Tok tok tok
Beberapa ketukan dilayangkan Rose, akhirnya rumah tersebut dibuka oleh sosok wanita seumurannya.
"Lisa!"
"Hei Rose!"
Kedua wanita itu berpelukan seperti sudah tidak bertemu seabad. Sedangkan Zela dan Dean hanya diam mematung melihat drama keduanya.
Rose melepas pelukan kemudian meremas pelan lengan Lisa. "Kamu keliatannya ayem banget, tambah berisi sekarang."
"Iya, kan udah gak ada yang bikin sakit hati. Setelah cerai rasanya beban berkurang satu. Sekarang tinggal menikmati masa tua sama anak." kekehnya seperti telah berdamai dengan keadaan. "Kamu kok mendadak banget ngabarinnya kalo mau kesini?"
"Tadinya gak ada rencana buat kesini. Tapi ternyata hari ini semua pada dirumah, jadi yaudah." Rose sedikit melirik dua anaknya.
"Oh.. Mereka ini anak kamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
WHY?
Teen FictionKeyakinan bahwa Gentala mencintai nya adalah sumber kekuatan Zela. Meski harus menghadapi banyak persoalan, itu tak akan membuat Zela melepas Gentala begitu saja. Hingga ada satu titik dimana Zela kehilangan kekuatannya. Yaitu untuk yang pertama kal...