Seorang cewek dengan bandana hitam menghapus air yang mengalir di dahinya dengan punggung tangannya. Ia menghembuskan napasnya pelan. Melirik jam tangan berwarna hitam yang dikenakannya. Masih sangat lama.
“Ze, lo nggak pa-pa?” tanya Naomi saat melihat peluh keringat membanjiri dahi cewek dibelakangnya itu.
Hazela tersenyum singkat. “I'm fine,”
Naomi mengecek sakunya hendak memberikan tissue pada Hazela, namun ternyata cewek itu lupa membawanya.
“Ta, punya tissue gak?”
“Nggak ada, lupa bawa gue tadi, buru-buru soalnya.” jawab Netta sambil memainkan dasi ditangannya. Cewek itu tidak pernah memakai dasinya, walau saat upacara seperti saat ini.
Keduanya kembali fokus pada arahan kepala sekolah yang terus berbicara diatas podium.
Tidak lama setelahnya, seseorang berdiri disebelah Hazela menghalangi panasnya cahaya matahari yang mengenai cewek itu. Hazela mengangkat pandangannya. Sial, kenapa harus dia lagi.
“Ngapain lo kak?” tanyanya saat melihat Gio berada disebelahnya sambil menjulurkan topi. Ah, tau saja laki-laki itu kalau dirinya butuh sebuah topi saat ini.
Hazela memang tidak memakai topi, makanya cewek itu memilih berbaris di barisan yang tidak dijangkau oleh radar guru kesiswaan agar dirinya tidak dihukum. Dan saat ini, Gio menawarkan dirinya topi, tetapi gengsinya lebih tinggi. Cewek itu tidak mau menerimanya.
“Pake,” suruh Gio tanpa mengalihkan tatapannya dari kepala sekolah yang tengah menyampaikan amanatnya.
“Nggak usah, lagian sebentar lagi selesai juga.” tolak Hazela.
“Bebal,” Gio tidak memperdulikan jawaban Hazela, laki-laki itu memakaikan topi tadi di kepala cewek itu membuat barisan kelasnya menjadi gaduh.
Hazela mendelik tajam saat merasakan topi berada di kepalanya, juga Gio yang dengan sengaja menempelkan tissue basah pada dahinya. “Lo apa-apaan sih Kak! Gue 'kan udah bilang gak butuh topi!”
Ia hendak melepas topi itu, tetapi di cegah dengan cepat oleh Gio. “Lo lepas artinya lo punya rasa sama gue.” katanya dengan santai.
Lontaran kalimat dari mulut Gio membuat Hazela dengan refleks menginjak kaki cowok itu. Bukannya meringis, Gio malah tertawa pelan, seakan hal yang dilakukan oleh gadis disebelahnya itu adalah hal lucu.
“Lo gila!” sungut Hazela.
“Iya, tergila-gila sama lo!” tunjuk Gio pada cewek itu.
Sora yang kebetulan berada tidak jauh dari mereka menghentakkan kakinya, kesal. Berani-beraninya Hazela itu berbicara pada calon pacarnya. Selama ini, setiap orang yang sudah Sora peringati untuk menjauh dari Gio akan langsung memutus apapun yang berhubungan dengan cowok itu, tetapi Hazela, malah semakin menjadi-jadi.
Dengan amarah yang menggebu-gebu, cewek itu mendorong siswi didepannya agar bisa menjangkau Gio dan Hazela. Gadis itu mendorong Hazela agar menyingkir dari sebelah Gio, namun tangan cowok itu lebih cepat menahan badan mungil Hazela yang hendak jatuh ketanah.
“Ih, kak lo kenapa sih nolongin dia? Biarin aja jatuh sekalian.” ujar Sora.
“Lo nggak liat, ada air Ra. Kalau sampai Hazela jatuh di air itu gimana? Seragamnya bakalan basah.” balas Gio.
“Ya biarin aja, siapa suruh deket-deket sama lo!” Sora melirik sinis pada Hazela.
Tidak terima dengan apa yang dikatakan oleh Sora, Hazela melepaskan tangan Gio yang menahan dirinya. Wah, macam-macam nih nenek lampir.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIGEN
Teen Fiction"Lo gak aneh? Dimana-mana ya, peraturan sekolah yang paling pertama itu pasti tentang kedisiplinan atau nggak tentang absensi, tapi ini, dilarang buka gedung tua dengan gembok besi di bagian Barat sekolah." °°° Berawal dari ketidaksengajaan mendenga...