BAB 12

426 25 0
                                    

Laki-laki itu tersenyum manis seraya menaik turunkan alisnya. Siswa-siswi dalam kantin itu tentu heran dengan laki-laki yang baru saja ikut nimbrung dengan perdebatan antara Kim dan Shiren.

Aldo mengerutkan alisnya bingung menatap laki-laki itu. "Lo siapa?" tanya Aldo seraya menatap Laki-laki itu dengan pandangan bertanya.

Laki-laki itu--Jay berdehem seraya menyugar rambutnya keatas.

"Ekhem, gue Jay--Jayden Atmawijaya" ucap Jay memperjelas nama panjangnya.

Seluruh penghuni kantin terkejut saat laki-laki itu mengatakan bahwa ia adalah Jay---Jayden Atmawijaya. Begitupun dengan Aldo yang sama halnya terkejut mendengar pernyataan Jay. Namun berbeda dengan Kim, gadis itu tentu tak terkejut sama sekali. Ia malah bersyukur atas kehadiran Jay di detik-detik terakhir. Ia bisa meminta Jay untuk mengatakan bahwa laki-laki itu telah menolongnya ketika terkunci di toilet tadi.

Sementara Shiren gadis itu terlihat terpana menatap kearah Jay. Bagaimana bisa selama ini ia tak menyadari ketampanan laki-laki itu? Andaikan saja ia menyadari lebih awal mungkin saja ia takkan membully Jay.

"L-lo Jayden?" tanya Aldo masih tak percaya. Ada kernyitan bingung di dahi laki-laki itu.

Jay menarik sudut bibirnya. "Iya, gue Jay, kenapa emang?" ucap Jay seraya mengangkat sebelah alisnya namun sialnya malah terlihat keren di mata cewek-cewek di dalam kantin itu.

Aldo berdehem menetralkan ekspresi nya seraya menggeleng. "Nggak, gue cuma nanya. Masih nggak percaya aja, kecelakaan yang lo alami ternyata bisa merubah lo sedrastis ini" jelas Aldo. Laki-laki itu tersnyum tipis. Namun entah kenapa hal itu malah terlihat aneh di mata Jay, seperti ada sesuatu.

"Untung lo datang Jay!" celetukan tiba-tiba dari Kim membuat mereka lantas menoleh kearah gadis itu.

"Sekarang lo jelasin sama mereka tadi lo yang udah nolongin gue pas gue ke kunci ditoilet 'kan" desak Kim seraya menunjuk Shiren. Shiren yang mendengar itu membulatkan matanya. Jadi yang menolong Kim itu, Jayden?

"Walaupun Jay nggak liat waktu mereka bertiga ngunciin gue di toilet, tapi seenggaknya gue punya saksi yang lihat bahwa gue ke kunci di toilet. Setelah itu kalian bisa ambil kesimpulan siapa yang salah disini" jelas Kim panjang lebar seraya menatap Aldo dan siswa-siswi dalam kantin itu.

Jayden membuka sedikit mulutnya seakan paham apa yang sudah terjadi barusan. Laki-laki itu mengangguk-anggukkan kepalanya seolah mengerti apa yang akan ia lakukan.

Aldo berdehem. "Kim bilang lo yang udah nolongin dia pas kekunci di toilet, apa itu benar?" tanya Aldo seraya menatap Jay.

Jay berpikir sejenak lalu menangguk. "Ohh, iya emang gue yang nolongin Kim waktu dia ke kunci di toilet tadi. Gue emang gak lihat siapa yang udah ngunciin Kim di toilet, tapi yang jelas sih memang ada yang sengaja ngunciin dia karna kuncinya aja masih ada di pintu" ujar Jay menjelaskan.

"Tuh, liatkan siapa yang udah buat masalah disini. Sekarang, lo taukan Do, siapa yang salah?" ucap Kim seraya menatap sinis Shiren.

Shiren sendiri sudah melotot kan mata menatap Kim. Sama seperti kedua teman gadis itu yang gelagapan di tempat mereka.

Aldo mengalihkan tatapannya dan menatap kearah Shiren. "Jadi benar apa yang diomongin sama Kim, lo yang udah ngunciin dia di toilet?" selidik Aldo. Dari gelagat Shiren Aldo dapat menebak bahwa apa yang dikatakan Kim memang benar adanya. Shiren hanya takut disalahkan maka dari itu ia berusaha mencari pembelaan dengan menuduh Kim yang telah mencari keributan.

"Shiren?"

Shiren berdecak kesal saat tak bisa lagi mengelak. "Iya, gue yang ngunciin dia di toilet, puas!" ungkap Shiren. Semua yang mendengar itu lantas bersorak 'huu'. Dari tadi Shiren terus-menerus mengatakan bahwa Kim berbohong dan hanya ingin caper tapi ternyata Shiren sendirilah si tukang caper.

"Gue sengaja ngunciin dia karena gue pengen ngasih dia pelajaran. Gue masih nggak terima ya, waktu Bu Mela hukum gue gara-gara dia!" tutur Shiren emosi seraya menatap tajam Kim.

Kim mengerutkan kan dahinya. Kim memutar bola mata malas seraya menghembuskan napas. Jadi Shiren dendam gara-gara ia yang melaporkan Shiren telah menaruh lem di kursi bu Mela.

"Eh, Shiren. Jadi lo ngunciin gue di toilet gara-gara itu? Sadar nggak sih, itu salah lo sendiri. Ngapain coba lo naruh lem di kursi bu Mela padahal lo tahu bu Mela tuh kayak gimana." ujar Kim yang malah membuat Shiren tambah emosi.

"Heh Kim, bu Mela nggak balakan hukum gue kalau aja mulut lo itu nggak ember!"

"Ck, masih aja cari pembelaan, udah jelas-jelas lo salah. Denger ya, gue ngasih tahu bu Mela karena dia nanya sama gue tapi, kalaupun juga bu Mela nggak nanya ya gue tetap ngasih tahu sih" lanjut Kim seraya tersenyum mengejek.

Shiren dibuat geram oleh Kim. Gadis itu lantas maju dan ingin menyerang Kim namun dengan sigap Kim langsung mundur dan Shiren juga ditahan oleh Aldo.

Jay sendiri hanya berdecak kagum menatap keberanian Kim. Gadis itu sepertinya benar-benar tidak takut sama sekali padahal Shiren terlihat sudah seperti macan yang siap mengamuk.

"Shiren, sekarang lo ikut sama gue. Kelakuan lo kali ini udah benar-benar keterlaluan!" tegas Aldo memegang pergelangan tangan Shiren.

"Ck, apaan sih! Gue nggak salah ya, lo nggak lihat tadi dia nampar gue" geram Shiren seraya menunjuk pipi nya yang sempat di tampar oleh Kim.

"Lo emang pantas di tampar Shiren, lo nggak tahu cara menghormati seseorang, karna yang lo tahu cuman menghina dan menjatuhkan seseorang" sarkas Kim tajam.

"Ayo, Shiren!"

Shiren mendesis kesal. Gadis itu menghempaskan tangan Aldo lantas menatap Kim penuh permusuhan.

"Awas lo Kim!" gertak Shiren lalu pergi dari kantin itu diikuti oleh kedua sahabatnya.

Aldo menghembuskan napas lelah. Lalu perhatiannya menatap Jay yang hanya terdiam setelah itu memusatkan tatapannya pada Kim yang menatap kepergian Shiren dengan sorot tak suka.

"Kim, lo nggak papa?" tanya Aldo.

Kim menoleh begitupun dengan Jay. "Santai, gue nggak papa. Cuman kesal aja. Udah lo pergi sana, urus tuh mak Lampir" ucap Kim yang terkesan mengusir.

Aldo mengangguk namun sebelum pergi dia sempat melirik Jay yang ternyata juga menatapnya. Aldo melemparkan senyum kecil, Jay yang melihat sedikit mengerutkan keningnya namun tak urung balas memberikan senyum tipis.

Setelah kepergian Aldo Kim berdecak kesal seraya memperhatikan baju nya yang basah. "Gara-gara mak Lampir baju gue jadi basah!" kesal Kim.

"Gak ada niatan buat lo ganti gitu?" usul Jay mengalihkan perhatian Kim.

"Nanti, btw, makasih karna kesaksian lo gue nggak dihukum" ucap Kim tulus.

Jay tersenyum. "Santai, sebagai teman emang harus saling tolong menolong" ucap Jay dengan bangganya.

Kim mengerutkan dahinya tak percaya. "Teman? Sejak kapan kita jadi teman? " tanya Kim heran seraya tertawa.

Jay cengo. "Lah, lo gak anggap gue temen lo gitu? Gue kira kita udah jadi teman pas dirumah sakit" ucap Jay dengan polosnya.

"Pengen banget lo jadi teman gue?" tanya Kim menaikkan sebelah alisnya.

"Syarat jadi teman gue, minimal bisa mukulin anak orang sih buat pertahan diri. Tapi, kalau diliat-liat lo nggak memenuhi syarat itu, secara kan badan lo letoy" sarkas Kim terkekeh lalu melenggang pergi tanpa melihat ekspresi Jay yang sudah ternganga di buatnya.

"Oi, Kim! Gue nggak letoy ya, liat aja gue bakalan mukulin anak orang sampe babak belur! Lo nggak tau aja, gue ini menyimpan kekuatan Hulk!" teriak Jay menatap kepergian Kim dari belakang. Siswa-siswi di kantin yang melihat itu hanya menatap heran kearah Jay.

"Aishh, aneh banget tuh cewek. Syarat jadi teman dia harus banget gitu bisa mukulin anak orang? Nggak tahu aja dia, gue pengen jadiin dia teman itu buat nyari tahu kehidupan nih cowok." monolog Jay panjang lebar.

"Tapi kalau diliat-liat sih, seru juga punya teman kayak dia" lanjut Jay terkekeh geli mengingat kejudesan dan keberanian Kim tadi.

Transmigrasi JaydenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang