SEIGEN : BAGIAN 10

32 8 0
                                    

Cewek  ber-bandana hitam itu terus menatap layar komputer yang ada dihadapannya. Lama bergulat dengan angka-angka yang sejak tadi ia masukkan namun tetap saja salah.

Meski begitu, ia tetap tidak menyerah. Gadis itu terus menerus mencoba setiap sandi-sandi yang dikirim melalui emailnya. Ia menghembuskan napasnya pelan, menatap kata eror di layar komputernya lagi.

Sudah 3 jam berada dihadapan benda berlayar inci itu, tetapi hasilnya masih tetap sama. Satu pertanyaan timbul di benaknya, kenapa sangat sulit untuk memperoleh data orang tersebut?

Tidak lama, pintu terbuka, membuatnya menoleh dengan cepat.

“Ini gue,” ucapan orang itu membuatnya bernapas lega. Ia pikir siapa tadi.

Orang tadi duduk di kursi sebelahnya, melihat datar pada layar komputer yang ada dihadapan cewek itu.

“Sandinya bukan itu, pake angka-angka spesial yang orang-orang gak akan paham dan gak ngerti.” katanya sambil menatap tumpukan kertas-kertas yang banyak di meja sebelah.

“Angka spesial? Tapi apa? Gue udah coba dari tadi, tapi nggak bisa-bisa,” balasnya.

“Bodoh!” desis orang itu. Ia kemudian mendorong kursi cewek itu, lalu mengambil alih semuanya. Mengetik sesuatu di sana lalu tidak lama menampilkan sesuatu dilayar bertuliskan 'open.'

Cewek itu membulatkan matanya, kenapa tidak dari tadi? Kenapa harus menunggu dirinya marah-marah dulu baru membuka sandinya.

“Dari tadi gitu, mata gue udah pegel liat komputer dari tadi.”

Orang tertawa kecil. “Lo juga nggak minta bantuan, Hazela.”

Hazela berdecih pelan, memang harus menunggu minta bantuan dulu baru dibantu? Dasar tidak peka sekali.

Orang tadi berjalan menuju sofa besar yang ada di ruangan itu, meminum minuman yang sudah di sediakan dimeja. Mata tajamnya terus memperhatikan Hazela yang mulai mengotak-atik setiap data-data yang ada.

Merasa perutnya sudah penuh dengan minuman beralkohol itu, ia kembali mendekat kearah Hazela yang masih sibuk dengan kerjaannya.

“Udah ketemu?” tanyanya pada Hazela yang memperlihatkan wajah serius.

“Belum, ini masih proses membuka.”

Tidak lama kemudian muncul angka bertuliskan B21 pemilik lencana emas.

“Kayak gini lagi, ini gimana sih? Kenapa susah banget, bikin repot aja!” gerutu Hazela. Kenapa angka ini selalu saja muncul, bikin repot kerjaannya saja.

Ia menatap pada orang yang tengah berdiri disampingnya itu. “Tau gak?”

Orang itu menatap serius angka tadi. Otaknya berputar mencari dimana ia pernah menemukan nomor ini. Seingatnya salah satu dari orang terdekatnya dulu pernah memiliki sandi rahasia ini. Tapi siapa?

Ingatannya seakan membongkar memori lama yang sudah tertimbun oleh pikiran-pikiran lain. Ketemu! Ia kemudian mengetik sesuatu di ponselnya. Dan benar saja, dugaannya sesuai dengan apa yang di perlihatkan oleh layar ponselnya.

“Gue tau siapa,” ucapnya dengan nada serius. Raut wajahnya menjadi semakin datar.

“Siapa?”

“Pemegang kekuasaan tertinggi, selain kepala sekolah, dan bagian kesiswaan.”

Otak Hazela dengan cepat berpikir siapa yang di maksud oleh orang ini. Matanya membola saat mengetahui siapa yang dituju oleh kata-kata tadi.

“Dia!”

SEIGENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang