HAPPY READING BLO!✨
— oOo —
SENIN pagi ini di awali dengan Steve yang sudah rapih setelah mandi, cowok berkaos hitam itu berjalan menuju pintu kamar, bergegas keluar. Arya yang baru saja bangun menguap, lalu menatap aneh pada Steve di ujung pintu. Mau kemana dia sepagi ini? Apalagi hari Senin.
“Mau kemana? Rapih amat kayak mau kondangan,” tanya Arya.
Steve menoleh sebentar, ia melempar sebuah gula-gula dari saku celananya. “Mau ke akhirat, doa'in biar gue bisa daftar masuk surga,”
“Masih pagi udah sinting, pantas Naomi gak mau sama lo, cowok modelan kayak gini pantasnya di panti jompo.”
Mendelik tajam, Steve menyambar gagang pintu kamarnya. “GANTENG GINI TAPI GUE SETIA, NGGAK KAYAK LO MUKA PAS-PASAN TAPI GAK SETIA, PUNYA CABANG DI MANA-MANA UDAH KAYAK MIXUE!”
Tidak peduli lagi apa yang di katakan oleh Arya, cowok itu berlari tergesa-gesa menuju keluar asrama, tadi malam ia sudah meminta izin pada Bu Nira karena dirinya ingin absen hari ini dari jadwal sekolah. Taxi pesanannya sudah tiba, ia bergegas masuk sembari membawa satu paper bag yang berisi makanan.
Sekitar 45 menit akhirnya ia sampai di sebuah gedung tinggi, bau obat-obatan sudah menyambut indera penciumannya kala kakinya melangkah masuk kedalam sana. Hari ini Aza akan melakukan cuci darah untuk kesekian kalinya, makanya kemarin sore ia membeli banyak makanan, mainan, juga meminta izin agar tidak ikut pelajaran bersama yang lainnya hari ini, guna menemani gadis kecil itu. Entah kenapa, jika bersangkutan dengan gadis malang itu, Steve sangat tidak bisa, seperti sekarang, harusnya ia berada di kelas mengerjakan ujian kimia, akan tetapi mengingat Aza-nya akan melakukan cuci darah makanya ia lebih memilih absen dari ujian itu, tidak apa-apa ujian susulan asalkan dapat menemani Aza dan ibunya.
Sampai didalam ruangan, Steve hanya melihat Aza sendirian, berbaring di atas tempat tidurnya. Kemana ibunya? Remaja laki-laki itu berjalan menuju ranjang yang ada di sana, menyimpan buah-buahan juga makanan di tangannya.
“Halo little princess, how are you? Gimana, udah siap gak buat proses sembuh hari ini?” tanya Steve sambil mengelus punggung tangan gadis kecil itu.
“Abang beneran datang? Kan hari ini senin, nggak sekolah kah?” tanya Aza.
“Iya dong, Abang 'kan udah janji mau nemenin Aza buat pulih, masa ingkar janji 'kan gak baik.”
Jawaban dari lelaki di hadapannya itu sukses membuat Aza murung. Perubahan drastis di wajahnya terlihat jelas di kedua bola mata Steve. “Kenapa? Abang salah ngomong ya sama Aza?”
“Nggak kok, 'kan kata Abang kalau udah janji berarti harus di tepati 'kan?” Steve mengangguk mendengar pertanyaan tersebut, “Terus kalau nggak di tepati, dosa nggak?”
“Dosa dong, 'kan segala ucapan itu harus di lakukan dan terealisasikan, kenapa Aza nanya kayak gitu?”
“Berarti dosa Papa Aza banyak dong, karena tiap kali Aza mau di bawa sama dokter buat di periksa Papa selalu bilang bakalan datang, tapi nggak pernah, bahkan Aza selalu nungguin Papa datang bawa makanan sama mainan buat Aza, tapi kayaknya Papa emang gak bisa nepatin janjinya ke Aza sama Mama.”
Pernyataan yang terlontar dari bibir gadis mungil itu sukses membuat tangan Steve yang tadinya merapikan poni Aza berhenti seketika. Sesak seakan ikut ia rasakan kala bola mata indah itu mengeluarkan air mata, refleks ia memeluk Aza. Tumbuh di keluarga dengan kasih sayang yang banyak benar-benar membuat ia memperoleh banyak pelajaran hidup dari gadis di dekapannya ini. Ternyata begitu banyak anak-anak di luaran sana yang tidak mendapatkan keindahan di masa kecilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIGEN
Teen Fiction"Lo gak aneh? Dimana-mana ya, peraturan sekolah yang paling pertama itu pasti tentang kedisiplinan atau nggak tentang absensi, tapi ini, dilarang buka gedung tua dengan gembok besi di bagian Barat sekolah." °°° Berawal dari ketidaksengajaan mendenga...