halo, selamat datang di cerita ini, semoga kamu suka sama bagian ini ya!>
happy reading all🤍🤍🤍
—oOo—
Lelah, satu kalimat yang sangat pas untuk menggambarkan keadaan Gio saat ini. Begitu banyak yang ia kerjakan sejak pulang sekolah tadi, bahkan dirinya belum makan sedikit pun dari pagi. Menetap di ruangannya sebagai Ketua OSIS dengan ditemani oleh komputer yang sejak tadi menyala.
Cowok itu mengusap wajahnya saat rasa kantuk kembali menyerang. Matanya melirik pada jam dinding yang di pasang di atas sana menunjukkan pukul 22.55 sudah sangat larut, namun dirinya belum juga kembali ke asrama, mungkin malam ini ia akan menginap disini saja.
Gio kembali menatap pada map kuning yang di berikan oleh rekannya tadi sore. Ia berdecak sebal, satu map namun pasti akan sangat lama pengerjaannya, mungkin bisa begadang lagi malam ini. Ia memilih mengerjakan lebih cepat laporan itu, matanya sudah sayup sekali, jika pertahanannya runtuh maka bisa di pastikan di rapat besok ia akan menjadi bulan-bulanan Bu Nira karena laporan keuangan OSIS yang tidak sinkron.
“Astaga Cici ngasih gue kerjaan banyak banget, itu anak mau di pites palanya. Gue udah ngantuk banget ini, coba aja ada temen kan enak di ajak ngobrol lah ini, sendiri, bicara pun pasti cuma di tanggepin sama setan-setan.” keluhnya, tahu begini ia akan mengajak Arya tadi untuk menemaninya.
Tatapan tajam lelaki itu terus terarah pada layar komputer, jemarinya mengetik dengan cepat agar pekerjaan itu selesai sebelum jam 12 malam. Gio memang pandai bermain komputer, setiap kali ada hal-hal yang terjadi dengan komputer sekolah maka cowok itu yang akan pertama kali di panggil oleh Bu Nira, maka dari itu juga, ia di tunjuk sebagai Ketua OSIS.
Gio menerima jabatan itu sekedar melepas penat, juga ingin melupakan sesuatu hal yang bahkan bisa membuatnya seperti orang gila jika mengingat kembali kejadian itu. Bisa di katakan menerima tawaran Bu Nira 2 tahun lalu hanyalah sebagai pelampiasan dari penatnya ia mengarungi hidupnya selama ini.
Terlalu fokus pada kegiatannya, Gio dibuat terkejut saat deringan ponselnya yang ia duduki. “Sialan, gue kira apaan getar-getar,” ia mengambil ponsel itu, membuka pesan yang masuk, ternyata dari Hazela.
From : Hazelaaa calon masa depanଓ
Kak, jangan begadang,
kalau udah gak bisa
jangan di paksa, gue tau
lo nggak mau jadi bahan
pembicaraannya Bu Nira,
tapi kesehatan lo jauh lebih
penting. Semangat kak!♡(˃͈ દ ˂͈ ༶ )Sial, rasanya Gio ingin berteriak sekarang, meluapkan rasa yang tertahan di dadanya. Sejak kejadian di asrama cewek itu, jantungnya berdetak lebih cepat jika Hazela mengirim pesan, menyapa, atau bahkan memanggilnya jika berpapasan di lorong sekolah. Apakah sebegitu sayangnya ia pada sosok gadis tersebut? Bahkan dirinya tidak tahu kenapa ia sangat-sangat senang jika Hazela tersenyum padanya.
Dirinya akui bahwa perkataannya perihal menyukai gadis itu memang benar, akan tetapi ada satu hal yang mengganjal di pikirannya, apakah ia akan gagal lagi untuk kedua kalinya? Gio tidak mau hal tersebut terjadi lagi.
Tanpa cowok itu sadari, ponselnya bergetar kembali, namun kali ini bukan Hazela. Panggilan itu berasal dari nomor asing yang tidak ia kenali.
“Siapa ya?” masih menatap nomor itu hingga panggilan tadi terputus, namun suara deringan kembali ia dengar. Gio penasaran, kemudian mengangkat sambungan tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEIGEN
Fiksi Remaja"Lo gak aneh? Dimana-mana ya, peraturan sekolah yang paling pertama itu pasti tentang kedisiplinan atau nggak tentang absensi, tapi ini, dilarang buka gedung tua dengan gembok besi di bagian Barat sekolah." °°° Berawal dari ketidaksengajaan mendenga...