SEIGEN : BAGIAN 04

60 14 0
                                    

“Lho, itu bukannya Ze, ya?”

Netta baru saja kembali dari luar, tadi cewek itu mampir untuk membeli cemilan saat kembali dari rumahnya. Lagi dan lagi dirinya harus pulang karena di telepon.

Kaki jenjang Netta berjalan menghampiri Hazela yang tengah duduk di pinggiran lorong. Cewek itu seperti sedang berpikir.

Menepuk bahu Hazela, membuat gadis itu terkejut, dan buru-buru menutup ponselnya, juga merubah raut wajahnya saat melihat Netta disebelahnya.

“Ta, lo ngagetin aja tau, gak!” kesal Hazela. Ia mengelus dadanya pelan.

“Ya lagian elo, ngapain disini malam-malam? Kayak lagi nungguin siapa aja.”

“Emang lagi nunggu,”

“Apa?”

Hazela menggeleng pelan. “Nggak, bukan apa-apa,”

Netta terkekeh, ada-ada saja tingkah temannya itu. Tangan kanan Netta merangkul pundak Hazela, membuat gadis itu tertarik untuk mendekat.

“Bahaya malam-malam disini, Ze. Mau lo di makan sama abang-abang poci yang ada di sini?” Hazela menggeleng lagi.

“Ya makanya jangan sendiri disini, ayok ah masuk, gue ada beli kue nih,” ajak Netta.

Kedua mata Hazela berbinar. “Wah, enak tuh, lumayan makan gratis.”

“Nggak gratis, satu kali gigitan lima juta.”

“Fuck!”

***

Naomi menatap kertas lembaran didepannya. Lagi, dirinya harus berurusan dengan kertas ini. Menghela napasnya dalam-dalam, ia berjalan menuju kedua sahabatnya yang tengah menunggunya didepan pintu kantin.

“Udah?” tanya Netta membuat gadis itu mengangguk.

“Makan yuk, laper nih,” Hazela memukul pelan perutnya yang sejak tadi sudah berbunyi.

“Sorry ya, gara-gara nunggu gue, kalian malah telat makan.” ujar Naomi sambil menggaruk tengkuknya.

“It's okay bep, gak masalah.”

Ketiganya berjalan menuju kantin, saat hendak duduk, tiba-tiba Steve melambaikan tangannya pada Naomi membuat seluruh isi kantin menatap mereka. Siapa yang tidak tahu makna lambaian itu, kecuali mungkin, Hazela.

“MI, SINI MAKAN BARENG!!” Naomi hanya diam ditempat. Kaki gadis itu tidak bergerak sama sekali, bahkan mulutnya pun keluh untuk mengatakan sesuatu.

Hazela yang menyadari perubahan raut wajah Naomi buru-buru menyenggol lengan cewek itu, membuat Naomi tersadar. “Eh, kenapa, Ze?” nahkan.

“Itu, dipanggil sama cowok yang duduk di sana.” tunjuk Hazela pada Steve yang masih setia melambaikan tangannya.

“Mi, dipanggil sama Steve tuh,”

Naomi mengusap wajahnya, harinya benar-benar panjang, ditambah dengan perlakuan Steve. Kepalanya seakan ingin pecah.

“Makasih, tapi gue makan sama Netta sama Hazela aja.” tolak Naomi.

Lagi dan lagi, dirinya ditolak. Tangan Steve mengepal, membuat urat-urat jarinya terlihat jelas. Cowok itu menutup matanya sejenak, lalu tersenyum kearah Naomi. Senyuman palsu.

SEIGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang