BAB 27

85 11 1
                                    

Jay berdiri bersandar di depan toilet perempuan dengan kedua tangan terlipat di depan dada. Laki-laki itu mengetuk-ngetuk telapak sepatunya ke lantai berusaha menghilangkan rasa hening di sekitarnya.

Hingga bunyi pintu terbuka membuat laki-laki itu mengalihkan perhatian ke arah pintu di mana Kim yang baru saja keluar dari toilet.

"Sorry, lo nunggu lama. Dan, makasih juga karena lo minjamin baju lo ke gue. Besok gue kembaliin." Kim berucap seraya tersenyum tipis ke Jay.

Setelah Jay menariknya menjauhi area kantin dan laki-laki itu meminjamkan seragamnya, Kim memutuskan untuk mandi di toilet karena badannya benar-benar lengket gara-gara kuah bakso yang menyiram tubuh bagian atas nya. Dan itu semua akibat ulah Shiren yang menyeramkan ke tubuh Kim.

Jay langsung berdiri tegak lalu berdehem mengangguk menatap Kim. Jay balas tersenyum menatap Kim. "Santai aja, gue gak masalah nunggu lo," ucapnya ramah.

Sungguh kejadian yang menimpa Kim itu benar-benar membuat Jay geram dengan Shiren dan kedua temannya. Tadi, Jay hendak membalas perbuatan ketiga gadis itu yang telah mencelakai Kim, namun, Aco dan Nino terlebih dahulu menghentikannya dan menyuruhnya membawa Kim menjauh dari area kantin. Alhasil, Jay mengiyakan dan membawa Kim menuju toilet untuk mengganti seragam gadis itu yang basah dan meminjamkan seragam nya.

Dan masalah Shiren, Aco dan Nino yang bertugas membawa ketiga gadis itu ke ruang BK.

"Omong-omong ada luka gak di tubuh lo? Siapa tau aja kuah bakso tadi bikin kulit lo melepuh karena panas, kalau iya mending kita ke UKS sekarang?" Jay bertanya dengan cemas seraya memegang kedua tangan Kim memeriksa apakah ada luka melepuh di tangan gadis itu.

Kim tersentak ketika Jay dengan tiba-tiba memegang kedua tangannya. Gadis itu dengan cepat menarik kedua tangan nya hingga terlepas dari pegangan Jay. Jay sendiri mengerjap-erjap atas apa yang ia lakukan yang mungkin membuat Kim sedikit syok.

"Eh, sorry gue cuma---"

Kim tersenyum santai. Gadis itu tak sedikit pun memperlihatkan raut wajah kesakitan. "Santai, gue gak papa. Ya, walaupun punggung gue perih dikit sih karena mungkin kuahnya pedes tapi gak melepuh kok, paling nanti perihnya ilang." Kim berucap sesantai mungkin meski Jay tahu sebenarnya gadis itu sedang tidak baik-baik aja.

Setiap kali Jay melihat gadis itu mendapatkan luka pasti akan selalu di anggap santai oleh Kim. Seolah-olah hal itu tak ada apa-apa nya. Bahkan, Jay tak tahu lagi harus menggambarkan apa kekagumannya pada Kim yang selalu terlihat kuat.

Meski mereka baru berteman tapi entah kenapa rasanya Jay selalu ingin bersama dengan Kim. Gadis itu seperti punya daya tarik di balik wajah judesnya yang terkadang membuat Jay ingin menjahilinya.

Jay menarik napas sembari geleng-geleng kepala akan jawaban Kim yang terlalu santai. "Sebenarnya lo terbuat dari apa sih Kim, kenapa lo selalu terlihat tegar di depan gue kalau lo lagi terluka?! Coba deh nangis dikit, biar gue gak ngerasa cowok lemah yang gak bisa apa-apa! Seenggaknya gue bisa peluk lo kalau lo lagi nangis." Rasanya Jay ingin meluapkan seluruh kekesalannya ketika Kim hanya menjawab santai pertanyaannya.

Kim menatap aneh laki-laki itu. "Apasih? Emang gue harus nangis ya kalau gue lagi luka? Kayaknya lo mau modus deh semisal gue nangis biar lo bisa peluk gue, iya 'kan?!" Kim melotot garang seraya menuding Jay dengan jari telunjuk yang mengarah ke wajah Jay.

Jay berdecak, "nggak gitu kali, gue cuman mau nenangin lo kalau lo nangis. Mana ada gue mau modus, pikiran lo aja tuh," ujar Jay menjelaskan.

Kim menarik turun tangannya dengan bibir menipis. Menghela napas pelan. Kim hanya berdehem menanggapi.

"Gue mau ke kelas. Btw, sekali lagi makasih udah pinjamin baju lo," ucap Kim tersenyum tulus dan di balas anggukan oleh Jay. Kedua remaja itu lalu berjalan bersisian menuju kelas mereka.

🐊🐊🐊

Aldo menutup pintu gudang dengan sangat pelan. Laki-laki itu tak ingin ada yang melihatnya berdua dengan Shiren meskipun Aldo akan menjelaskan jika ada yang berpikir macam-macam. Mengatakan bahwa dia hanya ingin memberikan hukuman pada Shiren karena sudah menjahili Kim. Walau pada kenyataannya semua itu hanyalah kebohongan. Niatnya memang untuk menghukum Shiren karena itu perintah dari pak Bambang tapi sebenarnya dia hanya ingin memarahi Shiren karena sudah mengganggu Kim.

"Lo kenapa ganggu Kim lagi sih?!"

Aldo berbalik seraya melangkah mendekat ke arah Shiren yang terlihat santai duduk di atas meja.

"Lo tahu perbuatan lo itu bisa mencelakai dia, gimana kalau kuah bakso lo itu panas dan bikin kulit dia melepuh?!" Aldo geram melihat reaksi Shiren yang memutar bola mata seakan apa yang dia lakukan hanyalah hal biasa.

"Apasih, orang gue cuman bercanda. Lagian kuah bakso Liora juga gak panas, jadi gak usah terlalu khwatir lah kulitnya bakal melepuh." Shiren menanggapi dengan ketus lalu mengangkat salah satu kakinya.

"Paling perih doang karena kuah bakso Liora pedes," lanjutnya dengan nada santai.

Alis Aldo menukik tajam hingga kedua alis tebal laki-laki itu hampir bersentuhan. "Bercanda apanya? Lo itu udah mau nyelakain Kim! Kalau terjadi apa-apa sama dia lo bakalan kena masalah, Shiren! Gue gak suka ya dengan kelakuan lo yang kaya gini."

Bukannya tenang Aldo malah semakin di buat kesal dengan Shiren yang seakan menulikan telinganya seraya menatap kuku-kukunya.

Aldo berdecak dan langsung mencengkram ke kedua lengan gadis itu. Shiren tersentak kaget dengan kepala mendongak menatap tajam ke arah Aldo. "Shiren, jangan mancing emosi gue ya!" Geram Aldo dengan tatapan menghunus ke Shiren.

Shiren berdecak kesal. Gadis itu melepaskan cengkraman tangan Aldo dari pundaknya dan langsung melompat ke bawah seraya memberikan tatapan tajamnya ke arah Aldo.

"Aldo, lo bisa gak sih jangan belain dia terus?! Lo fikir gue gak sakit hati apa? Gue ini pacar lo, tapi kenapa selalu dia yang lo khawatirin?!" Shiren tak habis pikir dengan jalan pikiran Aldo. Laki-laki itu selalu menyudutkan dan menyalahkan dirinya.

"Apa karena lo suka sama dia, iya 'kan?" Shiren tersenyum sinis menatap perubahan ekspresi wajah Aldo. Raut Aldo terlihat mengeras seakan tak suka dengan perkataan Shiren.

"Shiren...!"

"Apa? Bener 'kan lo suka sama dia?! Kenapa, gak usah kaget gitu lah. Lo pikir gue gak tahu soal itu!" Shiren mengangkat dagunya seolah menantang Aldo. Gadis itu sudah tahu dari tatapan Aldo yang sering kali kedapatan diam-diam memperhatikan Kim. Bahkan laki-laki itu kerap kali mencemaskan Kim di depannya. Jadi, siapa yang tidak akan berpikir seperti Shiren kalau Aldo menyukai Kim.

Rahang Aldo mengetat dengan tatapan tajam tak lepas mengarah ke Shiren. Langkah kakinya membawanya mendekat hingga tubuh Shiren tersudut di sisi meja. Kedua tangan Aldo mengurung Shiren yang hendak melarikan diri. Kalau sudah begini artinya Shiren dalam bahaya. Gadis itu menelan salivanya yang terasa tercekat tatkala satu tangan Aldo terangkat dan mencengkram pipinya.

"A-aldo---" Shiren terbata. Gadis itu tak dapat berbuat apa-apa. Sifat kasar Aldo seperti ini yang selalu membuat Shiren ketakutan.

"Lo makin ngelunjak ya, perlu gue hukum dulu supaya lo gak bicara sembarangan, hm!" Aldo tak suka jika Shiren menuduhnya yang tidak-tidak. Apalagi jika sampai membentak di depan wajahnya. Harga dirinya serasa terinjak-injak.

Tangan Aldo yang semula mencengkram pipi berpindah ke belakang tengkuk Shiren. Mendorong kepala gadis itu ke depan hingga membuat hidung mereka hampir bersentuhan.

Shiren menahan napas seraya memejamkan mata tatkala Aldo memajukan wajahnya hendak menciumnya.

Ceklek... Kriett...

Namun, tindakan Aldo urung kala pintu gudang tiba-tiba terbuka dan menampilkan seorang laki-laki dengan penampilan urakan menatap mereka dengan mata membulat. Terkejut.

"Anjir! Kalian ngapain!"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 31 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Transmigrasi JaydenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang