Sebuah tatapan rindu Yoshi salurkan dari matanya, pandangannya mengitari kamar tidurnya semasa kecil dulu. Rasa sesak yang tidak tau asalnya dari mana tiba-tiba memenuhi hatinya. Tapi itu membuat Yoshi mengembangkan senyum tipis.
Sudah lama ya, sudah lama sejak ia harus merelakan masa kecilnya begitu saja hanya untuk mengejar impiannya menjadi idol. Sudah lama semenjak ia terakhir kali masuk dan tertidur di kamar ini.
Ia merasa deja vu. Ruangan kamar yang sama sekali tidak berubah membuatnya merasa kembali ke masa-masa indah itu.
Jauh dari dalam lubuk hatinya, Yoshi merindukan semua ini. Ketika ia menatap pintu masuk kamarnya, ia seakan membayangkan anak kecil yang berlari masuk dengan wanita yang berperan sebagai kakaknya, ketika ia menatap meja belajar di sudut ruangan, ia membayangkan ayahnya berada disana, mengajarinya dengan sabar bahasa asing, ketika ia menatap jendela di salah satu sisi kamarnya, ia membayangkan masa-masa dimana suara petir yang menakuti bumi terdengar, dan di saat itu, ibunya datang memberikannya sebuah pelukan hangat.
Tapi tak terasa, itu berlalu begitu cepat, sekalipun tata letaknya masih sama, benda-benda di ruangan itu telah usang. Cat di dindingnya mulai pudar. Meja belajarnya telah berdebu. Ranjang tidurnya tampak tak seindah dulu.
Dan yang utama, ia telah dewasa. Ia bukan lagi anak kecil yang dapat menikmati hidup dengan sebuah permainan. Pelangi yang dulunya tampak indah, kini hanya jadi hiasan yang terlupakan. Jika dulu hanya ada dirinya yang di pikirkan, maka sekarang, ada banyak orang yang harus ia pikirkan. Yoshi tidak akan bisa memutar waktu untuk kembali menikmati masa-masa menjadi anak kecil. Waktu hanya akan berjalan maju dan membuang semua kenangan pahit maupun manis di masa lalu. Sekalipun Yoshi merindukan masa kecil yang penuh tawa, ia tetap Yoshi yang harus menghadapi seluruh duka lara.
"Yoshi."
Sebuah panggilan itu membuat Yoshi melepas lamunan indah masa kecilnya, bahkan ini belum melampaui menit, namun ia harus di tarik kembali ke fakta bahwa saat ini, hidup keras tengah menantinya.
Yoshi mendongak ke asal suara barusan, selaras dengan sosok Mahiro yang segera menghambur kepelukannya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Mahiro. Ia tampak dengan tulus memberikan sebuah pelukan untuk Yoshi.
Hal itu membuat air berlomba keluar dari mata Yoshi. Pemuda itu kemudian menghapusnya menggunakan lengan baju luarnya.
"Berada di jalan ini sangat menyakitkan." kata Yoshi perlahan. Suaranya terdengar serak, tapi ia berusaha tidak menangis sesegukan. Ia tidak boleh terlihat terlalu lemah. Meski kadang ini menyakitkan.
"Yoshi, kau memiliki bukti, kau bisa meminta keadian pada public!"
"Aku memiliki masalah dengan mereka bukan dengan public," ucap Yoshi membela member lainnya. Melupakan fakta bahwa ia baru saja melawan dirinya sendiri.
Tapi Mahiro tau Yoshi adalah orang seperti apa. Yoshi bukan orang yang akan menyakiti orang lain. Yoshi adalah defenisi malaikat itu sendiri. Sekalipun ia terluka, ia akan mementingkan orang lain terlebih dahulu. Sudah pasti semua idenya untuk membalas dendam akan di tolak mentah-mentah.
"Kau tidak seharusnya menolong orang yang membuatmu membuang mimpi yang telah kau usahakan sejak dulu. Mereka harus tau kosekuensi atas perbuatan mereka." Mahirro menepuk pundak Yoshi, namun perlahan tangan Mahiro di trunkan oleh Yoshi.
"Mahiro." tegur Yoshi. "Kau tidak perlu khawatir, aku keluar hanya karena aku merasa tidak mampu."
"Tidak mampu untuk menerima semua penindasan mereka?!" Sela Mahiro.
"Mereka tidak menindasku! Mungkin akulah yang salah!" Ucap Yoshi meyakinkan.
Tapi dia adalah Mahiro, satu-satunya orang yang selalu peduli pada Yoshi apapun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TERBIT] Yoshi Dan Kata Maaf
FanfictionYoshi juga manusia, Yoshi juga bisa merasakan sakit dan kesepian.