“Kalau yang itu, ruang olahraga. Kalau di sudut sana, ruang seni, kalau lo mau ke ruang UKS, tinggal belok kiri, terus ada ruangan besar pake gagang warna silver itu ruangan yang penuh sama manusia-manusia drama tiap hari senin.” jelas Netta. Cewek dengan dasi yang dilipat di telapak tangan kirinya itu terus saja berceloteh panjang lebar sejak tadi.
Terhitung satu hari kedatangan Hazela di SMA Merpati High School, mungkin cewek itu tidak tahu menahu dimana letak-letak tempat dan ruangan yang ada di sekolah besar ini.
Jadi, dengan inisiatif diri sendiri, Netta menawarkan diri untuk memperlihatkan seluruh isi Merpati pada gadis cantik itu. Tentu saja dengan Naomi yang berjalan di sisinya.
Cewek itu awalnya menolak untuk ikut, tetapi, dengan paksaan juga seretan dari Netta, akhirnya ia berjalan dengan ogah-ogahan untuk mengikuti gadis hiperaktif itu.
“Oh iya, masih ada yang belum gue kasih liat, gak?” tanya Netta.
Hazela yang sejak tadi memperhatikan bangunan-bangunan kokoh itu menolehkan kepalanya. “Perpustakaan Merpati dimana?” tanyanya.
Naomi menggeleng, sudah dua jam lebih mereka berjalan, mengitari sekolah ini, dan gedung paling besar Netta tidak perkenalkan pada Hazela, sungguh, cewek itu ingin digampar oleh Naomi.
“Terlalu excited, sampai lupa kenalin ruangan baca.” Netta menampakkan deretan gigi putihnya.
“Ya udah, ayok ke ruangan sana.” seketika badan keduanya seperti melayang karena langsung ditarik kencang oleh Netta.
Benar kata Naomi, cewek satu itu sangat senang memperkenalkan tempat-tempat disini.
“Kalem Ta, lo mau bikin kita pingsan.”
***
Tiga cowok berjalan sejajar memasuki kantin utama Merpati. Semua pandangan tertuju kepada ketiganya. Kata 'sudah biasa' akan melekat pada mulut sosok cowok dengan rambut acak-acakan yang berjalan paling tengah.
Satu tahun lebih bersekolah di SMA ini, dirinya seakan mengerti pandangan murid-murid terhadap dirinya.
Namanya Hann Andilaga, bad boy puncak pertama Merpati High School. Siapa tidak kenal cowok tampan itu? Semua pasti kenal.
Laki-laki yang memiliki tinggi sekitar 185-190 cm itu mempunyai tubuh atletis. Otot tangan yang kekar, bibir tipis yang berwarna merah muda walau sering mengonsumsi rokok, matanya yang tajam seperti belati mampu membuat siapapun yang menatapnya akan menurunkan pandangan, jakunnya yang naik turun menambah gairah tersendiri bagi para gadis-gadis Merpati untuk memperebutkan cowok itu.
Hann selalu membuat dua kancing seragamnya terbuka, jam tangan hitam yang bertengger di tangan kirinya, dan kedua lengan seragam yang digulung naik hingga sikut. Benar-benar menggambarkan sosok yang sulit untuk digapai.
Dan satu hal membuat laki-laki itu berbeda dari yang lain, bekas sayatan pisau yang terdapat di pelipisnya. Hann mendapatkan luka itu ketika menyelamatkan sosok mungil saat masa kecilnya.
Mendudukkan bokongnya di kursi yang berada tepat ditengah kantin, Hann menatap malas pada makanan yang sudah tersedia di meja.
“Ganti, gue nggak suka liat makanan kayak gitu, Rel.” suruh-nya penuh penekanan pada Farrel yang hendak meminum air putih.
Cowok jakun itu menghembuskan napas pelan. “Lo mau makan apa?”
“Yang kayak biasa,”
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIGEN
Ficțiune adolescenți"Lo gak aneh? Dimana-mana ya, peraturan sekolah yang paling pertama itu pasti tentang kedisiplinan atau nggak tentang absensi, tapi ini, dilarang buka gedung tua dengan gembok besi di bagian Barat sekolah." °°° Berawal dari ketidaksengajaan mendenga...